Share

Sebagai Orang Asing

Raelina menghela napas dan terdiam sejenak memandang ke sekeliling bandara, melihat beberapa orang membawa koper dan berpelukan dengan bahagia dengan orang yang menjemput atau ada beberapa orang yang sendirian seperti Raelina.


Raelina tersenyum pahit memandang ke sekitar. Dia lahir dan besar di negara ini, tetapi dia seperti orang asing di tempat ini. Tidak memiliki keluarga yang menjemputnya dan sendirian seperti orang asing.


 Raelina menghela napas dan menarik kopernya untuk keluar dari bandara. Tetapi baru beberapa langkah, dia tiba-tiba berhenti dan merasakan jantungnya berdegup memandang ke depan. Dia mematung memandang lurus sosok pria yang berdiri di garis khusus untuk penjemput.


Pria itu tinggi dan berotot memakai setelan kasual. Bukan seragam tentara yang selalu dipakainya sepanjang yang diingat Raelina. Meskipun begitu, dia memiliki kehadiran yang kuat. Wajahnya yang tampan memiliki banyak perubahan seiring usianya yang semakin dewasa setelah sekian tahun. Gaya rambut cepaknya tidak pernah berubah dan begitu pun dengan ekspresi dinginnya.


 Pria itu adalah Yosua Rajjata, mantan suami Raelina. Raelina merasa tak terduga akan bertemu dengan mantan suaminya begitu dia menginjakkan kakinya di negara ini.


Apa yang dia lakukan di bandara? Apa dia tengah menjemput seseorang? Atau ....


 Menjemputnya?


Raelina menggelengkan kepalanya mengusir pikiran tidak mungkin itu ketika melihat seorang wanita berlari menghampiri pria itu dan melompat ke pelukannya dengan bahagia. Pria itu tersenyum membalas pelukannya dan mengacak-acak rambutnya.


Jantung Raelina mengepal menyaksikan adegan itu. Sepanjang yang dia ingat Yosua merupakan orang yang jarang tersenyum, bahkan padanya terhitung jari berapa banyak dia tersenyum di depannya.


 Raelina tersenyum samar. Mereka sudah berpisah selama lima tahun. Tidak mungkin pria itu tidak memiliki seseorang di sisinya setelah bertahun-tahun. Kemungkinan besar pria itu sudah menikah dan berkeluarga di usianya yang ke 28 tahun.


 Apa dia yang dia harapkan?


 Raelina menundukkan kepalanya menyembunyikan emosi yang berkelebat di matanya. Setelah beberapa saat dia menenangkan jantungnya nyeri lalu mengangkat kepalanya. Tiba-tiba matanya bertatapan dengan sepasang mata segelap malam yang tajam.


 Raelina tersentak dan langsung mengalihkan pandangannya. Tanpa memandang lelaki itu lagi dia menarik kopernya dan berjalan menjauh dari tempat itu.


 Raelina terus berjalan tanpa menoleh ke belakang untuk melihat apakah orang itu mengejarnya. Tetapi pria itu tidak mengejarnya. Dia tersenyum pahit dan terus berjalan lurus.


Sekarang mereka hanya orang asing yang tidak memiliki hubungan apa pun.


***


“Kau bilang bertemu dengan mantan suamimu begitu tiba di bandara?” ulang seorang wanita cantik berwajah blasteran dan berambut cokelat terang.


“Kedengarannya seperti takdir.”


Stella yang merupakan sahabat Raelina mendengkus sembari berbaring malas di sofa ruang tamu apartemennya. Hari ini dia libur dan menggunakan waktu istirahatnya untuk bermalas-malasan di apartemen sebelum masuk waktu shift.


Sementara Raelina yang sudah tiba kemarin dan melakukan bersih-bersih di apartemen Stella setelah merapikan barang-barangnya.


Dia berjalan mondar-mandir di depan Stella dengan vacum di tangannya.


“Entahlah, mungkin takdir mengejekku karena melihatnya bersama wanita lain,” ujar Raelina tanpa mengalihkan pandanganya dari lantai yang sedang di bersihkan.


“Hah, serius!” Stella melompat bangun seperti kucing yang injak ekornya dan menatap Raelina dengan mata terbuka lebar-lebar.


“Lelaki brengsek itu setelah membuangmu ke negara asing, sama sekali tidak merasa bersalah dan muncul di depanmu dengan memeluk wanita lain. Benar-benar seorang bajingan!” maki Stella seolah dia yang menderita ketidakadilan yang dilakukan mantan suami Raelina.


