Share

6). Mate

Ana bergerak gelisah di dalam kereta kuda, berulang kali tampak melirik kearah luar jendela hingga membuat Hera yang sedang duduk disebelahnya merasa terusik dengan gerakan resah pelayan setianya itu.

Hera lalu meraba-raba, menyentuh lengan atas Anastasya dan menanyakan kegelisahan pelayan yang ditunjuk untuk menemaninya selama tinggal di Istana kegelapan.

"Ana, kau kenapa?"

Ana terkejut. Memaksakan senyuman lalu balas menyentuh tangan Hera.

"Saya hanya sedikit merasa cemas Nona Hera. Karena sebentar lagi kita akan tinggal di Istana kegelapan," gumam pelayan itu pelan, bahkan nyaris tak terdengar.

Ana diam-diam meringis merasa bersalah karena telah berbohong.

Namun, dia tidak punya pilihan lain selain harus melakukan kebohongan itu.

Karena tidak mungkin dirinya menceritakan masalah pribadinya pada Hera bukan?

Apalagi, saat ini posisi Hera sudah bukan lagi sekedar tuan putri Goldenmoon pack.

Melainkan Hera adalah belahan jiwa dari sang penguasa kegelapan.

Iblis terkutuk yang merupakan junjungan para makhluk immortal.

Kedudukan Hera tentu jauh lebih tinggi dari hanya sekedar seorang tuan putri dari Goldenmoon pack belaka saat ini.

"Apakah kau takut, Ana. Apakah King Demon Zeus menakutimu?"

Mendengar pertanyaan yang baru saja Hera lontarkan, sontak saja langsung membuat Anastasya gelagapan.

Jika dipikir-pikir, memangnya makhluk mana yang tidak takut jika harus berhadapan dengan iblis terkutuk seperti Zeus?

Siapapun akan berkata dengan terus terang bahwa takut adalah opsi paling utama untuk menyebutkan betapa mengerikannya sosok dingin itu.

Selain terkenal dengan sifat dingin dan arogannya, Zeus juga dikenal sebagai makhluk penghisap darah yang bengis dan kejam.

Karena Zeus adalah keturunan Sang Lucifer.

"Saya hanya sedang merasa gugup. Nona tidak perlu mengkhawatirkan saya."

Namun meski begitu, Anastasya berusaha menutupi difat asli iblis itu dari Hera. Karena bagaimana pun juga, harus ada kesan baik agar Hera tidak merasa takut jika berhadapan dengan King Demon Zeus mulai hari ini.

Bukan hanya karena tidak ingin membuat Hera sedih, tentu Ana juga tidak ingin mengambil resiko dijadikan santapan makan malam Zeus jika sampai pria iblis itu bisa mendengar Anastasya mengatakan sesuatu yang buruk tentangnya.

"Apakah King Demon Zeus sangat tampan Ana? Bisakah kau menceritakannya padaku seperti apa rupa pria itu?"

Ana mengulas senyum tipis lalu mengusap punggung tangan Hera dengan usapan lembut.

"Sangat tampan Nona. Anda sangat beruntung karena memiliki belahan jiwa dengan fisik sempurna tanpa cela seperti King Demon Zeus."

Hera lalu tersenyum mendengarnya,"Baguslah. Setidaknya, ada yang bisa aku banggakan dari pria itu. Meskipun sifatnya terkenal begitu buruk."

Anastasya terkejut lalu menolehkan kepalanya kearah Hera yang langsung memalingkan wajahnya secara tiba-tiba.

Pelayannya itu bertanya-tanya, darimana Hera tahu tentang tabiat Zeus yang terkenal buruk padahal selama ini Hera jarang keluar Istana apalagi sampai mendengar gosip diluaran sana.

Padahal, Ana sudah berusaha menutupi tabiat asli Zeus agar Hera tidak bersedih dan takut pada sosok iblis itu nanti.

"Nona Hera ...," Ana menelan ludah dengan susah payah. "Anda tidak perlu khawatir. King Demon Zeus tidak seburuk yang orang-orang katakan kok."

Hera malah menggelengkan kepala dengan lengkungan senyum masam.

"Tidak perlu menutupinya Anastasya. Aku sudah tahu bagaimana sosok iblis yang dikenal kejam dan bengis itu."

Ana mengamati Hera dengan ekspresi raut wajah murung.

