Dinar memberi senyum manis dan mengangguk saat matanya bertemu dengan mata Dirham, dia masih dalam waktu kerja, setelah mengantar makanan Dirham ke mejanya, Dinar segera melangkah hendak meninggalkan pria itu. Tapi belum sempat melangkah, pergelangan tangannya dipegang erat.
"Besok aku jemput jam 7 malam, di depan kos." Tajam mata elang itu mampu menggetarkan hatinya.
"Kan belum tahu aku pulangnya jam berapa."
"Aku tahu, besok kamu pulang jam 6 sore, sift kerjamu tidak sampai malam kan?"
"Lepas dulu, aku banyak kerjaan." Tidak mau debar hatinya diketahui pria itu.
"Oke aku lepas, ingat besok jam 7 malam."
Dinar menjulingkan matanya ke atas, ada pula orang kek gini, 'sudah ngajak, maksa, dan tidak tau situasi'.
Dirham melepaskan tangannya, Dinar bernafas lega, dia juga menyadari banyak orang yang menyaksikan drama sebabak barusan. 'dasar cowok aneh'.
****"Aku ada didepan."
Suara tegas itu terdengar setelah ponsel diangkat.
'Ya Allah, dia ini memang tidak berperasaan langsung, bilang jam 7 datang jam 7 beneran'
"5 menit" Hanya itu yang jadi balasan.
Dinar memperbaiki rambut yang sempat kusut karena dia tadi sempat bermalasan sebentar, diolesnya lipgloss di bibir dan disemprot parfumnya keleher serta lengannya.
Dia mengunci kamar kosnya dan keluar menuju tempat Dirham menunggu.
Dari jauh terlihat Dirham sedang bersandar di pintu mobilnya, Dinar melangkah mendekati Dirham yang segera membuka pintu untuknya.
"Sudah nggak sibuk kan sekarang?"
"Tadinya sih mau nyuci baju, tapi ada orang yang maksa keluar ya sudah, besok saja nyucinya."
"Ayo masuk, sibuk memanjang aja sih Di? Badan juga butuh istirahat kali."
"Namanya hidup jauh dari orang tua, lagian aku tulang punggung keluarga, mau atau tidak harus keras dengan diri sendiri."
Kalimat yang membuat Dirham terdiam serta Merta.
Mobil meluncur perlahan menuju satu arah yang Dinar tidak tahu karena belum pernah keluar jauh dari kawasan tempat dia kos atau restoran tempat dia bekerja. Waktu masih kuliah dulu juga mana pernah pergi kemana-mana, satu jam perjalanan dirasa begitu canggung, Dinar lebih banyak diam. Dia akan menjawab jika ditanya.
"Jauh lagi tidak ya Am?" Panggilan itu seolah merobek hati Dirham ada rasa suka tapi tertutup dengan benci yang menggila.
'Andai kau bukan orangnya, mungkin aku sudah jatuh cinta padamu'
"Bentar lagi kok, kamu haus tidak? Aku mau isi bensin dulu di pom depan. Tidak apa kan?"
"Ya tidak lah. Air mineral boleh lah."
Mobil berhenti di pom, Dirham keluar dari tempat duduknya setelah membayar bensin.
"Aku tinggal bentar," senyum yang di berikan Dirham padanya selalu berhasil mencuri ketenangan Dinar, ada rasa aneh yang menyentuh hatinya.
Dia hanya mengangguk.
"Ini minum, Sudah aku buka tutupnya." Dirham memberi sebotol air mineral pada Dinar, gadis itu menerima dan berterima kasih. Perlahan dia minum sampai habis setengah botol. Terasa puas kalau minum banyak.
Lima menit berlalu. Mereka hanya saling diam.
"Setelah simpang ini kita sudah sampai."
Dirham memandu dengan tenang. Di liriknya wajah Dinar yang berkeringat. Gadis itu mengurut pelipisnya. Ada senyum misteri di wajah Dirham.
"Ada apa Di?"
"Kepalaku terasa pusing tiba-tiba."
"Kamu tiduran saja dulu, bentar lagi kita sampai kok."
"Aku istirahat bentar nggak apa ya, pusing banget."
"Iya, nanti aku bangunin." Sahut Dirham masih memandu dengan tenang.
Dinar menyandarkan kepalanya di kursi dan mulai memejamkan mata. Mencoba meredakan pusing kepalanya, mungkin cuma masuk angin. Itu yang terlintas di hatinya.
