Angin sepoi-sepoi berembus memainkan anak rambut Raelina. Tatapannya menatap sendu gundukan tanah merah yang sudah ditumbuhi rumput. Kapan terakhir kali dia mengunjungi makam ayahnya?
Dia tidak pernah mengunjungi makam ayah sejak 'pria itu' membawanya untuk tinggal bersama. Dia bahkan tidak memiliki waktu untuk mengunjungi makam ayahnya setelah perceraian mereka dan diusir ke luar negeri oleh keluarga mantan suaminya.
“Maafkan aku ayah, karena baru mengunjungimu,” bisiknya dengan suara lirih.
Ada banyak hak yang ingin dia cerita pada ayahnya seperti yang selalu dia lakukan semasa ayah masih bersamanya. Ada banyak tahun yang terlewatkan tanpa bisa dia cerita pada ayah. Tetapi Raelina tidak tahu harus memulai dari mana. Dia hanya bisa dia membisu dalam keheningan pemakaman. Bahkan jika dia menceritakannya, apakah ayah akan mendengar dan menghiburnya seperti dulu?
Ketiadaan terasa menyesakkannya mencari-cari keberadaan orang yang sudah tidak ada.
Raelina menggigit bibirnya menahan perasaan membuncah yang ingin meluap dari dalam dadanya.
Pada akhirnya dia tidak bisa menahannya dan isakkannya tidak bisa dicegah keluar dari tenggorokannya. Dia berjongkok dengan pundak bergetar. Air matanya mengalir deras di pipinya.
“Ayah ... Aku, aku sangat merindukanmu.”
Isakkannya pecah di pemakaman itu.
Untuk beberapa waktu dia menangis tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Setelah beberapa saat meluapkan perasaan yang telah dipedamnya selama bertahun-tahun, tangisannya perlahan mulai mereda.
Raelina terdiam untuk beberapa saat, sebelum kemudian berdiri dan memandang langit yang mulai beranjak petang.
“Tanpa kusadari waktu berlalu dengan cepat,” gumamnya memandang gundukan tanah merah.
“Padahal aku masih ingin bersama ayah.” Dia tersenyum pahit.
Waktu akan terasa cepat berlalu saat kau mengharapkan waktu berhenti.
“Aku akan mengunjungimu lagi ayah.”
Meskipun tahu tidak akan ada yang menjawab ucapannya dia akan tetap melakukannya.
Raelina membersihkan bagian belakang celananya yang kotor. Sembari melemparkan tatapan terakhir pada makam ayahnya dia berbalik untuk meninggalkan tempat itu.
Dia tiba-tiba membeku memandang seseorang yang berjalan menghampirinya. Ketika dia melihat Raelina orang itu juga membeku dan berhenti tak jauh darinya.
Seluruh tubuh Raelina kaku memandang pria yang berdiri di depannya sembari memeluk karangan bunga. Ada kilasan terkejut di mata Yosua Rajjata ketika memandangnya.
Angin berembus memainkan anak rambut kedua orang itu yang saling terpaku memandang satu sama lain untuk beberapa saat.
Raelina mengerjapkan matanya setelah terdiam beberapa saat, lalu mengalihkan pandangannya dari pria itu dan melihat karangan bunga dari di tangan pria itu. Bibirnya tertarik membentuk garis lurus sebelum berlalu hendak melewati Yosua tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
“Raelina ....”
Suara berat lelaki itu memanggil namanya menghentikan langkah Raelina. Dia berdiri menatap Yosua dengan wajah tanpa ekspresi.
Yosua memandangnya untuk beberapa saat. Wanita di depannya telah banyak berubah dalam waktu lima tahun. Dari gadis remaja menjadi wanita dewasa dengan pertumbuhan yang matang. Temperamennya juga berubah. Dulu dia gadis yang pemalu dan selalu bersembunyi di belakangnya. Sekarang wanita itu berdiri di depan dengan sikap mandiri, memandangnya seolah sedang melihat orang asing.
