Zeus duduk dikursi kebesarannya dengan jubah hitam besar yang membalut punggung kokohnya.
Pria iblis itu menatap tajam kearah depan, tepatnya pada beberapa kawanan makhluk yang tengah bersujud dibawah singgasananya.
Zeus masih diam, sudah lebih dari satu setengah jam dan membiarkan seorang raja Vampir hingga beberapa makhluk lain memohon ampun karena telah melakukan satu kesalahan besar.
Membunuh para penyusup dan mata-mata tanpa menunggu perintah darinya yang merupakan penguasa di dunia kegelapan adalah kesalahan fatal yang seharusnya tidak mereka lakukan.
Bahkan meskipun Zeus dalam keadaan tidur panjang sekalipun, tidak ada satu pun yang boleh menghabisi musuh tanpa menunggu keputusan darinya.
Zeus merasa tidak di hargai.
Dirinya adalah seorang penguasa di dunia penuh kegelapan ini.
Raja dari segala raja.
Seluruh makhluk harus tunduk dan patuh dibawah kakinya.
Bahkan makhluk paling keji sekalipun akan menunduk jika bertemu dan bertatap muka langsung dengan pria iblis itu.
"Yang mulia, mohon maafkan kesalahan kami. Kami hanya berusaha melindungi kastil istana selama anda pergi. Kami tidak mencoba bersikap lancang apalagi mencari perhatian seperti yang anda pikirkan. Tolong ampuni kesalahan kami, Yang mulia Raja."
Raja Vampir bersujud kaku dengan wajahnya yang memang sudah pucat pasi.
Hembusan angin terasa kuat hingga menggetarkan bangunan Istana Darken. Seorang penyihir tiba-tiba sudah jatuh terpelanting dan tubuhnya langsung membentur dinding. Tubuhnya telah hancur dan berubah menjadi butiran debu adalah sebagian kecil dari bukti betapa murka-nya sang penguasa kegelapan saat ini.
Semua makhluk disana tetap tunduk, tidak berani mengangkat kepala dan hanya melirik singkat dengan prihatin kearah seorang penyihir bernama Nori tanpa mau membantu.
Mereka semua lebih memilih melindungi nyawa masing-masing dari amukan Zeus yang sedang murka.
"Siapa yang akan bertanggungjawab!" Zeus berteriak dengan suara lantang.
Bahkan suaranya mampu menggetarkan bangunan kastil istana hingga orang yang berada disekitarnya gemetar. Beberapa petinggi dari ras, makhluk dan bahkan para siluman sudah bersimpuh dan mencium lantai ketika sang raja berdiri dengan wajah bengisnya.
"Katakan padaku siapa yang ingin bertanggung jawab, Sialan ?!"
BUGH!
Sekali lagi, kali ini sang raja Vampir yang terlempar jatuh hingga merobohkan guci besar di dekat pintu masuk.
Wajah kesakitannya telah berganti menjadi abu dalam kurun waktu singkat, hingga membuat semua makhluk disana menahan napas mereka tanpa sadar.
"Lancang sekali kalian semua membunuh para penyusup itu tanpa meminta persetujuan dariku!"
"Yang Mulia, tolong ampuni kami. Kami akan mencari tahu siapa para penyusup itu, kami bersumpah akan membawa tubuh mereka kehadapan Anda hidup-hidup agar Anda bisa mencari tahu sendiri siapa tuan mereka."
Edward yang baru saja buka suara langsung jatuh terduduk setelah tubuhnya terasa dibanting oleh sesuatu yang tidak terlihat.
Beberapa tulangnya terasa remuk dan tidak bisa digerakan.
Suasana semakin terasa mencekam.
Tidak ada yang berani buka suara, sebelum tiba-tiba ...
"Yang Mulia, saya datang membawa kabar baik!"
Seluruh makhluk disana secara serempak menolehkan kepala mereka kearah ambang pintu masuk ketika terdengar suara teriakan dari arah luar pintu.
Mereka segera memberi salam hormat ketika melihat Enrico, orang kepercayaan Zeus yang sudah masuk secara tiba-tiba bagaikan seorang pahlawan kesiangan.