Mobil berhenti di kawasan perumahan dua tingkat, rumah yang sederhana ukurannya, tidak besar juga tidak kecil, tapi kelihatan mahal karena kawasan itu memang kawasan perumahan elit, terlihat lampu rumah di sekitarnya tidak terpasang semua. Sepertinya itu kawasan perumahan baru, yang belum banyak di huni.
Dirham membuka pagar depan dengan remote ditangan, dan kembali membawa mobilnya masuk ke halaman rumah. Diliriknya gadis cantik yang tengah tertidur pulas di sampingnya. Senyum penuh sarkastik terbit di bibir seksinya.
Mobil berhasil masuk ke tempat parkir sederhana luas, dan pintu pagar di tutup lagi secara otomatis, Dirham keluar dan berjalan menuju pintu di samping Dinar. Dia membuka pintu, gadis itu terlihat sangat nyenyak tertidur.
"Dinar, ayo bangun. Kita sudah sampai."
"Eeeeengh."
Cuma itu yang keluar dari bibir gadis cantik di depannya.Dirham lalu mengangkat tubuh Dinar untuk dibawa masuk kedalam rumah, pintu mobil ditutup dengan kaki panjangnya dan dikunci. Dirham menekan password pintu rumahnya.
Klik.
Pintu terbuka lalu dia masuk kedalam, masih dengan Dinar ada di gendongannya. Ala bridal, wajah gadis itu leluasa di jamah dengan mata elangnya, mulai dari alis, mata, hidung, pipi dan bibir semua terlihat sempurna, nafas halus gadis itu menampar lehernya membangunkan sesuatu yang ada pada dirinya.
'Oh, shit ! Aku sangat ingin menyentuhnya'
Dirham menggeram sendiri. Selama ini dia memang sering berganti pasangan, tapi sekedar one night stand tidak lebih, bahkan membawa mereka ke tempat tidur tidaklah sulit, seperti ingin menukar celana dalam, kapan saja dia mau pasti akan mendapatkan wanita yang sesuai seleranya. Hanya ada seorang gadis bernama Julia yang selama ini dekat dan disukainya. Gadis mana yang tidak mau menghangatkan ranjang seorang Dirham Assegaff ?. Jawabnya ada pada para gadis itu. Mereka semua pasti memimpikan mendesah dibawah kuasa pria tampan berahang tegas bak dewa Yunani itu.
Langkah diatur menuju kamar utama, kamar yang belum pernah dimasuki gadis manapun. Karena setiap membawa teman kencannya pasti akan di bawa ke hotel atau ke apartemennya yang lain. Rumah ini baru saja selesai direnovasi. Dan Dinar lah gadis beruntung yang pertama kali masuk didalamnya, tapi apa benar itu sebuah keberuntungan bagi gadis lugu itu?.
Tubuh Dinar yang masih pulas tertidur di baringkan diatas tempat tidur berukuran king size dan berwarna krem, Dirham lalu membuka jaket yang dipakainya, diletakkan di sandaran sofa. Sepatu yang dipakai Dinar dibuka dan disimpan di dalam laci meja paling bawah. Dirham tidak tahu kenapa dia ingin selalu menatap wajah polos itu, ingin selalu dekat dengan gadis itu. Ada sesuatu yang telah menyentuh hatinya paling dalam saat melihat wajah mulus itu, juga sesuatu yang liar muncul di kepalanya waktu dekat dengan Dinar.
'Ingat tujuanmu Dirham, jangan jadi bodoh'
Dia mengingatkan kembali dirinya, matanya nyalang menatap sekujur tubuh yang sekarang masih belum sadar di atas tempat tidurnya. Entah kenapa kulit putih mulus gadis itu membuatnya tidak ingin berpaling, tapi rasa bencinya meluap-luap setelah bayangan adiknya menangis dan terluka membayang di pelupuk mata.
Dirham melangkah masuk ke kamar mandi yang berada di dalam kamar besar itu.
"Eeeengh." Dinar memisat matanya karena silau. Dia mulai membuka mata perlahan, mengenali tempat dimana dia berada sekarang. Dinar duduk serta merta menyadari dia ada disebuah kamar mewah.
Dinar melihat tubuhnya, dia lega pakaiannya masih lengkap. 'Dimana ini?' gumamnya pelan.
Dia kebingungan mencoba mengingat kejadian sebelum dia tertidur.
Dirham mengajak dia keluar karena ada acara, ada rasa takut hadir dalam dirinya sekarang.
'Apa dia orang jahat, kenapa aku percaya dia begitu saja' Dinar mencoba berdiri, pusing kepalanya di tahan sekuat hati. Dia harus keluar dari tempat ini. Kaki diatur menuju pintu keluar, tapi sebuah tangan menariknya dengan kasar. Membuatnya menjerit keras. Dia di dorong dengan kasar.