“Kamu ... Bagaimana kabarmu?” Dia bertanya dengan kaku.
Tidak perubahan dalam ekspresi Raelina saat dia menjawab dengan singkat. “Baik.”
Yosua tidak berkata apa lagi. Suasana tampak canggung di antara mereka.
Raelina mengalihkan pandangannya dan melirik jam tangannya lalu memandang langit di mana matahari hampir tenggelam. Dia harus cepat pergi sebelum ketinggalan bus.
Raelina kemudian mengalihkan pandangannya pada pria di depannya sebelum mengangguk sopan dan berjalan melewatinya tanpa menoleh ke belakang.
Tidak ada banyak hal yang ingin dia bicarakan dengan mantan suaminya. Hubungan mereka sudah selesai dia lima tahun yang lalu. Sekarang mereka berdua hanya orang asing.
***
Raelina terdiam dengan tatapan merenung memandang jalanan yang sepi. Bus yang ditunggu-tunggu belum kunjung datang. Hampir satu jam dia menunggu di halte dekat kampung tempat tinggalnya dulu. Karena rumahnya sudah lama dijual, dia tidak memiliki tempat menginap malam ini.
Raelina mengetatkan jaketnya ketika melihat langit hampir gelap. Ada warung di dekat halte dengan lampu terang benderang. Tetapi dia tidak berniat untuk mampir karena ada banyak orang sedang berkumpul di warung untuk sekedar minum kopi atau lain-lain. Dia tidak merasa nyaman karena hampir sebagian semuanya laki-laki dan ada yang berjudi.
Raelina mengeluarkan ponselnya berniat untuk menelpon Stella ketika sebuah mobil hitam berhenti di depannya. Dia mendongak ketika kaca jendela pintu mobil itu terbuka dan menampakkan wajah lelaki yang sangat dikenalnya.
“Naiklah,” kata laki-laki itu tanpa basa-basi dan menatap Raelina dengan sepasang mata gelapnya yang tenang.
Raelina menatapnya sesaat dan menolak dengan sopan.
“Terima kasih, tapi aku baik-baik saja naik bus.”
Yosua menatapnya dengan menatapnya dengan sepasang mata gelapnya. Dia dapat merasakan keterasingan dalam sikap Raelina. Yosua tidak ingin membuatnya merasa tidak nyaman dengan bersikap sok akrab, maka dia tidak akan memaksanya.
“Kapan busmu akan datang?”
Raelina tidak langsung menjawab dan terdiam tanpa menatap Yosua.
Dia baru tiba di kampung ini dan kurang mengenal kampungnya sendiri setelah meninggalkan kampung halamannya selama enam tahun. Ada banyak hal yang berubah di kampungnya, contohnya ada halte bus dan dia tidak mengetahui waktu kapan bus akan tiba.
Yosua menghela napas dan turun dari mobilnya. Dia tidak mendekati Raelina, sebaliknya dia pergi ke warung dekat halte bus.
Raelina menatap dengan ingin tahu apa yang dilakukan laki-laki itu. Dia melihatnya berbicara dengan bapak-bapak yang sedang minum kopi untuk beberapa saat sebelum kembali ke tempatnya.
“Katanya tidak ada bus malam ini dan akan datang besok pagi sekitar pukul sepuluh. Apa kau akan tinggal menunggu bus di sini?” tanyanya menatap Raelina.
Raelina merasa canggung tidak tahu berkata apa. Dia tidak bisa menunggu bus sampai pagi di tempat ini.
Yosua tahu Raelina tidak memiliki kerabat yang dekat dengannya. Lima tahun yang lalu dia sudah memutuskan hubungan dengan kerabatnya sejak mengikutinya. Jadi dia tidak memiliki tempat untuk menginap malam.
“Kenapa tidak menumpang ke mobilku, kebetulan aku akan kembali ke kota, jadi sekalian saja,” tawar Yosua pada akhirnya.
Raelina terdiam menatapnya. Mau tidak mau dia harus menerima tawaran Yosua dan mengesampingkan hubungan mereka di masa lalu.
