Suara tirai yang dibuka, mengusik tidur Hera.
Gadis itu langsung mengambil posisi duduk dengan nyaman di atas ranjang ketika merasakan seseorang yang berada di dalam kamarnya.
Bukan Zeus, melainkan aroma tidak asing yang telah menemaninya sejak Hera masih kecil.
"Anastasya, kau kah itu?"
Anastasya tersenyum lembut saat mendengar Hera yang menyadari keberadaannya.
Pelayan itu segera melangkah mendekat, lalu menunduk hormat untuk menyapa Hera.
"Selamat pagi Queen Hera, apakah tidur Anda nyenyak semalam?"
Hera tersenyum lebar dan segera merentangkan kedua tangannya, meminta Ana mendekat dan mereka berpelukan begitu erat.
"Kenapa kamu memanggilku begitu Ana, aku lebih suka kau memanggilku Nona Hera seperti biasa?"
"Karena Anda kini bukan lagi hanya sekedar seorang tuan putri Goldenmoon pack. Anda kini sudah menjadi seorang ratu di Istana kegelapan ini, Yang Mulia."
Anastasya lalu mengurai pelukan mereka dan segera membantu Hera yang turun dari atas ranjang.
"Queen Hera. Atas kejadian kemarin, tolong maafkan saya karena telah meninggalkan Anda di kereta kuda sendirian. Saya sangat cemas ketika beberapa pengawal melapor bahwa Anda pergi ke danau sendirian lalu tiba-tiba Anda menghilang begitu saja."
Hera hanya menganggukkan kepala dan tersenyum maklum.
"Tak apa Ana. Aku tahu kau punya urusan pribadi. Oh ya, kapan kau tiba? Apakah Enrico yang membawamu kemari?"
Ana tiba-tiba teringat pada Enrico yang kemungkinan besar sedang di hukum oleh Zeus.
Pria itu bisa jadi akan mengalami patah tulang karena Zeus terlihat begitu marah ketika mereka baru tiba di Istana Darken pagi ini.
"Kami baru tiba pagi ini Queen Hera. King Demon Zeus sedang bicara dengan Tuan Enrico saat ini."
Dibantu Ana, Hera dituntun menuju sebuah pintu besar yang langsung terhubung dengan sebuah ruangan luas berisikan kolam untuk Hera mandi.
Tiga orang pelayan wanita hormat siap melayani air hangat dan berdiri disisi samping kolam renang.
Hera segera melepaskan pakaian yang dikenakannya dengan dibantu oleh Ana lalu masuk kedalam kolam dengan hati-hati. Airnya terasa sangat hangat dengan aroma segar yang menguar.
Hera mendesah lega, lalu merasakan pijatan lembut dari kedua bahunya secara tiba-tiba.
Menyadari pelayanan di Istana Darken yang tampak begitu memanjakan dirinya membuat Hera tersenyum bahagia.
Secara tidak langsung, mereka yang tinggal di dalam istana kegelapan ini telah menerima kedatangan Hera tanpa diduga.
Awalnya, Hera sempat berpikir, tidak akan mudah diterima di tempat ini ketika mereka menyadari keterbatasan fisiknya.
Karena, orang buta selalu dipandang sebelah mata oleh orang yang terlahir sempurna.
"Queen Hera, apa yang sedang Anda pikirkan?"
Hera tersenyum tipis lalu menggelengkan kepalanya pelan.
"Tidak ada. Aku hanya masih tidak menyangka ternyata kau adalah mate dari tangan kanan King Demon Zeus. Omong-omong kapan kalian berdua bertemu untuk yang pertama kalinya Ana?"
Ana tersenyum gugup, "Dihari ketika kita kembali dari sungai Dewarabiru Queen Hera. Mohon maafkan saya karena saat itu saya menghilang begitu saja." Ana meringis merasa sangat bersalah.
Namun, Hera tersenyum maklum.
Sejak bertemu dengan Enrico, pelayan setia-nya itu memang sering menghilang tanpa kabar.Namun, itu bukan masalah.
Anastasya sedang dimabuk cinta setelah sekian lama akhirnya bisa menemukan pasangannya.
"Aku sudah selesai."
Hera segera keluar dari dalam kolam pemandian dan segera digiring untuk berganti pakaian.Gadis itu kini sudah berpindah untuk duduk dikursi depan meja rias, ketika salah seorang pelayan mulai menyisir rambut panjangnya dengan sangat hati-hati.