"Saat masih kecil, ibuku sudah menceritakan tentang sang penguasa kegelapan yang terkenal kejam dan berdarah dingin itu padaku. Dulu aku begitu takut, tapi siapa sangka takdir malah menjodohkanku dengan makhluk terkutuk itu saat ini."

Hera memilih menyandarkan punggungnya dan memejamkan kedua matanya yang terasa lelah.

Perjalanan menggunakan kereta kuda menuju kastil Istana Darken membutuhkan waktu hampir dua hari dua malam.

Sebenarnya, jika saja Hera mau mengikuti saran Enrico untuk menggunakan portal saja, mereka bisa tiba di Istana kegelapan dalam waktu singkat.

Namun, Hera bersikeras ingin naik kereta kuda. Sembari menikmati udara segar disepanjang perjalanan, katanya.

Beberapa kali mereka sempat berhenti untuk sekedar beristirahat, mencari asupan makanan atau untuk sekedar membersihkan badan.

Beruntungnya tidak ada yang mengeluh meski Hera tahu beberapa pengawal yang menjaganya sering mengalami kendala karena jalanan di dalam hutan yang licin dan juga gelap.

Hera bahkan seringkali merasakan kereta kuda yang dinaikinya sedikit bergoyang.

"Nona Hera, apakah Anda sudah merasa lapar? Saya akan mengambilkan makanan yang mungkin sudah disiapkan para pengawal yang tadi sempat berburu mencari ikan."

"Apa aku bisa meminta daging kelinci?"

Ana menganggukkan kepala dan bergegas turun dari atas kereta kuda.

Namun baru saja perempuan itu ingin melangkah menjauh, tarikan halus pada satu lengannya membuat Anastasya terkejut bukan main, apalagi saat tubuhnya sudah masuk kedalam dekapan hangat seseorang secara tiba-tiba.

Tanpa mendongakan wajahnya sekalipun, perempuan itu tahu bahwa Enrico lah sosok yang tengah memeluk dan mengecupi lehernya saat ini

"Tu-tuan Enrico?" Ana menahan rasa gugup setengah mati. Jantungnya berdebar kencang, apalagi jika teringat momen terakhir mereka didalam goa, di pertemuan mereka saat itu.

"Kau meninggalkanku di goa sendirian sayang. Kurasa kau harus diberi hukuman sekarang."

Anastasya langsung bergidik ngeri, tak menyangka jika Enrico akan menemuinya secepat ini. Kegelisahannya sejak didalam kereta ternyata benar-benar terjadi.

"Ma-maafkan aku, Tuan Enrico."

"Tidak semudah itu Ana, kau harus ikut aku dan menebus semua dosamu itu."

Ana segera menahan Enrico yang hendak menarik tubuhnya pergi menjauhi kereta.

Anastasya mendongak dengan wajah serius ketika mendapati Enrico yang sudah mengeluarkan sepasang gigi taringnya, bersiap menghisap darahnya untuk yang kedua kalinya.

"Kumohon Tuan, jangan sekarang. Nona Hera menginginkan daging kelinci, aku harus meminta pengawal berburu sebelum aku memasaknya."

Enrico menaikan sebelah alisnya, "Daging kelinci? Apakah dia tidak suka daging rusa yang sudah ku serahkan pada para pengawal itu?"

"Mungkin, Nona Hera sedang tidak selera. Sekali lagi, tolong maafkan aku Tuan Enrico, aku harus melakukan kewajibanku terlebih dahulu untuk melayani Nona Hera."

"Sudahlah, lupakan saja mereka dan ayo kita selesaikan masalah pribadi kita lebih dulu."

"Tapi ... Tuan Enrico!" Anastasya memekik terkejut ketika Enrico tiba-tiba sudah membawanya melesat secepat angin.

Sementara didalam kereta kuda, Hera mengulas senyum kecil ketika mendengar percakapan antara dua pasangan itu.

Hera memiliki pendengaran yang begitu tajam dan kini ia tahu kegelisahan Anastasya sedari tadi memang bukan karena Zeus.

Melainkan karena Enrico yang ternyata merupakan pasangan dari pelayannya itu.

Hera menurunkan kedua kakinya sambil berpegangan. Dengan hati-hati, gadis itu turun dari atas kereta untuk melangkah menuju suara ramai yang terdengar ditelinganya.

