Share

Mimpi buruk

Seminggu berlalu setelah perkenalan antara Dinar Azalea dan Dirham Assegaff, Dinar yang mulai bekerja dari jam 8 pagi sampai jam 4 sore itu heran karena seminggu ini juga dia sering melihat Dirham makan siang di sana. Dinar hanya akan memberi senyuman manis dan menganggukkan kepala ketika mata mereka bertemu. Mungkin dia kerja di dekat sini. Itu yang dipikir Dinar.

Setalah jam kerja habis Dinar berniat untuk pulang, dia berjalan hendak menunggu driver ojol, jam segini biasanya banyak ojol menawarkan jasa tanpa pakai aplikasi. Jam pulang kantor memang jalanan penuh dengan orang-orang pulang kerja.

Pin pin

Dinar masih berjalan tidak menghiraukan suara klakson mobil yang dibunyikan beberapa kali. Dia menoleh kesamping setelah mobil itu meluncur perlahan menyalip langkahnya.

Sebuah mobil berhenti tepat di depannya. kaca mobil dibuka dan tampaklah wajah cowok yang beberapa hari ini sering muncul di tempatnya bekerja, cowok yang mengajaknya makan siang seminggu lalu. Yang mengaku temannya. Dirham tersenyum manis padanya.

"Ayo aku antar pulang."

Dinar berhenti melangkah dan menoleh pada Dirham. Dia menatap pemuda itu lekat, seolah ingin tahu niat hati Dirham.

"Nggak usah repot-repot, rumah ku Deket kok." Tolak Dinar halus.

"Nggak repot, ayolah. Di sini banyak orang jahat kalau jam segini."

"Aku bisa jaga diri, jangan kuatirkan aku."

"Nggak usah takut gitu, aku bukan orang jahat." suara Dirham agak dikeraskan.

Dinar lanjut berjalan perlahan. Tidak menghiraukan ucapan Dirham, Sementara pemuda itu juga masih belum putus asa.

Mobil diberhentikan tepat di depan Dinar. gadis  polos itu mengeluh perlahan, kenapa keras kepala banget sih. Apa maunya dia ini. Kenal juga tidak.

Dirham keluar dari mobil dan menghalangi jalan Dinar.

"Katanya sudah terima aku sebagai teman, masa diantar pulang aja nggak mau. Berarti bertemannya nggak ikhlas." Dirham melipat tangannya berdiri di depan Dinar sambil melipat tangannya.

"Maksa banget kenapa sih?"

Dinar mulai kesal.

"Cuma pingin antar kamu pulang, nggak lebih."

Kerasnya keinginan Dirham melemahkan pendirian Dinar.

"Oke kalau maksa."

"Gitu dong. Ayo masuk."

Pintu mobil di buka dan Dirham mendorong sedikit tubuh Dinar hingga cewek itu duduk di bagian kursi penumpang. Sejurus setelah pintu di tutup Dirham bersiul kecil lalu masuk ke bagian pemandu, mobil bergerak perlahan.

"Kamu tinggal sama siapa Di?"

"Sendiri aja. Aku sewa kamar kos aja kok."

"Hebat kamu, sendiri hidup tanpa keluarga,"

"Biasa ajalah, aku bukan dari keluarga kaya, harus pinter-pinter hidup di sini."

Dirham melirik wajah gadis disebelahnya, dia akui gadis ini cantik. Mata bulat dengan bulu mata tebal, panjang dan lentik meski tanpa maskara itu pasti bisa menawan siapa saja. Kulit bersih terlihat sangat natural tanpa sebarang skin care. Pemuda itu berdeham kecil membuang rasa gugup yang tiba-tiba datang di hatinya.

"Berhenti di depan saja, iya itu yang pagar hitam."

Dirham melakukan seperti permintaan Dinar.

"Kamu sewa di sini?"

"Sebelah pagar rumah itu ada lorong agak kecil, sewaku di belakang rumah itu."

Dirham menganggukkan kepalanya.

"Aku masuk dulu, terima kasih."

"Aku antar sampai kosan."

"Nggak usah, terima kasih. Di sini sudah cukup."

Dinar membuka pintu mobil agak terburu-buru, dia tidak biasa diantar seorang cowok seperti itu. 

Dirham masuk kembali kedalam mobil dan meninggalkan tempat itu. Dia mengangkat teleponnya yang dari tadi bergetar.

"Bos, saya sudah dapat infonya. Iya setengah jam lagi kita ketemu, semua fotonya ada sama saya."