Pantulan wajah Hera terlihat bersinar dari cermin, membuat semua pelayan yang berdiri menunduk dibelakang tubuhnya diam-diam mengagumi kecantikan belahan jiwa sang penguasa kegelapan itu.
Ana mengulas senyum tidak menyadari tatapan memuja dari pelayan yang Zeus pekerjakan.
"Apakah kalian bertiga tidak ingin memperkenalkan diri?"
Pelayan wanita itu sontak terkejut dan terkejut langsung menunduk dalam.
Hera terkekeh gemas ketika menyadari kegugupan mereka.
"Aku tidak menggigit, kenapa kalian terasa sangat canggung. Ayo perkenalkan diri kalian? Aku akan mendengarkannya dengan baik."
Salah seorang dari mereka akhirnya berdehem sebentar dan mulai memperkenalkan diri.
Ana merasa bangga pada pribadi Hera yang begitu ramah dan mudah berbaur.
Sejak kecil, Hera Aquinsha dikenal memiliki pribadi yang hangat dan lembut.Meski terlahir buta, Hera memiliki hati yang luar biasa baik.
Maka tak heran jika banyak pelayan di Istana Darken yang dengan mudah bisa mengaggumi tuan putri dari Goldenmoonpack itu.
Hera terlihat cantik dengan gaun seorang ratu berwarna emasnya lengkap dengan mahkota diatas rambut panjangnya yang terurai panjang.
Begitu anggun, elegen dan sangat berkelas.
Begitu membuka pintu kamar, ada banyak pelayan istana Darken yang sudah berbaris rapi tepat di depan pintu kamar.
Ana mengamatinya dengan kening berkerut bingung.
"Queen Hera? Apakah Anda sudah selesai Bersiap?"
Hera mengangguk dan tersenyum tipis mendengar suara Marrine.
Namun ketika Hera menyadari tidak hanya Marrine yang berada dihadapannya kini, Hera langsung menautkan kedua alisnya dengan kening berkerut bingung.
"Marrine, apa yang sedang terjadi disini?"
Marrine menunduk hormat dan segera buka suara untuk mewakili para pelayan yang berdiri dibelakangnya.
"King Demon Zeus telah mengijinkan semua pelayan bekerja selama 24 jam. Dengan syarat, mereka harus melayani dan mengikuti semua yang Queen Hera perintahkan. Saya ingin menyampaikan ini sebagai perwakilan para pelayan disini."Jika saja Hera bisa melotot, gadis itu mungkin sudah berteriak dan membelalakkan kedua matanya tak percaya.
Namun yang terjadi, Hera justru merasakan tubuhnya yang lemas dan hampir limbung jika saja tidak segera ditahan oleh Ana dan beberapa pelayan yang berdiri tepat dibelakang tubuhnya.
Semua orang yang memekik khawatir, bergerak secara reflek ingin menolong Ratu mereka yang tubuhnya oleng.
"Queen Hera, Apakah Anda baik-baik saja?"
Hera mengangguk terharu.
"Jadi, Yang Mulia mengijinkanku melakukan apapun yang ku inginkan di dalam Istana ini?"
"Benar Queen Hera." Sontak saja, Hera langsung tersenyum lebar dengan penuh semangat.
***
Zeus berdiri di balik dinding kaca besar yang terletak di ruang kerjanya.
Pria dengan jubah kebesarannya itu berdiri dilantai teratas, menyaksikan semua aktifitas yang sedang dilakukan Hera di halaman depan Istana. Gadis itu terlihat sedang menyebar bibit bunga matahari di atas tanah gersang yang sudah di cangkul oleh beberapa pekerja pria sebelumnya.
Hera terlihat begitu antusias, meminta semua pelayan membersihkan kolam, menyiapkan pagar, mencabuti rumput dan sesekali membantu mengangkat dan memindahkan bebatuan kecil dengan dibantu oleh Anastasya.
Zeus hanya menatap seluruh aktifitas itu dengan wajah datar.
Kedua tangannya terlipat didepan dada, tidak menyangka bahwa Istana Darken benar-benar akan dirubah oleh belahan jiwanya menjadi Istana penuh warna.
Meski mengijinkan, Zeus sebenarnya sedikit merasa kesal ketika melihat Hera yang penuh keringat bermain tanah hingga wajah cantiknya menjadi kotor.
"Yang Mulia."
Zeus mendengar suara Enrico dibelakang tubuhnya.
Pria itu sedang menunduk dan memberikan rasa hormat dengan wajah yang masih dipenuhi luka cakar dan beberapa goresan di lengannya.