Menyadari Enrico yang datang dengan maksud untuk meredam sedikit Kemarahan Zeus, semua makhluk diruang rapat itu segera menyingkir pergi dengan langkah hati-hati. Meninggalkan Zeus dan Enrico di dalam ruang rapat dengan helaan napas lega.
"Kabar baik macam apa yang membuatmu sampai mengganggu waktu rapatku Enrico?"
Enrico menunduk sambil meringis pelan, memberi salam hormat sebelum kembali mengangkat kepalanya.
Ditatapnya wajah tuannya itu dengan serius.
"Ada seorang manusia di Goldenmoonpack, Yang Mulia."
Sontak saja iris mata Zeus berubah menjadi semerah darah. Sosok manusia Iblis itu menggeram ketika membayangkan darah segar manusia murni yang ingin di santapnya malam ini.
"Manusia?"
"Ya. Lebih tepatnya ... pasangan dari manusia setengah serigala, Alpha Elios."
Zeus menatap Enrico dengan alis terangkat, "Seorang Luna?"
"Benar Yang Mulia."
Zeus melangkahkan kedua kakinya menuruni anak tangga secara perlahan dan menyeringai senang ketika berada tepat satu jengkal di hadapan Enrico.
"Hanya karena kabar seperti itu, kau sampai harus menjadi pahlawan kesiangan Enrico?"
Enrico menelan ludah susah payah.
"Mohon ampun, Yang Mulia .... "
"Baiklah." Ditepuknya dua kali bahu Enrico dan meremasnya dengan sedikit kasar. Enrico sedikit meringis dan mengeluarkan taringnya karena menahan rasa sakit ketika kuku jari Zeus menusuk tepat dagingnya hingga mengeluarkan darah anyir.
"Lalu bagaimana dengan gadis yang kutemui di perbatasan?"
Tubuh Enrico menegang untuk beberapa saat.
"Sa-saya kehilangan jejaknya, Yang Mulia"
"Kehilangan jejaknya? Yang benar saja." Zeus mendengus sinis.
"Baru kali ini kau lengah hanya untuk tugas kecil mengawasi seorang gadis lemah Enrico." Enrico meringis merasa bersalah.
"Ampun, Yang mulia."
"Lain kali, cari alasan yang lebih berkelas untuk mengelabuhiku bodoh!"
BUGH!
Enrico mengumpat tanpa suara. Ketika satu tonjokan dari kepalan tangan Zeus berhasil mematahkan tulang hidungnya.
Zeus jelas menyadari apa yang terjadi pada tangan kanannya itu. Enrico yang tidak pernah sekalipun melakukan kesalahan dalam menjalankan tugasnya sampai lengah seperti saat ini. Dan semua itu terjadi karena tidak sengaja malah dipertemukan dengan pasangannya.
Setelah lebih dari ratusan tahun hidup, pada akhirnya penantian Enrico menemui titik terang. Hingga dirinya dibuat lupa pada tugas dan tanggung jawab yang Zeus perintahkan. Dirinya malah terbangun dalam keadaan telanjang didalam sebuah goa tanpa bisa menemukan partner pasangan bercintanya berada.
Zeus mendesis dengan gigi taring yang sudah mencuat, "Jangan culik manusia itu. Aku sendiri yang akan datang untuk menjemputnya."
Enrico menoleh cepat kearah Zeus dan menatapnya tidak setuju.
Seorang penguasa tertinggi ingin kerajaan kecil antah-berantah seperti Goldenmoonpack, apakah Zeus sedang bercanda?
Sejak kapan makhluk arogan itu mau repot-repot hanya untuk mendapatkan seekor mangsa.
"Yang Mulia, apakah Anda yakin?"
Zeus menatap jauh kedepan, dengan wajah yang kembali berekspresi datar.
Netra merah pria itu juga telah berubah kembali menjadi normal.
"Aku ingin memastikan sesuatu."
Enrico segera menundukan kepala ketika Zeus melangkah pergi melewatinya.
Setelah langkah ketiga, kepulan asap hitam muncul dan menghilangkan tubuh Zeus yang tinggal angin lalu.