Beberapa pengawal Goldenmoon Pack yang melihat Hera segera berlari cepat dan menunduk hormat pada tuan putri mereka meski Hera tidak bisa melihat.

"Nona Hera, mohon maaf telah membuat Anda menunggu. Anda pasti sudah sangat kelaparan sekarang."

"Apakah kalian sendiri sudah makan?"

Beberapa pengawal disana sontak saling berpandangan sebelum kembali fokus kearah Hera.

Hera dapat mencium aroma daging panggang ketika angin membawa asapnya.

"Kami sedang memanggangnya Nona Hera."

Hera mengulas senyum tipis dan mengangguk.

"Sepertinya aku tidak selera dengan daging rusa. Kalian habiskan saja semuanya."

"Apakah Nona menginginkan daging lain, kami akan mencarikannya sekarang."

Hera dapat mendengar beberapa pengawal yang sudah dengan sigap mengambil peralatan berburu mereka.

Namun, Hera malah menggelengkan kepala dan menghalangi mereka dengan kedua tangannya.

"Tidak perlu. Sebenarnya aku sedang membutuhkan air ketimbang makanan. Jadi, Apakah diantara kalian ada yang melihat mata air di deket sini. Tolong antarkan aku kesana."

Salah seorang pengawal mengangguk dan segera menuntun Hera ke arah danau yang sempat mereka lihat.

***

Hera duduk termenung diatas batang pohon besar yang telah tumbang tak jauh dari danau.

Gadis itu hanya sendiri. Setelah meminta para pengawal untuk mencarikannya buah-buahan segar sebagai bentuk pengusiran halus.

Suara gemuruh angin dan gemericik gelombang air danau yang terdengar membuat Hera perlahan menoleh lurus ke arah depan.

Lebih tepatnya, saat ia tiba-tiba mencium dan merasakan kehadiran seseorang dengan aroma kayu manis, dan rempah-rempah segar yang masuk ke dalam indra penciumannya.

Hera bahkan dapat merasakan tetesan air di ujung kepalanya ketika seseorang itu sepertinya tengah menjulang tinggi berdiri tepat dihadapannya.

"Apa yang kau lakukan?"

Hera berdehem sejenak ketika suara Zeus terdengar begitu serak di atas kepalanya. Pria itu tentu saja berdiri dengan keadaan tubuh basah karena baru saja keluar dari dalam danau, karena Hera bisa mendengar suara gemericik airnya.

"Aku mencarimu dan ternyata kau memang berada di tempat ini."

Zeus terdiam namun masih menatap lurus kearah Hera yang sedang menundukkan kepalanya.

"Kau suka air?"

Zeus hanya diam. Hera tampak menautkan kedua jemari tangannya dengan gelisah.

"Maafkan aku. Mungkin kedatanganku mengganggumu. Aku hanya ingin lebih mengenalmu. Apakah aku terdengar begitu lancang, Yang Mulia?"

"Dimana pelayan pribadimu?"

Ah! Akhirnya dia mau membalas ucapannya, Hera tersenyum tanpa sadar.

"Aku tidak membutuhkannya, Yang Mulia. Aku hanya ingin bersama denganmu saja."

"Aku tidak suka basa-basi."

Hera menelan ludah gugup, sebelum akhirnya gadis itu memilih bangkit berdiri.

Wajahnya tampak sejajar dengan dada bidang Zeus yang tegap.

"Aku ingin mengajukan sebuah permintaan, apakah boleh?"

Zeus tidak menjawab, hanya menaikkan sebelah alisnya masih mengamati wajah polos gadis itu. Hera menggigit bibir bawahnya dengan kedua tangan yang masih bertaut resah.

"King Demon Zeus, bisakah aku meminta sebuah bunga teratai dari Anda?"

Hera merasa gugup.

Segala kejadian yang terjadi di sungai Dewarabiru membuat gadis itu merasa begitu yakin bahwa memang  mereka pernah bertemu disana.

Hera ingin memastikan bahwa kejadian penuh misteri tentang bunga teratai itu bukanlah sekedar mimpi belaka atau pun hanya imajinasi semata.

Hera yakin Zeus adalah sosok pria yang sama, yang di temuinya di sungai saat itu.

"Kau memerintahku?"

"Tidak. Bukan begitu maksudku. Aku hanya ...."