"Tempat biasa." Dirham menyudahi panggilan dan segera menuju tempat yang disepakati. 

****

Sore itu Dirham pulang ke rumah orang tuanya. Dilihatnya art sedang menyiram tanaman di taman depan. Rumah besar itu kelihatan suram tanpa keceriaan lagi, Dirham memarkir mobilnya setelah art membukakan pintu pagar.

Dia keluar sambil meninjau keadaan rumah yang sudah seminggu ini tidak dikunjungi. Dirham tinggal di apartemennya sendiri sudah beberapa bulan ini, di rumah ini terlalu banyak kenangan pahit manis bersama adik kesayangannya. 

Matanya berkaca-kaca mengingat hari dimana adiknya menangis dengan wajah frustasi. Fathia begitu hancur dan rapuh saat mengatakan tentang kehamilannya. Ayahnya, Adam Assegaff pasti akan membunuhnya jika sampai tahu. 

"Fa tidak ingin hidup lagi kak, Fa tidak kuat, Fa takut papa, Fa tidak mau memalukan keluarga kita." 

Fathia Assegaff adik semata wayangnya sedang memeluk lutut di kamarnya, di dalam gelap, air matanya berlinang dan tangisannya memilukan.

Dirham mendengar itu terkejut, dan segera memeluk adiknya. 

"Ada apa ini Fa, nggak baik ngomong kek gitu." Fathia semakin menangis dalam pelukan kakaknya.

"Dia meninggalkan Fa, dia menghianatiku kak, dan cewek itu datang memaki Ku, menghinaku, katanya aku murahan, aku wanita murahan. Kak, tolong. Fa hamil kak, Fa hamil." lutut Dirham lemah mendengar itu semua. Tangannya mengepal. Apa yang harus dilakukannya untuk menolong si adik.

"Tenang Dik, kita pikir dengan kepala dingin. Siapa lelaki itu, bilang sama kakak, biar kakak kerjakan dia. Berani sekali dia buat adik kesayangan kakak menangis."

Fathia diam tidak menyahut pertanyaan dari kakaknya, tapi isak tangisnya begitu memilukan. 

"Dik, bilang siapa laki-laki itu. Biar kakak hajar dia." Suara Dirham meninggi. Tapi adiknya tetap diam. Emosi yang sudah tersulut tadi mengendor melihat air mata adik yang sangat di sayangi itu.

Dirham akan memberi waktu pada adiknya untuk menenangkan diri dulu. Dirham keluar kamar. 

Keesokan harinya ketika pulang dari kantor Dirham heran kenapa ada orang menjerit histeris dan itu suara mamanya dan Mbak Santi, art yang bekerja di rumah orangtuanya.   Apa yang terjadi sebenarnya, Dirham berlari masuk kedalam rumah, blueprint tube yang selalu menemaninya dilempar begitu saja di lantai, langkah Dirham melemah ketika sampai di tangga paling atas jeritan itu terdengar dari kamar adiknya, tidak! jangan! hatinya menidakkan bayangan menakutkan yang sempat terlintas di kepalanya. Tapi kaki lemahnya di kuatkan untuk melangkah menuju kepintu kamar yang terbuka lebar. 

Mata pemuda itu terbeliak, keringat dingin membasahi tubuhnya, dia menggigil, kaki dan tangannya gemetar tidak kuat lagi melangkah. Air mata jantannya membasahi pipi.

Dirham jatuh terduduk ke lantai melihat mamanya sedang memangku kepala Fathia  sambil menjerit histeris sementara Mbak Santi menangis terisak, tangannya memegang siku Fathia. Pergelangan tangan gadis itu penuh dengan darah yang masih segar dan hampir mengering. Dirham tidak kuasa untuk mendekati ibu dan adiknya, dia menangis tersedu di tengah pintu kamar itu dia melutut tidak mampu berdiri. 

Inikah keputusan yang di ambil adiknya kemarin. Dirham menggelengkan kepalanya menyesali apa yang terjadi. 

Fathia, Fathia ! 

Jangan Fathia, jangan pergi, kami sayang kamu.

Fathiaaaaaa. 

"Dirham, bangun !" 

"Kamu mimpi buruk ini, Ayo bangun." 

Komen (4)
goodnovel comment avatar
rosita sari
baca bab 2 bagus alurnya kak
goodnovel comment avatar
Wujiajia Tukiman
keren bangetnya
goodnovel comment avatar
Betty Veronicaleoniie
keren bangetyty
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status