“Baiklah, terima kasih tawarannya. Tolong cukup antarkan saja sampai ke stasiun kereta,” ucapannya sopan pada Yosua.
Yosua terdiam menatapnya untuk beberapa saat melihat sikap formal Raelina padanya. Tetapi tidak berkata apa-apa dan membuka pintu mobil depan untuk Raelina sebelum masuk kembali mobilnya.
Meskipun Raelina tidak ingin memiliki hubungan dekat dengan laki-laki itu, dia tidak bisa memperlakukannya dengan kasar duduk di bangku penumpang setelah Yosua sudah membuka pintu depan untuknya.
Bagaimana pun lelaki itu masih seseorang yang dia hormati terlepas dari hubungan mereka di masa lalu.
Perjalanan terasa panjang dan canggung bagi mereka. Yosua bukan orang banyak bicara sehingga tidak tahu harus memulai percakapan dengan Raelina.
Sebaliknya Raelina tidak ingin terlibat percakapan dengannya dan selalu memandang ke luar jendela. Akhirnya mobil Yosua berhenti di dekat stasiun kereta pukul 10 malam setelah menempuh perjalanan selama tiga jam.
“Terima kasih sudah mengantar saya,” ucap Raelina menatap Yosua sopan lalu membuka sabuk pengamannya.
Yosua menatapnya dengan ekspresi rumit di wajahnya. Ada banyak hal yang dia tanyakan sejak melihat wanita itu di pemakaman. Tetapi dia tidak tahu harus memulai dari mana.
Dia terus terdiam sampai akhirnya Raelina keluar dari mobil dan menatapnya untuk mengucapkan terima kasih sekali lagi dengan sopan sebelum berbalik masuk ke dalam stasiun.
Yosua hanya terdiam memandang punggung Raelina sampai dia menghilang ke dalam stasiun.
“Roger ketua. Aku akan mendapatkannya dalam lima menit.” “Aku memberimu waktu dua menit,” putus Romi tegas nan dingin tanpa menerima bantahan. Yosua tidak sabar menunggu sampai lima menit. Lima menit baginya bisa membunuh Raelina. Danis tersentak menerima ultimatum dari sang Jenderal dan berkata tergesa-gesa. “Baik Kapten!” Danis sigap mengutak-atik komputernya di sisi ruang lain. Setelah beberapa saat, tidak butuh dua menit bagi Romi segera mendapatkan lokasi mobil penculik itu. “Kerja bagus,” puji Romi pada bawahannya. Dia tidak sadar Danis baru saja mengelap keringat dinginnya. Romi membuka komputernya dan memeriksa lokasi kamera yang dikirim Danis padanya. Dia memandang sebuah mobil yang bergerak menuju ke arah selatan sebelum berhenti di sebuah gudang garam terbengkalai. Setelah memastikan lokasinya, dia mengirim lokasi gudang itu pada Yosua. “Baik, terima kasih,” ujar Yosua menerima alamat lokasi dari Romi
Raelina membantu Zenith mandi dan berpakaian, sebelum turun dari kamarnya untuk memberi salam pada ayah mertuanya. Yosua masih belum kembali dari joging paginya.Raelina membiarkan Zenith berjalan sendiri sambil memegang tangannya saat menuruni tangga.“Tidak mau! Ayah, aku tidak mau pergi!”Dari lantai bawah terdengar berisik suara tangisan Arina.Raelina berhenti dan melirik ke bawah dengan penasaran melihat apa yang terjadi.Dia melihat keluarga Rajjata berkumpul di ruang tamu, termasuk Yosua yang mengenakan pakaian yang dipakai untuk berolah raga.Terlihat Arina dan Wina sedang ditahan oleh beberapa pria bersetelan hitam. Beberapa pria itu memegang dua koper besar di tangan mereka.Arina meronta melepaskan cengkeraman dua orang pria yang menahannya sebelum berlari berlutut memegang kaki Hendry yang duduk di sofa.“Ayah, kumohon jangan mengirimkan aku luar negeri.” Arina menangis memohon.