"Aaaargh, lepaskan aku, aku mau pulang." Wajah ketakutan Dinar terlihat sangat menggemaskan hati Dirham. Tangan gadis itu tidak dilepaskan bahkan di tarik dengan kuat sehingga empunya badan terjatuh di atas tempat tidur. Dinar ketakutan melihat wajah bengis di depannya.
"Siapa yang mengizinkanmu keluar hah?" Dirham berdiri tegak di tepi tempat tidur tepat di dekat Dinar. Gadis itu ketakutan. Matanya berkaca-kaca.
Kasar ! terdengar sangat kasar tidak seperti Dirham yang dikenalnya sebelum ini.
"Tolong biarkan aku pulang, kita ada dimana?"
"Kita ada ditempat yang aman, jangan kuatir." tangan pria itu menyentuh pipi Dinar, gadis itu menepisnya kasar.
"Aku mau pulang." Air mata mulai bergenang di pelupuk mata.
"Tidak akan! Jangan mimpi untuk pulang sebelum aku mengijinkan." Dirham membuka kemeja slimfitnya. Entah kenapa napas Dinar memburu, ada sesuatu yang mendesak di bawah sana, rasa ingin di sentuh. Perasaan yang belum pernah dia rasakan sebelumnya.
'Aku ingin sekali menyentuhnya' bisikan liar dikepala Dinar membuatnya menggeleng. Gadis itu kini berperang dengan pikiran warasnya.
"Mulai tertarik, hmmmm? Sekali jalang tetap jalang!"
Dinar tersadar dan menggelengkan kepalanya.
"Tolong biarkan aku pergiiih." Rasa asing itu bahkan membuatnya mendesah kini.
Dirham yang mendengar itu tersenyum kemenangan.
'Obat itu sudah bekerja dengan baik' bisik hati kecilnya.
Dengan bertelanjang dada dia mendekati Dinar yang kini duduk tidak tenang diatas tempat tidur. Wajah gadis itu memohon untuk dilepaskan, tapi diselingi gairah yang sudah menguasai diri. Dirham tersenyum sinis.
"Tolong akuuh." Desahan menyelingi permohonan dari bibir Dinar. Sebisa mungkin Dinar melawan hasratnya. Dia harus tetap waspada.
"Tolong dilepaskan dari sini, atau tolong beri kamu pelepasan?"
Dirham mencengkram rahang mulus Dinar, gadis itu ketakutan. Air mata sudah membasahi kedua pipi mulusnya. Dirham menarik tali pengikat rambut Dinar, wajah memelasnya membuat pria itu sedikit puas. Airmata Dinar membawa senyum kecil penuh kemenangan di wajah pria muda itu.
"Tolong bantuuuh aku," Dinar kembali memohon, dia sendiri tidak tahu, apa yang diinginkannya. Tubuhnya berkeringat dingin dan gemetar. Yang pasti dia cuma ingin terlepas dari rasa asing di tubuhnya. Mata yang penuh dengan air bak hujan deras itu tidak membuat hati Dirham tersentuh sama sekali, dia suka menyaksikan wajah polos gadis di depannya itu menderita, antara takut dan gairah.
“Tubuhku rasanya panas sekali, tolong aku Dirham, ini sangat menyiksaku.” tangan Dinar tiba-tiba menyentuh lengan Dirham, membuat pemuda itu tersentak kaget. Ada rasa yang dia tidak pahami, rasa lembut tangan itu begitu membuainya.
“Bantu aku, please.” tangan Dinar tidak lagi menyentuh lengan Dirham tapi sudah pindah ke lehernya sendiri, membelai leher mulusnya sendiri dengan desahan halus dan tatapan redup. Aksi itu semakin membuat Dirham tidak tenang. Begitu sexy di mata Dirham.Dan bibir itu, ‘Oh shit, aku tidak tahan lagi’ gumam Dirham dalam hati, tengkuk gadis itu langsung diraih dan ditarik mendekat, bibir merah muda itu dilumatnya penuh gairah. Mata Dinar terbeliak lebar menerima serangan itu.“Aaah.”
