Share

Belahan Jiwa
Belahan Jiwa
Penulis: Intan

1). Hera Aquinsha

Angin berhembus cukup kencang hingga membuat rambut panjangnya yang tertiup angin sedikit berterbangan.

Gadis itu, Hera Aquinsha berdiri menghadap kearah sungai sambil memejamkan kedua mata, menikmati suara gemericik air sungai dan angin yang menerbangkan dedaunan hingga ranting kecil diatas pohon yang berjatuhan.

Kedua kaki telanjangnya melangkah secara perlahan, hingga merasakan dinginnya air sungai Dewarabiru.

Hera lalu berjongkok, memasukkan ujung jemari tangannya kedalam air dan tersenyum tipis begitu merasakan rasa dingin yang terasa nyaman di kulitnya.

Derap langkah kaki yang terdengar dibelakang tubuhnya, tak membuat gadis itu beranjak. Hera tetap diam, merasakan dunia melalui bayangan gelap imajinasi dalam angannya.

"Nona Hera, kita harus segera kembali ke Goldenmoon .... "

"Aku ingin mandi."

Dua orang pelayan wanita yang menemani Hera, sontak langsung saling berpandangan.

Beberapa pengawal yang hendak membawa Hera kembali juga turut melakukan hal yang sama, lalu menatap kearah Hera lagi dengan raut wajah cemas mereka.

Bukannya bersikap tidak sopan karena tidak segera menyanggupi keinginan tuan putri mereka, namun keadaan Hera yang buta membuat Anastasya dan Jesselyn tentu harus berpikir dua kali untuk menuruti perintah tuan putri mereka itu.

Keduanya khawatir, Hera bisa saja terjatuh atau terpeleset ketika berendam di sungai yang penuh dengan bebatuan besar disana.

"Nona Hera .... "

"Sekali saja. Sebelum fajar, aku berjanji akan ikut pulang bersama kalian."

Anastasya dan Jesselyn menarik napas sejenak, tidak tega ketika melihat Hera yang sudah menampilkan raut wajah memelasnya seperti saat ini.

Kedua pelayan wanita itu akhirnya mengangguk pasrah lalu meminta para pengawal pria untuk beranjak pergi dan memberi mereka waktu pribadi.

Anastasya dan Jesselyn segera membantu Hera dengan memegang kedua lengan gadis itu, menuntunnya melangkah masuk kedalam air sungai dengan hati-hati.

Setelah merasa kedalaman air sungai aman untuk berendam, Hera segera di dudukkan hingga sebagian tubuhnya terendam dibalik bebatuan besar. 

Ana dan Jessy langsung menarik kain melintang untuk menutupi tubuh tuan putri mereka.

"Airnya sangat segar." Hera tersenyum, merasakan otot-otot di tubuhnya yang secara perlahan terasa lebih rileks.

Jessy dan Ana turut merasa bahagia kala mendapati senyum manis yang tersungging dari bibir tuan putri mereka itu.

"Kami senang melihat nona Hera bahagia."

"Bisakah kalian ceritakan padaku, apakah sungai disini sangat indah?"

Hera mulai membasuh lengannya sendiri dengan satu tangan dan sesekali tetap dibantu oleh kedua pelayan pribadinya itu.

Ana dan Jessy adalah pelayan yang mengurus Hera sejak gadis itu masih berusia belia, ketiganya beranjak dewasa bersama dan telah menganggap satu-sama lain sebagai saudara.

"Sangat cantik nona, ada begitu banyak pohon rindang yang hijau di tepi sepanjang sungai, ada banyak tanaman bunga dan burung-burung yang berterbangan di atas langit. Air terjun yang berada tepat dibelakang punggung nona juga berkilau ketika terkena sinar matahari."

"Lalu, apakah kalian melihat ada bunga teratai di dekat sini?"

Salah seorang pelayan mulai mengedarkan pandangan, lalu mengulas senyum lebar begitu menemukan tanaman yang tuan putri mereka maksud.