Bukan Zeus yang menghajarnya, melainkan empat binatang peliharaannya yang sengaja dia lepaskan untuk memberikan pelajaran sekaligus mengetes kemampuan kepercayaannya itu.
"Kuharap kau membawa kabar baik Enrico."
Enrico mengangguk mantap.
"Mengenai mata-mata yang kita interogasi diruang bawah tanah. Siluman itu akhirnya mengakui siapa tuannya."
Zeus melirik Enrico sekilas melalui ekor matanya.
"Semudah itu?"
"Ya. Tentu saja semudah itu karena kami mengancam akan melenyapkan pasangannya, jika dia tidak mau mengaku."
Zeus masih menatap Hera dengan wajah sulit ditebak.
Pria iblis itu sedang mendengus miris karena merasa kelemahan semua makhluk imortal itu sama.
Pasangan mereka, adalah kelemahan muthlak.
Dan memiliki pasangan yang lemah bahkan buta seperti Hera, tentu membuat Zeus diserang rasa cemas.
Pria itu perlu meningkatkan kewaspadaan dan pengawasan ekstra agar musuhnya tidak tahu keberadaan Hera dan tahu apa kelemahannya.
"Siapa tuannya?"
"Sang penguasa lautan, King Darius."
Zeus menggeram. Kedua tangannya terkepal kuat dengan iris mata berkilat merah ketika menoleh menatap Enrico.
Merasakan suhu ruangan yang semula dingin berubah menjadi panas dan mencekam, Enrico semakin menundukan sebuah kepalanya dan tidak ingin menatap Zeus yang bahkan telah keluar dari gigi taringnya.
"Makhluk terkutuk itu, benar-benar menginginkan perang saudara ternyata," geram Zeus, dengan suara serak yang dalam.
Enrico segera bertekuk lutut ketika Zeus berjalan melewatinya.
Pria iblis itu melangkah keluar ruangan, yang segera Enrico susul.
Alih-alih menghilang menggunakan portal seperti biasanya, Zeus malah menggunakan kedua kakinya untuk menuruni anak tangga yang melingkar panjang.
Zeus bahkan berhenti di anak tangga lantai tiga sebelum mengedarkan pandangannya disekeliling ruangan.
Enrico mematung, ikut mengamati perubahan besar yang membuat pria itu merasa takjub.
Semua tirai didalam kerajaan terbuka lebar hingga cahaya matahari menyeruak masuk dan memantulkan cahaya kecil dari kaca-kaca yang sengaja di letakan di setiap sudut ruangan.
Beberapa guci kecil yang biasanya kosong telah diisi dengan tanaman bunga dengan berbagai jenis.
Enrico sampai berdecak kagum mengamatinya.
"Luar biasa, Queen Hera telah berhasil mengubah Istana yang terkenal angker menjadi Istana penuh warna-warni. Apakah anda tidak masalah dengan semua perubahan ini, Yang Mulia?"
Zeus memilih diam dan kembali melanjutkan langkah kakinya menuruni anak tangga.
Entah akan pergi kemana, kini Enrico memilih melesat cepat hingga ia tiba di samping kolam.
Ana yang melihat kedatangan Dracula itu sampai melotot karena terkejut.
"Queen Hera."
Hera menoleh kearah suara Enrico terdengar.
Satu tangannya mengusap keringat yang mengalir di kening, menggunakan punggung tangan.
Marrine dan para pelayan segera memberi salam hormat ketika melihat orang kepercayaan Zeus itu sudah berdiri diantara mereka.
"Tuan Enrico, kau kah itu?"
Enrico menggeleng geli, "Panggil saja saya Enrico, Yang mulia Ratu. Karena saya tidak ingin terdengar tua."
Hera mengangguk mengerti.
"Apa yang membuatmu datang kemari? Ingin menjemput Anastasya?"
Enrico melirik sekilas kearah pasangannya lalu mengedipkan sebelah matanya menggoda.
Ana hanya melengos dengan wajah yang terasa panas menahan malu.
"Tidak sepenuhnya benar Queen Hera. Tapi alasan saya yang sebenarnya adalah untuk menawarkan bantuan. Anda terlihat sibuk sekali hingga membuat saya terkagum-kagum. Jika Anda berkenan, saya bisa menyuruh Rex, Leon, Zoe, dan Leona hutan bagian belakang Istana untuk dibangunkan taman juga, bagaimana?"
Marrine dan semua pelayan mendadak tercengang, ketika melihat seringai jahil Enrico terbit dari bibir tipisnya.
Sementara Ana dan Hera yang tidak mengerti, hanya mengerutkan kening mereka bingung.