Terima kasih buat para pembaca kisah Dinar Dirham, semoga suka ya, jangan lupa rate nya, thank you
“Ingat baik-baik, aku tidak akan melapaskanmu, sampai aku puas membalas sakit hatiku, sampai aku puas bermain denganmu.” Plakk Dinar menampar pipi Dirham, berani sekali dia berbicara seenaknya, tangan Dinar gemetar, sekuat tenaga dia mempertahankan kewarasan dirinya, dia berusaha melawan hasrat yang semakin menggila kini munguasainya. Entah obat apa yang dimasukkan dalam minumannya tadi.“Oh, mau main kasar? Aku suka, aku lebih suka kalau kamu mau main kasar.”Rahang Dinar kembali dicengkram dengan kasar. Gadis itu dipaksa mendongak untuk menatap wajah Dirham.Airmata jatuh di pipi, semakin deras,“Apa maumu Dirham, tolong jangan lakukan ini padaku, apa maumu sebenarnya?”“Kamu, itu yang aku mau”“Bukan begini caranya, aku tidak bersalah. Bahkan aku tidak mengerti apa maksudmu." Dinar menaikkan nada bicaranya, muak karena dituduh melulu. “Aku membantu seseorang menuntut balas, atas kematiannya!” Dinar kaget mendengar ucapan pria itu.
Dinar menggeliat, badannya seperti habis dihantam dengan satu tronton beton, sakit semua, terutama di bagian bawah tubuhnya. Kepalanya terasa sakit berdenyut, matanya menatap langit-langit kamar, otaknya diputar mengingat kejadian sebelumnya. Dia meraba sebelahnya, kosong. Berarti dia sudah pergi, Dinar menyingkap selimut yang menutupi tubuhnya. Serta merta air matanya tumpah melihat banyak sekali love bite di sekujur tubuhnya. Dia bangun meski badannya terasa sakit bagaikan remuk, Dinar meraung mengingat semua kejadian yang dialaminya. Tiada apapun dalam dirinya kini, mahkota yang selama ini dijaga hanya untuk suaminya nanti telah direnggut dengan paksa. Dinar duduk memeluk lututnya dengan Isak tangis lirih. ‘Kenapa kamu tega Dirham, padahal aku sudah mulai percaya kalau niatmu mendekatiku itu tulus, lelaki brengsek! maafkan Dinar Bu, Dinar tidak bisa jaga diri sendiri, maafkan Dinar’ gadis itu terus menangis dan berbicara sendiri. Hampir setengah jam Di
Ponsel Dirham tiba-tiba berbunyi, dengan malas dia mengambil benda bermerk buah bekas kena gigit itu lalu didekatkan di telinganya dengan tangan kiri, sementara tangan kanan memegang pensil di atas kertas.“Waalaikumussalam ma, sepertinya malam ini tidak bisa.”(Kenapa? Tadi papa bilang kamu tidak enak badan, pulang ke sini saja, biar mama panggil dokter Rayyan) suara mamanya penuh rasa khawatir. Dirham mengeluh kecil. Pasti PA papanya yang sudah memberi tahu mamanya.“Am ada acara dengan teman-teman yang lain ma, besok kalau Am masih sakit baru pulang ke sana.”(Oke, mama tunggu dan bilang saja mau makan apa biar mama masakkan)“Bukannya mama sibuk di butik?”(Butik gampang diurus, banyak staff bisa gantikan kerja mama disini)“Iyes nyonya Nora yang cantik jelita, besok Am usahakan.”(Am nggak kasihan sama mama)“Bukan kasihan lagi ma, tapi banyak sayangnya, kan lebih enak tu, hehe.”(Paling pinter kembangkan hati mama, ya udah. Tak
Konten 21+, yang masih dibawah umur skip dulu. “Kamu mau apa Dirham? lepaskan aku, kau salah orang, aku tidak pernah menyakiti Fathia.” Dinar berkata lirih, lemah tanpa tenaga. Lelah dengan perlawanan yang seolah sia-sia. Sementara pemuda itu seolah tidak mendengar rayuan dan penjelasannya. Dinar meronta berusaha melepaskan diri dari tindihan tubuh Dirham. Tapi pria muda itu tidak bergeming sama sekali. Tangan Dinar memukuli tubuh pria diatasnya, memukul apa saja bagian tubuh Dirham, Pria itu memegang tangan Dinar dan menaruhnya di atas kepala gadis itu.“Kamu pikir aku percaya dengan pembelaanmu? no way!”“Apa maumu setan! sialan kau!” kalimat halus tidak didengar, Gadis itu hilang sabar. Amarahnya kembali seperti singa betina yang sedang lapar. Matanya merah menatap pria diatasnya.“Wow! Ternyata mulut ini minta diajar ya? Puaskan aku, pelac*r!” bisikan sinis tepat di telinga Dinar.“Nggak! Aku tidak mau. Cuih!” Dinar menjauhkan waj