"Ada tanaman teratai di danau sebelah kiri sungai Nona. Meskipun letaknya memang agak jauh dari jangkauan kita."

Hera kembali mengulas senyum tipis.

"Nona Hera, jika kami boleh tahu. Kenapa anda bisa sangat menyukai bunga teratai? Apakah ada hal yang membuat Nona sampai sangat menyukainya?"

Hera memejamkan matanya sekali lagi, mencoba membayangkan seperti apa bentuk bunga teratai yang mengapung diatas air.

"Alpha Elios pernah berkata padaku, bahwa teratai memiliki ciri khas yang berbeda dari jenis bunga lainnya. Meski lingkungan tempat hidupnya kotor dan biasanya berbau tak sedap tapi bunga teratai berusaha menutupinya dengan bentuk daunnya yang lebar, dan mahkota yang indah agar orang yang melihatnya terpukau dan hanya fokus pada keindahannya saja, tanpa peduli dengan lingkungan kumuh dimana tempat teratai itu hidup. Semakin kotor lingkungan tempat bunga teratai itu hidup, maka semakin tinggi kualitas bunga yang tumbuh. Secara tidak langsung, teratai mengajarkan kita untuk menjadikan hinaan dan respon negatif orang lain tentang kita, sebagai motivasi dan alasan untuk pantang menyerah dalam menggapai mimpi. Jangan menjadikan cemo'oh mereka sebagai beban hingga membuat kita minder dan putus asa."

Alpha Elios adalah pemimpin Goldenmoonpack, sekaligus kakak kandung dari Hera.

Setelah kematian kedua orangtua mereka yakni Alpha Eros dan Luna Quin, Hera adalah tanggung jawab Alpha Elios sebagai satu-satunya keluarga Hera yang masih tersisa.

"Alpha Elios juga berkata, Teratai adalah aku. Aku berbeda dari orang-orang yang berada disekitarku. Aku terlahir dengan keadaan buta, tapi aku masih tetap bisa bersinar dengan hati lembut dan kecantikan yang kumiliki. Berkat teratai, aku merasa termotivasi untuk terus menjalani hidup penuh dengan rasa syukur meski terlahir dengan keadaan buta seperti ini."

Ana dan Jesselyn tersenyum. Merasa tersentuh dengan apa yang barusaja Hera ungkapkan.

"Bukankah kakakku itu terlalu berlebihan? Hanya untuk menghiburku, dia bahkan sering menyanjung dan berkata padaku bahwa aku cantik seperti dewi. Bahkan katanya aku memiliki hati yang suci," kata Hera sambil terkekeh pelan. Teringat akan momen-momen indah yang dulu ia lalui bersama Alpha Elios saat mereka masih kecil.

Kini, karena Alpha Elios telah menjadi seorang Alpha. Intensitas kebersamaan mereka jadi jauh lebih singkat karena kakaknya adalah seorang pemimpin sebuah pack ternama.

Hera tidak mungkin terus menjadi prioritas utama.

Hera tidak ingin jadi egois. Gadis itu paham bahwa dirinya tidak bisa terus bergantung pada kakaknya itu.

Menyadari raut wajah Hera yang tampak terlihat sedikit muram secara tiba-tiba, membuat Jessy menyenggol pelan bahu Anastasya yang langsung diangguki tanda mengerti oleh gadis pelayan itu.

"Nona Hera, Apakah anda sangat menginginkan bunga teratai itu? Kami bisa mengambilkannya jika nona mau?"

Bunga teratai terlihat mengapung, di danau yang letaknya tepat berada di seberang sungai. Meski danau itu terlihat lebih kecil dari sungai yang mereka tempati saat ini, tapi kedalamannya jelas jauh lebih dalam hingga membuat Jessy dan Ana sedikit meringis tak yakin.

Hera sepertinya menyadari kegamangan dari kedua pelayan pribadinya itu.

Meski tidak pernah bisa melihat wujud dan bentuk dari bunga teratai, gadis itu tahu dengan benar bunga teratai tidak mudah dijangkau oleh manusia biasa seperti mereka.