Enrico kemudian berdecak saat menatap bahunya yang terluka lebar dengan aliran darah yang mengalir karena luka yang sengaja diberikan oleh Zeus.
"Oh sayangku, kau harus dihukum karena menggodaku disaat aku tengah bekerja." Decak Enrico kesal.
Enrico sudah melesat secapat angin, meninggalkan kastil yang berubah menjadi kosong dan sunyi.
Begitu dingin dan mencekam.
Siapapun yang masih berada disana, akan merasakan aura mistis yang begitu kental karena dipenuhi dengan aura magis.
Sementara Zeus telah masuk kedalam sebuah ruangan gelap dimana seorang manusia telah menunggunya untuk disantap.
Seorang gadis yang ia temukan tak jauh dari hutan perbatasan.
Zeus menyeringai keji, dengan netra berwarna merah menyala-nyala ketika tubuhnya melesat dan segera meraih leher gadis itu- yang sudah menangis keras dalam genggaman.
Zeus mendekatkan mulutnya, bersama dengan pasangan gigi taringnya yang telah mencuat keluar.
"Berapa usiamu?"
"D-dua ... dua puluh tahun Tuan," jawabnya dengan suara terbata.
Zeus menghirup sebentar aromanya, meresapi harum darah suci yang sangat segar. Dijilatinya dengan sensual sebelum menancapkan sepasang gigi taringnya tepat di antara perpotongan leher dan bahu hingga manusia itu menjerit dan menangis keras.
Zeus menyedot habis darahnya hingga makhluk lemah itu mati tak berdaya sebelum tubuhnya dilemparkan begitu saja hingga masuk kedalam sebuah kandang bawah tanah, berisikan empat binatang peliharaan kesayangannya.
Dua ekor macan betina dan dua ekor singa jantan itu dengan begitu suka rela menikmati daging manusia bekas tuannya itu.
Zeus mengusap pelan sudut bibirnya yang terdapat bercak darah lalu menyeringai kejam.
Matanya terpejam mengingat kembali bayangan tubuh mungil seorang gadis yang ditemuinya di sungai Dewarabiru.
Seorang gadis yang tampak begitu manis, lugu dan juga rapuh.
Gadis itu buta.
Seorang gadis yang suka bunga teratai.
"Hera Aquinsha, dia milikku."
Desisnya dengan kedua tangan mencengkram kuat pagar yang menjadi pembatas kandang binatang buas dibawah sana.
Seera membuka satu matanya, memastikan Hera benar-benar telah keluar dari dalam kamar meninggalkannya sendirian. Setelah yakin jika kondisi sudah aman, gadis kecil itu segera melompat turun dan berlari ke arah pintu. Sebelumnya Seera sudah mengambil gunting untuk memangkas bagian bawah rok gaun yang dikenakannya hingga sebatas lutut, membuat gaun panjang yang Seera kenakan menjadi gaun pendek agar memudahkan gadis itu bergerak nantinya. Tidak ada waktu untuk berganti baju, karena kesempatan untuk kabur seperti saat ini adalah hal yang paling langka Seera dapatkan. Seera kemudian berjalan mengendap-endap menuju kearah belakang Istana Kastil. Masuk kedalam kandang kuda menghampiri salah satu kuda pony berbulu putih kesayangannya. Delmon, salah seorang penjaga kudalanjut usia yang melihat kedatangan Seera segera berjalan mendekati tuan putri Istana Darken itu dengan tubuh sedikit membungkuk sopan. "Princess Seera, apa yang ingin and
Seera Aquinsha terlihat sedang berdiri di pembatas balkon, menatap kearah halaman samping Istana Darken dengan kedua tangan menopang dagu. Gadis kecil itu terlihat sedang dalam kondisi suasana hati yang buruk, terbukti dari bibir cembetut dan wajah ditekuknya. Tak lama kemudian, muncul sosok Marrine yang sedari tadi dibuat panik mencari-cari keberadaan Seera, dan langsung tersenyum lega begitu kedua netranya berhasil menemukan tuan putri dari Istana kegelapan itu. Marrine segera mendekat dan berdiri tepat di sebelah gadis kecil yang mengenakan gaun berwarna biru muda itu, ikut memperhatikan apa yang sedari tadi tampak menyita perhatian Seera. "Princess Seera, apa yang sedang anda lakukan disini, kita harus kembali melanjutkan latihan tata krama anda sekarang juga." "Aku bosan." "Tapi Princess, jika Queen Hera tahu nanti anda akan kena marah." Seera terlihat menghela napas kesal, sekali lagi kedua matanya kembali