"Hm. Berapa yang kau minta?"

Hera mendongakkan kepala dengan senyum samar yang tersungging dibibir manisnya.

"Satu saja. Itu sudah cukup bagiku."

Zeus mengangkat sebelah tangannya, lalu sebuah bunga teratai muncul begitu saja meninggalkan asap berwarna hitam diatas telapak tangan kanannya.

Pria itu segera menyentuhkan kelopak teratai di sebelah pipi Hera, hingga tangan gadis itu secara reflek terangkat dan menerimanya dengan wajah berbinar bahagia.

"Jadi, kau benar-benar pria itu? Yang kulihat di sungai Dewarabiru?"

Zeus mendengkus.

Tidak menjawab pertanyaan Hera dan malah menarik pergelangan tangan gadis itu secara tiba-tiba.

Hera tentu saja terkejut bahkan langsung memekik ketika Zeus tiba-tiba sudah mengangkat tubuhnya dan membawanya menghilang begitu saja meninggalkan kabut hitam yang terbawa angin.

Hera secara reflek langsung memejamkan kedua matanya sambil mengalungkan kedua lengan pada leher Zeus.

Tak lama kemudian, punggungnya terasa menyentuh permukaan yang begitu lembut dan halus ketika Hera merasakan tubuhnya telah dibaringkan disebuah tempat nyaman, seperti ranjang.

Aura dingin di ruangan itu membuat Hera tanpa sadar meremas lengan kekar Zeus ketika pria itu hendak menarik tubuhnya menjauh.

"Apakah kau menculikku kabur dari tempat penginapan?"

"Lebih tepatnya kita sudah tiba di Kastil Istana Darken."

Hera bangun terduduk masih dengan menahan lengan Zeus dalam genggaman tangannya.

"Bagaimana dengan para pengawal yang menjagaku?"

"Apa kau pikir aku akan membiarkan makhluk lemah seperti mereka menginjakkan kaki di Istanaku."

Hera menelan ludah, merasa aura semakin mencekam ketika Zeus terasa menatap tajam kearahnya. Tempat ini adalah wilayah yang sakral dan tidak bisa sembarangan orang masuk.

Jadi besar kemungkinan semua pengawalnya akan segera kembali ke Goldenmoonpack ketika mengetahui dirinya telah menghilang begitu saja.

"Bagaimana dengan Anastasya? Bukankah dia adalah pasangan Enrico. Bisakah pelayan setiaku itu tetap menemaniku di tempat ini, King. Aku hanya ingin Anastasya yang melayaniku di tempat ini."

Zeus melepaskan secara paksa pegangan tangan Hera pada lengannya, sebelum melangkah menuju kearah jendela dan menyibak tirai hitamnya dengan kasar.

Sinar mentari langsung bersinar masuk membuat ruangan yang biasanya selalu dingin dan gelap itu seketika menjadi terang benderang dan penuh akan cahaya matahari.

"Tidurlah."

"Yang Mulia, tunggu!"

Hera segera turun dari atas ranjang dan berlari kecil menuju derap langkah kaki Zeus terdengar, sebelum pria itu benar-benar keluar dari dalam kamar meninggalkannya sendirian.

Zeus menatap Hera dengan raut wajah datar namun penuh kilat tanda tanya dikedua bola matanya.

"Apalagi?"

"Kau, tidak menanyakan apakah aku sudah makan? Aku ingin daging kelinci tapi mereka memanggang daging rusa. Aku ingin meminta darimu tapi takut lancang. Maafkan aku Yang Mulia, aku benar-benar merasa sangat lapar sekarang."

"Shit! Jadi kau bahkan belum makan?!"

Hera menggeleng polos.

Zeus lalu menggeram, merasa kesal pada Enrico yang tidak melakukan tugasnya dengan benar.

Bagaimana bisa pria dracula itu melaporkan berita bohong padanya dan berkata bahwa Hera sudah makan dengan lahap daging rusa yang mereka bawakan.

Hera bahkan sangat menginginkan daging kelinci dan tidak mendapatkannya dengan benar.

Ingatkan Zeus untuk membunuh pria dracula itu nanti, sialan!

"Enrico sialan," umpat Zeus kejam. Mau tak mau Zeus segera membawa Hera keluar dari dalam kamar untuk dibawanya ke meja makan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status