Hera menggelengkan kepala. Tidak ingin mengorbankan nyawa salah satu dari pelayan dan pengawalnya hanya demi mengambilkannya sebuah bunga.

"Sepertinya aku butuh waktu sendiri. Bisakah kalian meninggalkanku? Setelah itu bawakan aku baju ganti."

Ana dan Jessy sontak langsung menolak dengan tegas, "Tidak bisa nona Hera. Bagaimana jika nanti terjadi sesuatu hal yang .... "

"Aku tidak akan hanyut. Aku berjanji jika terjadi sesuatu padaku aku akan berteriak dan memanggil nama kalian dengan suara lantang."

Ana dan Jessy saling berpandangan, lalu menatap Hera dengan raut wajah cemas.

Namun usiran halus dari tuan putri mereka terpaksa membuat Ana dan Jessy mau tak mau harus pergi keluar dari dalam air dan meninggalkan sungai.

Hera tersenyum tipis, menyandarkan punggungnya pada batu besar dibelakang punggungnya dan mulai memejamkan kedua mata.

Gadis itu mencoba membayangkan pemandangan indah melalui bayangan imajinasinya. 

Sejak kecil, Hera tidak bisa melihat dunia menggunakan kedua matanya.

Terlahir dalam keadaan buta membuat Hera hanya bisa melihat kegelapan. Hanya ada kekosongan yang nyata.

Namun karena hidupnya dikelilingi oleh orang-orang yang sangat menyayangi dan melindunginya, Hera cukup merasa bahagia meskipun seumur hidup dia akan terus berada di dalam kegelapan.

Tidak ada yang mengenal siapa Hera Aquinsha.

Tidak ada yang tahu bahwa Goldenmoonpack memiliki seorang tuan putri yang sangat cantik namun buta.

Hera menyembunyikan identitasnya sejak dirinya masih kecil.

Hanya Alpha Elios dan orang-orang tertentu di Goldenmoonpack yang mengenal sosok Hera.

Hera membuka kedua matanya ketika merasakan sapuan lembut pada sisi wajahnya secara tiba-tiba.

Gelombang air yang bergerak cukup membuat gadis itu terkejut. Hera menoleh kearah kanan, dimana ia yakin akan kehadiran seseorang disebelahnya.

"Siapa?"

"Teratai."

Bisikan itu sontak membuat Hera merasakan jantungnya berdegup cepat, sebelah tangannya terulur untuk meraih bunga teratai yang menyentuh sebelah pipinya itu.

Gadis itu terdiam dengan tatapan kosong, wajahnya begitu menyiratkan rasa gugup dan takut, "Apakah kamu orang jahat? Dimana Ana, Jessy, dan para pengawal yang menjagaku?"

Tidak ada jawaban.

Hanya ada suara keciprak air yang membuat Hera semakin merasa gelisah.

Namun sengatan di daun telinga kirinya membuat Hera memekik dan bergerak mundur secara sadar.

"D-dimana para pengawalku?"

"Tidur."

"A-apa?"

Hera tergagap.

Tubuhnya mendadak jadi lemas dan semakin bergerak mundur kebelakang. Namun tarikan pada pinggangnya hingga ketika tubuh depannya menghantam tubuh keras nan kokoh seorang pria, reflek membuat Hera menahan napas dan ingin berteriak sebelum mulutnya terbungkam oleh sebuah ciuman.

Hera memejamkan kedua matanya erat.

Dadanya berdentum hebat.

Sengatan yang ia rasakan ketika sentuhan tubuh mereka menghantarkan sebuah percikan membuat Hera tidak bisa berkutik.

Hera hanya bisa mencengkram apapun yang bisa dijangkaunya.

"Mine." Bisikan di samping telinganya itu, membuat Hera merasakan penasaran yang mendalam ketika mendengar suara bass yang dalam milik seseorang.

Terdengar begitu dingin dan juga serak.

Hera yakin sosok itu adalah seorang pria.

"Nona!"