Raelina merasa terhibur dan perasaannya menjadi lebih baik. Dia mungkin tidak memiliki keluarga yang memerhatikannya tetapi dia memiliki sahabat yang selalu ada di sisinya.


“Tidak bisa dibilang laki-laki itu yang mengirimku keluar negeri, sih. Itu ibunya yang mengirimku ke Inggris,” ujar Raelina meluruskan kesalahpahaman Stella.


“Sama saja. Itu keluarganya, tidak mungkin dia tidak tahu apa-apa tentang keluarganya mengirimmu keluar negeri. Dia bahkan tidak mencarimu sampai saat ini. Mungkin dia sudah melupakanmu dan menikah dengan orang lain,” cibir Stella cemberut.


Raelina sesaat menghentikan aktivitas menyapunya, terdiam memikirkan ucapan Stella. Apa yang dikatakan Stella mungkin benar jika melihat bagaimana Yosua memeluk wanita lain dengan senyum bahagia di wajahnya.


Dia memejamkan matanya dan membuang napas untuk mengusir perasaan tidak enak di dalam hatinya memikirkan hal itu.


Stella menghela napas memandang ekspresi pahit di wajah Raelina. “Ini sudah lima tahun. Kau seharusnya melupakannya. Jangan lupa kau masih memiliki aku.” Wanita berambut cokelat kemerahan itu membuka lebar tangannya ke arah Raelina.


Raelina mendengkus dan tersenyum sembari melemparkan dirinya dalam pelukan Stella.


“Ya, hanya kau yang satu-satunya keluargaku di dunia ini,” gumam Raelina merasa bersyukur dalam hati.


“Syukurlah, kau menganggapku begitu. Kupikir kau sudah jatuh cinta padaku dan mengubah orientasi seksualmu,” goda Stella pada wanita itu.


Sontak Raelina melepaskan pelukan Stella dan memukulnya dengan bantal sofa. “Itu tidak mungkin terjadi!”


“Siapa tahu, kan? Kau tidak pernah berkencan sejak aku mengenalmu. Aku hanya khawatir kau diam-diam suka padaku. Aku tidak sampai tega menyakitimu karena aku masih normal.” Stella menghela napas dramatis dan menatap Raelina dengan kerlingan nakal di matanya.


Raelina menatapnya dengan perasaan geli. “Jika kau terus melihatku dengan tatapan seperti itu, aku mungkin akan benar-benar mengubah orientasiku.”


“Mau kukenalkan pada dengan seorang pria? Dia adalah seorang dokter tertampan di rumah sakit, lho.” Stella langsung berekspresi serius mengatakan hal itu.


“Tidak, terima kasih sarannya. Tapi aku sudah jatuh cinta padamu,” ujar Raelina mengedipkan sebelah matanya pada Stella.


Stella langsung memukulnya dengan bantal sofa. Kedua wanita kemudian saling lempar bantal sambil cekikikan. Tawa mereka bergema di apartemen berukuran minimalis itu.


Raelina merasa bersyukur memiliki seorang sahabat seperti Stella. Dia ingat saat pertama kali tiba di Inggris. Saat itu dia tidak bisa berbahasa Inggris dan baru pertama kali menginjakkan kaki di negara asing yang sama sekali tidak di kenalnya. Orang yang diutus untuk menjemputnya tidak pernah datang bahkan saat dia menunggu sampai larut malam di bandara.


Raelina tersadar bahwa dia benar-benar di terlantarkan di negara asing. Perasaannya hancur, dia tidak bisa menahan perasaan terluka dan menangis sendirian di hari bersalju.


Hari itu turun salju dan cuaca dingin terasa menggigit. Saat semua orang menghangatkan diri di dalam rumah yang hangat bersama keluarga, seorang gadis belia memakai pakaian tipis sederhana menangis sendirian di larut malam bersalju.


Itu adalah perasaan mencekam yang mengerikan sendirian di negara asing tanpa ada seorang yang dikenalnya.


Tidak ada orang-orang yang memedulikannya dan sibuk dengan kegiatan masing-masing.


Di saat dia hampir putus asa, seorang gadis memayunginya, melindunginya dari hujan salju yang dingin dan bertanya dengan lembut.


“Apa kau sendirian?”


Komen (3)
goodnovel comment avatar
Danu Umbara
masih coba meresapi ceritanya
goodnovel comment avatar
PiMary
Masih nyimak....
goodnovel comment avatar
Putri
tegor sapa
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status