Restoran keluarga Azhar Edo sedang berbicara dengan Delia, teman dari Dinar, sudah masuk hari ketiga Dinar tidak masuk kerja, nomor teleponnya juga tidak bisa dihubungi. Kemarin ibu Zaky bertanya tentang gadis itu, iyalah biasanya dua atau tiga hari sekali Dinar akan pergi ke rumah Zaky atas permintaan ibunya. Tapi kini nomor teleponnya juga tidak aktif.“Del, kamu tahu nggak rumah Dinar dimana?”Zaky Azhar hari ini masih bertanya pada Delia tentang Dinar.“Aku nggak tahu mas, yang kutahu dia dari Jogja, itu aja sih.”Delia memang akrab dengan Dinar sejak mereka bekerja bareng di restoran keluarga Zaky. “Apa mungkin Dinar memang resign ya bro?”Zaky bertanya pada Edo selaku manager baru di restoran besar itu.Mereka bertiga tengah break untuk makan siang bareng, dan Zaky datang untuk melihat keadaan restoran keluarganya. Ada sedikit khawatir di hatinya, hampir setahun dekat dengan Dinar tidak pernah sekalipun gadis itu mematikan po
Airmata yang mengalir di kedua pipinya diseka dengan punggung tangan, hatinya hancur memikirkan masa depannya nanti, dia tidak memiliki sesuatu yang berharga untuk suaminya kelak. Ibunya selalu memberi dia nasehat untuk menjaga diri selama di tempat orang, menjaga sikap dan perilaku, tapi kini apa yang dilaluinya? Begitu berat. Kehilangan kesucian hanya karena sebuah dendam yang dia sendiri tidak tahu pasti kesalahannya.Dinar teringat Delia, Zaky, juga teman-teman lain yang kerja di restoran, sudah tiga hari dia tidak bisa menghubungi mereka semua, ponselnya diambil oleh Dirham dan dia tidak hafal juga dengan nomor mereka, (saat beginilah baru aku menyesal nggak hafalin salah satu nomor ponsel mereka), dia mengeluh kecil. Ucapan Dirham tadi malam kembali terngiang, tentang Fathia Assegaff, gadis manis itu rupanya adik Dirham, baru dia sadar nama belakang keduanya sama. Dinar tahu tentang Fathia Assegaff dari c
Dengan perlahan Dinar mendekat kearah pria yang masih menatapnya tajam.‘Dia ini mau apa, tadi kan sudah ku bilang aku mens’ jerit hati gadis itu penuh resah.“Kamu tuli? Aku bilang datang padaku, maka cepat datang! Jangan sampai aku seret dan paksa, atau kamu memang suka dipaksa?”Dirham kembali bersuara keras, matanya tajam menatap Dinar yang masih ragu untuk melangkah. Gadis itu melangkah perlahan dan berhenti di depan Dirham, hanya berdiri kaku menunggu perintah.“Bantu aku oleskan obat merah ini, mikir apa sih?, lamban!” Dinar memejamkan matanya, napas ditarik lega. Dia sudah berpikir jauh tadi. Obat merah di tangan Dirham diambil alih dan tangan kirinya memegang lengan pria muda itu. Sentuhan lembut dari jemari Dinar membangunkan sesuatu pada diri Dirham, dari tadi dia menahannya, aroma harum yang menyusup masuk ke indera penciumannya membuat pria muda itu tidak tenang duduk, andai gadis di depannya itu tidak dalam keadaan datang bulan
Di kantor AAD Group “Mia, masuk keruangan saya dan bawa berkas untuk meeting pagi ini.” Adam Assegaff yang diikuti oleh putranya baru saja sampai di depan ruang kerjanya dan memberi arahan pada Personal Asistennya yang dipanggil Mia itu.“Baik pak.” Mia segera memilah berkas fail yang diminta oleh atasannya, siapa yang tidak kenal dengan Adam Assegaff pria dengan ketegasan dan aura yang ditakuti oleh para staff dan bawahan serta seluruh pekerja di perusahaan itu. “Meeting staff pagi ini kamu yang pimpin.”“Tapi pa, Am belum terbiasa, takut ada kesalahan nanti.”“Coba dulu, semua bisa dipelajari dan papa tidak mau ada kesalahan, Dirham Assegaff.” Dirham berdecak pelan, jika nama penuh yang dipakai untuk memanggil berarti memang tidak boleh dibantah lagi. Wajahnya tegas, tampan dan berwibawa. Itu kesan pertama yang akan dilihat dari sosok pria mapan keturunan darah campuran timur tengah dan Indonesia itu.Dirham meletakk