"Nona Hera!"

Ana dan Jessy mengguncang tubuh Hera dengan panik.

Tampak begitu cemas karena Hera tertidur di dalam sungai namun dengan kening berkerut, seakan sedang mengalami mimpi buruk.

"Nona Hera, kami mohon sadarlah!"

Hera tersentak, bangun dengan keringat yang membasahi kening.

Gadis itu lalu mengangkat kedua tangannya kesamping, menggapai udara dan segera meremas kuat lengan Jesselyn yang dirasakannya.

Posisi mereka masih berendam didalam air sungai yang semula dingin namun kini entah sejak kapan telah berubah menjadi terasa hangat.

"Nona, apakah anda baik-baik saja, anda terlihat sangat pucat? Kita harus segera keluar dari dalam air."

Hera mengangguk.

Merasa tubuhnya mendadak lemas dan masih timbul rasa takut. Ana dan Jessy segera membantu Hera berdiri dan membelitkan kain untuk menutupi tubuh tuan putri mereka.

Menuntunnya keluar dari dalam air sungai dan membantunya untuk segera berganti pakaian. Beberapa pengawal segera datang dan bergegas menggiring Hera menuju kereta kuda yang telah siap sedia.

Hera termenung di sepanjang perjalanan pulang, masih dengan sebuah bunga teratai yang berada didalam genggaman tangannya.

Gadis itu menoleh kearah Jessy yang sedang duduk menemaninya didalam kereta kuda, tanpa Anastasya yang sudah menghilang entah pergi kemana. 

Kereta mulai berjalan pelan untuk membawanya kembali menuju Goldenmoonpack.

"Jessy, apakah aku tadi benar-benar tertidur di sungai itu?"

"Benar Nona, Anda bahkan mengigau hingga membuat kami semua khawatir. Maaf karena saya dan Ana mungkin pergi terlalu lama, kami mencarikan baju ganti di sekitar pemukiman warga desa."

Hera kembali terdiam dengan pikiran menerawang.

Sekali lagi dia mengusap bunga teratai dalam genggaman tangannya itu.

"Apa nona yang mengambil bunga teratai itu sendiri?" tanya Jesselyn begitu penasaran sekaligus khawatir.

Mengingat letak bunga teratai itu cukup jauh dari jangkauan manusia. Sungguh Jessy sangat tidak percaya jika Hera yang mengambilnya sendiri.

Namun, tidak ada orang lain lagi selain mereka di sungai Dewarabiru.

Jessy sempat menanyakannya pada beberapa pengawal namun tidak ada yang mengetahui perihal bunga teratai yang Hera dapatkan.

Hera sendiri terlihat enggan menjawabnya, dan memilih melongokan kepala keluar jendela kereta kuda dan menjulurkan satu tangannya untuk merasakan sapuan angin sore.

Mengabaikan rasa penasarannya, Jessy hanya memandangi Hera.

"Jesselyn, apakah matahari sore sudah tenggelam?"

Jessy ikut melongokan kepalanya keluar jendela, melihat kearah langit seraya tersenyum.

"Warna merah dilangit terlihat begitu indah nona. Coba pejamkan kedua mata anda dan bayangkan cahaya matahari tenggelam dengan diiringi suara nyanyian burung-burung yang berterbangan diatas langit, angin berhembus menerpa wajah anda dan .... "

Namun begitu Hera mulai memejamkan kedua matanya, dia hanya bisa melihat siluet tubuh basah seorang pria dengan punggung kokoh yang tampak berdiri membelakanginya.

Hera tanpa sadar meremas bunga teratai ditangannya sendiri dengan raut wajah cemas sebelum gadis itu jatuh pingsan di dalam kereta kuda.

"Nona Hera!"

Komen (3)
goodnovel comment avatar
kostomahsabira
wahh sepertinya aku mulai tertarik dengan genre novel seperti ini.
goodnovel comment avatar
1901010109
allolooooo
goodnovel comment avatar
Kikiw
penggunaan bahasanya enak, suka
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status