"Siapa itu Rex, Leon, Zoe? Apakah mereka seorang penyihir?"
Marrine menunduk hormat dan segera menjelaskan.
"Maaf Queen, mungkin tuan Enrico hanya bercanda. Rex, Leon, Zoe, dan Leona adalah binatang peliharaan King Demon Zeus."
Semua pelayan merinding bukan main terutama ketika mengingat betapa buasnya binatang yang katanya peliharaan kesayangan raja mereka itu.
Zeus bahkan tidak segan untuk melepas liarkan mereka jika ada yang berani membuat rusuh di dalam Istana.
Beberapa pelayan pernah menjadi korban dan santapan makan siang keempatnya.
Hera yang mendengar kata binatang peliharaan, tiba-tiba tersenyum cerah, binatang peliharaan yang pasti lucu seperti binatang atau kucing.
Meski tidak bisa melihat, Hera sudah pernah menyentuh makhluk menggemaskan itu ketika Alpha Elios membawakannya sekembalinya dari berburu.
Alpha Elios bilang, burung atau kucing biasa dijadikan binatang peliharaan karena mereka sangat lucu dan binatang yang jinak.
"Benarkah? Binatang apa itu, apa semacam kucing dan burung? Apa mereka terlihat sangat lucu Enrico?"
Enrico tergelak keras, merasa begitu gemas akan sifat polos ratunya itu.
Ana secara reflek langsung mencubit lengan Enrico hingga Pria Drakula itu tersenyum penuh maksud kearahnya.
"Bukan kucing atau burung Queen Hera. Lebih tepatnya dua ekor macan betina dan dua ekor singa jantan. Mereka sangat liar dan berbahaya."
Hening.
Hera langsung terdiam tanpa suara.
"Tapi saya serius, jika Ratu Hera menginginkannya ...."
"Tuan Enrico! Tolong jangan bercanda, atau King Demon Zeus akan sangat marah jika sampai binatang kesayangannya ...."
"Aku ingin bertemu dengan mereka."
Semua orang menoleh kearah Hera dengan wajah terkejut.
Bahkan Enrico sampai ternganga ketika Hera malah mengulas senyum tipis tanpa disangka-sangka.
Ana segera menahan satu lengan Hera karena merasa ide itu terlalu berbahaya.
"Queen Hera, tolong jangan bercanda ...."
"Aku ingin bertemu dengan mereka. Enrico bisakah kau antarkan aku untuk bertemu dengan binatang peliharaan King Demon Zeus itu?"
Seera membuka satu matanya, memastikan Hera benar-benar telah keluar dari dalam kamar meninggalkannya sendirian. Setelah yakin jika kondisi sudah aman, gadis kecil itu segera melompat turun dan berlari ke arah pintu. Sebelumnya Seera sudah mengambil gunting untuk memangkas bagian bawah rok gaun yang dikenakannya hingga sebatas lutut, membuat gaun panjang yang Seera kenakan menjadi gaun pendek agar memudahkan gadis itu bergerak nantinya. Tidak ada waktu untuk berganti baju, karena kesempatan untuk kabur seperti saat ini adalah hal yang paling langka Seera dapatkan. Seera kemudian berjalan mengendap-endap menuju kearah belakang Istana Kastil. Masuk kedalam kandang kuda menghampiri salah satu kuda pony berbulu putih kesayangannya. Delmon, salah seorang penjaga kudalanjut usia yang melihat kedatangan Seera segera berjalan mendekati tuan putri Istana Darken itu dengan tubuh sedikit membungkuk sopan. "Princess Seera, apa yang ingin and
Seera Aquinsha terlihat sedang berdiri di pembatas balkon, menatap kearah halaman samping Istana Darken dengan kedua tangan menopang dagu. Gadis kecil itu terlihat sedang dalam kondisi suasana hati yang buruk, terbukti dari bibir cembetut dan wajah ditekuknya. Tak lama kemudian, muncul sosok Marrine yang sedari tadi dibuat panik mencari-cari keberadaan Seera, dan langsung tersenyum lega begitu kedua netranya berhasil menemukan tuan putri dari Istana kegelapan itu. Marrine segera mendekat dan berdiri tepat di sebelah gadis kecil yang mengenakan gaun berwarna biru muda itu, ikut memperhatikan apa yang sedari tadi tampak menyita perhatian Seera. "Princess Seera, apa yang sedang anda lakukan disini, kita harus kembali melanjutkan latihan tata krama anda sekarang juga." "Aku bosan." "Tapi Princess, jika Queen Hera tahu nanti anda akan kena marah." Seera terlihat menghela napas kesal, sekali lagi kedua matanya kembali