1 TAHUN KEMUDIAN.Hera berlari kecil meninggalkan taman bunga dengan menenteng rok gaun panjangnya menggunakan kedua tangan. Terus mengabaikan teriakan Marrine yang masih terdengar beberapa kali dibelakang sana.Senyumnya tak pernah pudar begitu mendengar kabar bahwa Zeus telah kembali.Sementara tak jauh dari posisinya, terlihat Marrine yang tampak sudah berhenti berlari dengan napas terputus-putus, mengusap keringat di keningnya sendiri menggunakan punggung tangan.Di usianya yang sudah bisa dikatakan tua ini, wanita setengah baya itu sudah tidak bisa lagi berlarian menyusul Hera yang telah menjauh. Marrine hanya bisa mengawasi ratunya itu dari arah kejauhan, meringis ngeri ketika melihat Hera yang beberapa kali terlihat hampir terjatuh karena tak sengaja menginjak rok gaunnya sendiri.Hera bahkan sudah berlari menaiki ribuan anak tangga pelataran yang akan membawanya kearah kastil Istana Darken yang terlihat semak
"Bukan begitu caranya!" Zeus mendelik. Merasa kesal karena Hera berulang kali terus memarahinya bahkan membentaknya. Akhir-akhir ini, Hera menjadi melunjak dan berani bersikap sok di hadapan King Demon Zeus. Seperti saat ini contohnya, raut wajah wanita itu tetap terlihat biasa saja meski King Demon Zeus sudah menampilkan wajah garangnya, tapi seakan sudah kebal dengan tatapan seperti itu, Hera lalu melengos tidak peduli sambil membenarkan posisi tubuh Ares dengan benar diatas pangkuan iblis itu agar bayi kecil mereka merasa nyaman. Ares sudah tidak menangis setelah Hera selesai menyusuinya lagi. Bayi kecil laki-laki itu memang sangat rakus dan kini tengah mengulum satu ibu jari tangan kanannya bahkan terlihat pasrah-pasrah saja ketika tubuhnya dijadikan kelinci percobaan oleh kedua orangtua kandungnya itu. "Letakkan tangan kirimu dibawah kepala antara leher dan kepalanya. Jangan mengabaikannya Zeus, kalau sampai salah nanti kepala Ares bisa tengleng." "Tengleng?" King Demon Zeus
"Hera?" Hera terkejut begitu ia terbangun dan langsung mendapati Alexa berada di dalam kamarnya. Wanita itu tampak mengamati sekeliling kamar, untuk memastikan bahwa dirinya benar-benar masih berada di dalam kamarnya di Istana Darken. "Luna Alexa, kau?" Alexa langsung menubruk tubuh Hera begitu saja, memeluknya. "Hera maafkan aku." Hera benar-benar terlihat masih tampak linglung. Nyawanya sepenuhnya belum terkumpul. Lalu ketika ia melihat kearah box bayi, Ares tiba-tiba sudah tidak berada di sana, membuat wanita itu panik. "Putraku! Dimana putraku Ares?" Alexa segera mengurai pelukan mereka dan menenangkan Hera. "Anastasya telah membawanya ke luar, sedang bermain bersama Abercio dan Alexandre." "Alexandre disini?" Alexa mengangguk."Aku sengaja membawanya kesini." Hera segera mengambil kedua tangan Alexa dan menatap tepat kedalam bola mata kakak ipar
"Saya benar-benar sangat terkejut ketika melihat anda tadi Yang Mulia Ratu."Ana sudah duduk dikursi sofa setelah tersadar dari pingsannya, wanita itu terus memperhatikan ratunya yang saat ini sudah menidurkan Pangeran Ares didalam box bayi seraya mengusap pelan puncak kepala bayi lelaki itu.Melihat Hera yang terus tersenyum mengamati Pangeran Ares, sungguh membuat Anastasya merasa terharu. Pasalnya baru kali ini Ana bisa melihat interaksi ratunya itu dengan anak kecil."Saya sudah mengirimkan pesan ke Goldenmoon pack tentang kembalinya anda Yang Mulia Ratu. Saya rasa Alpha Elios sedang merayakan kebangkitan anda kali ini."Hera kemudian segera duduk di single sofa tak jauh dari Anastasya berada."Apakah kakakku pergi ke Istana Darken ketika berita kematianku diumumkan, Ana?"Anastasya tampak terdiam."Ana, cepat ceritakan padaku apa yang sebenarnya sudah terjadi."