Arina terisak di sebelahnya.Hendry mendengus lalu menatap pelayan di sebelah Romi.“Sekarang katakan apa yang sebenarnya terjadi?”Pelayan itu sejenak menatap ke sekeliling dengan ekspresi gugup. Ketika tatapan dan bertemu mata dingin Yosua, dia langsung menundukkan kepalanya merasa bersalah dan takut.“Maafkan saya, saya hanya menerima perintah Nona Arina untuk mengantar sampanye itu pada Tuan Yosua. Tapi bukan aku yang memasukkan obat perangsang dalam minum itu, melainkan Nona Arina!” ujarnya sambil menunjuk Arina.Yosua dan Hendry langsung menatap Arina dengan mata ekspresi suram. Perilaku Arina sudah tidak bisa ditoleransi lagi.“Kakak ... ayah ... aku ....” Arina terbata-bata, dia tidak bisa mengelak lagi. Dia menatap ngeri cambuk tebal dan berduri di tangan kepala pelayan.Dia tidak akan bisa membayang rasa sakit saat cambuk itu merobek kulitnya.Dia buru-buru merangkak memeluk kaki ay
“Ayah, apa yang terjadi di sini?”Yosua bertanya heran melihat beberapa orang berkumpul di d ruang keluarga. Kepala pelayan berdiri di samping sofa Hendry.Sementara Yosep dan Romi yang jarang berkumpul duduk di masin sofa. Arina dan Wina berlutut di depan mereka dengan kepala tertunduk.Wina dan Arina mendongak melihat Yosua sudah datang.“Kakak!” Arina hendak merangkak ingin menghampirinya namun langsung dibentak oleh Hendry.“Tetap di tempatmu!” Hendry melempar Arina asbak rokok di atas meja.Asbak itu melayang dan mengenai lantai sampai hancur berkeping-keping di samping.“Kyaaaa ....” Arina berteriak ketakutan dan menangis.Dia buru-buru menjauhi pecahan kaca dan kembali berlutut di sebelah Wina.Dia menundukkan kepalanya sambil terisak ketakutan.Yosua berkedip melihat tindakan ayahnya yang jarang marah menjadi brutal tanpa ragu melempar asbak rokok ke arah adi
“Apa yang sudah kamu lakukan pada suamiku?!” Semua orang menahan napas menonton dengan tertarik apa yang akan terjadi selanjutnya. Leah mendekatinya berpura-pura gugup. “Raelina, aku bisa jelaskan ini ... aku dan Yosua tidak bermaksud melakukan ini di belakangmu ... kami—“ Sebelum Leah menyelesaikan ucapannya, Raelina tiba-tiba mendorong tubuh Yosua dan menghampirinya dnegan cepat. Tangannya terangkat cepat menampar Leah keras. Suara tamparan keras itu bergema di koridor. Tak sampai situ, Raelina menjambak rambut Leah kuat. Semua orang tersentak kaget dan ngeri. “Akh, sakit! Apa yang kamu lakukan?!” Leah menjerit memegang tangan Raelina yang menjambak rambutnya. “Aku tanya apa yang kamu lakukan pada suamiku!” Raelina ganas menarik rambut Leah dengan kedua tangannya. “Kamu berani memberinya obat perangsang! Begitu inginkan kamu mengambil suamiku! Kamu jalang kotor! Beraninya kamu bermain trik kotor me