1 TAHUN KEMUDIAN.Hera berlari kecil meninggalkan taman bunga dengan menenteng rok gaun panjangnya menggunakan kedua tangan. Terus mengabaikan teriakan Marrine yang masih terdengar beberapa kali dibelakang sana.Senyumnya tak pernah pudar begitu mendengar kabar bahwa Zeus telah kembali.Sementara tak jauh dari posisinya, terlihat Marrine yang tampak sudah berhenti berlari dengan napas terputus-putus, mengusap keringat di keningnya sendiri menggunakan punggung tangan.Di usianya yang sudah bisa dikatakan tua ini, wanita setengah baya itu sudah tidak bisa lagi berlarian menyusul Hera yang telah menjauh. Marrine hanya bisa mengawasi ratunya itu dari arah kejauhan, meringis ngeri ketika melihat Hera yang beberapa kali terlihat hampir terjatuh karena tak sengaja menginjak rok gaunnya sendiri.Hera bahkan sudah berlari menaiki ribuan anak tangga pelataran yang akan membawanya kearah kastil Istana Darken yang terlihat semak
"Bukan begitu caranya!" Zeus mendelik. Merasa kesal karena Hera berulang kali terus memarahinya bahkan membentaknya. Akhir-akhir ini, Hera menjadi melunjak dan berani bersikap sok di hadapan King Demon Zeus. Seperti saat ini contohnya, raut wajah wanita itu tetap terlihat biasa saja meski King Demon Zeus sudah menampilkan wajah garangnya, tapi seakan sudah kebal dengan tatapan seperti itu, Hera lalu melengos tidak peduli sambil membenarkan posisi tubuh Ares dengan benar diatas pangkuan iblis itu agar bayi kecil mereka merasa nyaman. Ares sudah tidak menangis setelah Hera selesai menyusuinya lagi. Bayi kecil laki-laki itu memang sangat rakus dan kini tengah mengulum satu ibu jari tangan kanannya bahkan terlihat pasrah-pasrah saja ketika tubuhnya dijadikan kelinci percobaan oleh kedua orangtua kandungnya itu. "Letakkan tangan kirimu dibawah kepala antara leher dan kepalanya. Jangan mengabaikannya Zeus, kalau sampai salah nanti kepala Ares bisa tengleng." "Tengleng?" King Demon Zeus
"Hera?" Hera terkejut begitu ia terbangun dan langsung mendapati Alexa berada di dalam kamarnya. Wanita itu tampak mengamati sekeliling kamar, untuk memastikan bahwa dirinya benar-benar masih berada di dalam kamarnya di Istana Darken. "Luna Alexa, kau?" Alexa langsung menubruk tubuh Hera begitu saja, memeluknya. "Hera maafkan aku." Hera benar-benar terlihat masih tampak linglung. Nyawanya sepenuhnya belum terkumpul. Lalu ketika ia melihat kearah box bayi, Ares tiba-tiba sudah tidak berada di sana, membuat wanita itu panik. "Putraku! Dimana putraku Ares?" Alexa segera mengurai pelukan mereka dan menenangkan Hera. "Anastasya telah membawanya ke luar, sedang bermain bersama Abercio dan Alexandre." "Alexandre disini?" Alexa mengangguk."Aku sengaja membawanya kesini." Hera segera mengambil kedua tangan Alexa dan menatap tepat kedalam bola mata kakak ipar
"Saya benar-benar sangat terkejut ketika melihat anda tadi Yang Mulia Ratu."Ana sudah duduk dikursi sofa setelah tersadar dari pingsannya, wanita itu terus memperhatikan ratunya yang saat ini sudah menidurkan Pangeran Ares didalam box bayi seraya mengusap pelan puncak kepala bayi lelaki itu.Melihat Hera yang terus tersenyum mengamati Pangeran Ares, sungguh membuat Anastasya merasa terharu. Pasalnya baru kali ini Ana bisa melihat interaksi ratunya itu dengan anak kecil."Saya sudah mengirimkan pesan ke Goldenmoon pack tentang kembalinya anda Yang Mulia Ratu. Saya rasa Alpha Elios sedang merayakan kebangkitan anda kali ini."Hera kemudian segera duduk di single sofa tak jauh dari Anastasya berada."Apakah kakakku pergi ke Istana Darken ketika berita kematianku diumumkan, Ana?"Anastasya tampak terdiam."Ana, cepat ceritakan padaku apa yang sebenarnya sudah terjadi."