"Kudengar, King Demon Zeus sedang menyibukkan diri didalam ruang kerjanya hari ini.""Benarkah? Menurutmu, apakah Yang Mulia menyesal setelah Lady Anastasya kemarin bicara begitu padanya?""Entahlah. Tapi aku salut dengan Lady Anastasya yang berani bicara seperti itu kemarin."Dua orang pelayan Istana Darken itu terlihat tengah asik bercengkrama setelah memastikan semua pekerjaan mereka telah selesai di kerjakan. Marrine yang merupakan seorang kepala pelayan di Istana Darken yang kebetulan baru saja tiba segera menegur kedua pelayan itu."Kalian berhentilan bergosip. Apakah kalian lupa bahkan tembok memiliki dua mata dan juga dua telinga."Kedua orang pelayan Istana Darken yang ketahuan sedang membicarakan King Demon Zeus itu langsung menunduk kaku, tidak berani menatap kearah Marrine.Salah satu dari kedua pelayan itu akhirnya berani membuka suara, meski dengan suara ya
Hari demi hari telah berlalu, keadaan Istana Darken kembali menjadi sepi mencekam. Ada kehidupan didalamnya namun semua makhluk disana seakan tak lagi memiliki gairah untuk terus melanjutkan hidup sejak kematian Hera di umumkan.Tidak ada upacara untuk hari kematian Hera seperti yang King Demon Zeus perintahkan. Tidak ada yang berani melihat bahkan hanya untuk sekedar mendekati peti mati yang menyimpan tubuh wanita itu.Semuanya berjalan seperti biasa. Seakan tidak pernah ada Hera di Istana kegelapan itu. King Demon Zeus hanya berkata, bahwa tubuh Hera telah dia kremasi dengan semestinya, tanpa menjelaskan secara rinci apa lagi yang Pria Iblis itu lakukan hingga beritanya seakan lenyap begitu saja.Tidak ada satu makhluk pun yang berani mengungkitnya, bahkan Alpha Elios dan segenap keluarga Goldenmoon pack tidak mendapatkan kabar baik.Hanya ada suara tangisan bayi kecil bernama Ares dan Abercio yang mampu membuat s
Lengkingan suara tangis bayi lelaki itu terdengar bersamaan dengan kedua mata Hera yang telah terpejam rapat. Tubuh lemahnya tergelepar begitu saja keatas ranjang dengan wajah pucat penuh dengan bulir keringat. Ester dan Yasmin yang membantu Hera bersalin langsung saling berpandangan dengan raut wajah cemas mereka.Ester kemudian bergegas menyentuh urat nadi di satu lengan Hera, sementara Yasmin sudah menyerahkan bayi lelaki penuh darah itu pada Marrine untuk segera dibersihkan."Yasmin, bagaimana ini? Queen Hera kehilangan denyut nadinya." Yasmin segera mendekat, meraih apapun yang ia sebut sebagai obat untuk memberikan pertolongan pertama dengan beberapa ramuan yang dia punya. Membaui hidung Hera agar wanita itu segera tersadar dengan mengoleskannya sedikit di pelipis dan dan kedua telapak kaki ratunya yang terasa semakin dingin.BRAK!"Hera!"Alpha Elios masuk kedalam ruang bersalin itu beg