“Teman-teman ayo sapa kawan lama kita!” Yonis membawa Yosua pada teman-temannya yang berkumpul di sofa. Mereka melambaikan tangan pada Yosua, menyapanya. Yosua menyapa mereka dengan akrab. Sementara istri mereka yang berkumpul bergosip di sebelah sofa para lelaki melirik Yosua dengan pandangan ingin tahu. “Bro, apa kabarmu?” Salah satu pria berdiri sedikit terhuyung-huyung menghampiri Yosua. Tampaknya dia sudah mabuk melihat beberapa botol Wine, Vodka dan sampanye kosong di atas meja kaca. Yosua menahan tubuhnya agar tidak terjatuh ke lantai. “Aldy, terlalu awal untuk mabuk. Hati-hati atau kamu akan dimarahi istrimu.” Dia menggeleng-gelengkan kepalanya dan membantu temannya kembali duduk di sofanya. Pria itu cegukan dengan wajah memerah. “Jangan sebutkan perempuan jalang itu!” raungannya menarik perhatian beberapa tamu Tampaknya pria itu sudah mabuk sepenuhnya dan tidak sadar apa yang dilakukannya. “Kamu
Yosua mengambil cuti kerja satu hari untuk menghadiri pesta ulang tahun Arina bersama Raelina dan Stella.Setelah apa yang terjadi di toko gaun, Yosua sangat enggan datang ke pesta ulang tahun Arina. Namun dia harus hadir karena bukan semata-mata datang ke pesta ulang tahun Arina, karena dia sudah berjanji akan menjenguk orang tuanya bersama Raelina.Pada pukul tujuh malam, Raelina dan Yosua ke kediaman Rajjata untuk menghadiri pesta ulang tahun Arina dengan mobil. Stella ikut bersama mereka. Zeron tidak bisa ikut karena dia harus kerja kelompok di rumah temannya.Saat mereka tiba, Raelina melihat kediaman keluarga Rajjata dipenuhi dengan mobil para tamu yang berdatangan. Halaman kediaman Rajjata yang mewah dipenuhi mobil-mobil mewah yang berjejer.“Apa seperti ini pesta ulang tahun Arina yang selalu di adakan Arina?” Raelina bertanya takjub melihat betapa mewah suasana pesta kediaman Rajjata.Karena ini adalah kediaman seorang J
“Tidak ada. Ayo pergi.” Raelina menarik lengan Yosua mencegahnya melihat Fiona dalam toko.Yosua mengalihkan pandangannya bingung saat Raelina menariknya menjauh dari toko itu.Saat mereka menjauh daro toko gaun itu, Raelina melirik Yosua beberapa kali. Dia menggigit bibir bawahnya gelisah.Penampilan Fiona hari ini membuatnya gelisah. Dia bahkan lupa memberitahu Yosua dia bertemu dengan Arina dan bertengkar dengan adik iparnya.“Ada apa? Kenapa kamu terus melirikku? Ada yang ingin kamu tanyakan?” Yosua menundukkan kepalanya menatap Raelina di sebelahnya.Raelina tersentak gugup dan menggelengkan kepalanya.“Tidak apa-apa,” ujarnya mengalihkan pandangannya ke depan.Yosua mengangkat alisnya bingung, “Kamu aneh hari ini.”Raelina hanya tersenyum datar.“Aku mau ke kamar mandi,” ujarnya melangkah menuju ke kamar mandi tanpa menunggu Yosua.“Apa
Raelina membeku menatap wajah gadis itu. Dia merasa akrab dengan wajahnya.Dia melihat wajah gadis dalam foto yang dikirimkan oleh orang misterius di mana dia berpelukan dengan Yosua beberapa bulan yang lalu?Sudah lima bulan berlalu Raelina menghindari pembahasan tentang gadis itu meski Yosua bekerja sebagai pengawalnya.“Nyonya, kamu baik-baik saja ....” Gadis itu melambaikan tangannya di depan wajah Raelina melihat wanita hamil itu terdiam dengan ekspresi aneh di wajahnyaDia mencemaskan Raelina karena wanita itu sedang hamil.Raelina mengerjapkan matanya tersadar.“Ahh ....” Dia mencoba tersenyum namun wajahnya justru terlihat aneh.Raelina memeluk perutnya yang besar dan berkata pada gadis itu. “Terima kasih sudah menolongku,” ujarnya.Fiona tersenyum lega.“Syukurlah kalau Anda baik-baik saja.” Senyum wanita muda itu sangat lembut.Sekilas orang melihat d