Romansa dewasa- Mengandung adegan 21+, mohon bijak dalam memilih bacaan. Terima kasih. Pertemuan karena ingin membalas dendam kepada penyebab kematian sang adik menumbuhkan bibit-bibit cinta yang tidak pernah disadarinya. Dirham Assegaff(29 tahun) terjebak dalam permainan dendamnya pada Dinar Azalea (20 tahun). Siapa sangka dendam yang dipupuknya selama ini memakan diri. Dia mengambil jalan yang salah di saat amarah menguasai, membalas sakit hati keluarganya dengan menodai gadis polos bernama Dinar Azalea. Benih bercambah, Dinar harus membawa diri karena malu hamil tanpa suami. Gadis cantik bermata indah itu harus mati-matian mencari kerja demi memenuhi kebutuhan sendiri juga keluarganya. Kehilangan gadis itu membuat Dirham gila, dia akhirnya mencari di mana Dinar berada, rasa ingin memiliki semakin terasa saat mata memandang perut besar gadis kurus itu. Hati iba seketika. Mampukah Dirham meyakinkan si gadis kalau dia tulus ikhlas untuknya, atau akankah dendam itu sirna bersama hadirnya cinta dan buah hati mereka?
Lihat lebih banyak"Saya mau dilayani dia," Seorang pria berwajah tampan dengan mata ditutup dengan kaca mata hitam sedang berbicara dengan seorang pelayan restoran. Dagunya dimajukan menunjuk satu arah.
Pria itu masih duduk di tempatnya, tangan dilipat di dada sambil matanya tak lepas dari memandang seorang pelayan yang sedang mengambil order di meja ujung."Sebentar ya pak.""Hmmmm." Hanya itu yang keluar dari mulutnya. Delia melangkah menyusul Dinar yang juga baru selesai mengambil order dari pelanggan di meja 15.Delia menghampiri Dinar yang baru saja meninggalkan meja paling ujung. Mereka berjalan menuju ke meja catering dan meletakkan kertas orderan dari meja para pelanggan itu disebuah papan kecil dan ditancapkan dengan paku yang sudah di khususkan untuk kertas orderan.
"Di, meja nomor 3 minta kamu yang ambil orderan." Delia berbisik pada Dinar.
"Tadi kan kamu sudah di meja itu, Del.""Tapi dia nggak mau order dulu, nunggu kamu katanya."Kening Dinar berkerut, heran dengan permintaan pelanggan itu, tidak biasanya seperti itu."Udah pergi sana, ingat pembeli itu raja."
"Heran aja sih, nggak biasanya ada pelanggan memilih.""Naksir kamu mungkin.""Lagi lah nggak mungkin. Aku ke sana dulu."Delia mengangguk membiarkan Dinar pergi menuju meja nomor 3.Kaki diatur menuju ke meja nomor 3, dadanya agak berdebar melihat sosok pria muda memakai kaca mata hitam sedang duduk tegak fokus pada HP di tangan.
"Selamat siang pak, sudah buat pesanan? silahkan bapak bisa melihat daftar menu di sini."Dinar menyodorkan buku menu kepada pria itu dengan sopan.Dirham yang dari tadi mencuri pandang pada Dinar lewat kacamata hitamnya tersenyum sinis. Ini rupanya dia.Sudah tersusun banyak rencana di kepalanya saat pertama kali melihat sosok gadis yang selama ini dicari dan diselidiki.
Hatinya ingin marah ketika mengingat kejadian 6 bulan yang lalu, tidak bisa dibiarkan. Semua harus terbalaskan."Pak, silahkan." tersentak dengan suara gadis didepannya membuat tangan kanan Dirham menyenggol gelas kaca berisi air putih di depannya. Gelas itu jatuh ke lantai.
PRANG!!!!
Dinar tersentak.
Dia gugup dan gemetar.
"Maaf pak, saya nggak sengaja mengagetkan bapak, biar saya bersihkan."
Dirham hanya kaku menatap kepergian Dinar, tangannya mengambil beberapa lembar tisu di atas meja, dia menunduk sedikit membersihkan percikan air yang mengenai kain celana bagian bawahnya. Dinar sudah berdiri di sebelah pecahan kaca di lantai sambil membawa sapu dan serokan sampah. Dirham hanya diam memperhatikan tangan gadis itu cekatan mengambil semua pecahan kaca di lantai satu persatu.
"Auch," Jari tangan Dinar berdarah terkena pecahan kaca yang mau di ambil.
"Are you okay?"Dirham bersuara melihat Dinar meringis kesakitan."Iya pak saya_ saya nggak apa-apa."Reflek tangan Pria itu meraih selembar tisu dan dia duduk jongkok di samping Dinar, tangan gadis itu dipegang lalu jari yang berdarah diusap pakai tisu."Hati-hati.""Sudah pak, biar saya buat sendiri, terima kasih."Dinar gugup menerima perlakuan dari pelanggan baru tempatnya bekerja itu.Dia segera berdiri, tidak mau menarik perhatian pelanggan lainnya.Dinar membawa sapu dan serokan berisi pecahan kaca itu kebelakang. Beberapa menit kemudian dia kembali di meja Dirham berada.
"Saya pesan salmon scrambled dua porsi ya, minumnya ice lemon tea dua dan machiato 1.""Baik pak dalam 5-10 menit siap."
"Oke."Delapan menit berlalu, Dinar datang membawa nampan berisi pesanan Dirham.
"Duduk dan temani saya makan." Dinar kaget, pasti dia salah dengar."Silahkan menikmati pak.""Kan saya bilang duduk temani saya makan."Eh! siapa dia, seenaknya saja suruh-suruh orang."Maaf pak ini jam istirahat saya."
"Ini jam makan siang mu kan?""Saya masih banyak kerja di belakang."Dirham memanggil Edo yang kebetulan lewat di sebelahnya. Edo berhenti di samping Dinar, sorot matanya seolah bertanya, 'ada masalah apa?'. Dinar sudah berdebar dari tadi ini di tambah lagi Edo yang datang. Aduuuh masalah bener."Maaf, bisa saya ketemu dengan supervisor di sini?""Saya sendiri pak, ada masalah apa ya?""Wah, kebetulan. Jam makan siang staf anda ini jam berapa?"Edo mengerutkan dahi, aneh dengan pertanyaan dari pria berkarisma di depannya."Ini memang jam Dinar break pak.""Tuh kan? berarti tidak masalah kan kalau dia saya traktir lunch sekarang. Dia teman saya.""Itu bisa bapak bicarakan dengan orangnya, Dinar Azalea, kamu bisa break sekarang, permisi pak."Dinar mengangguk dan Edo pamit pada Dirham dia menuju ke dapur tempat para staf melakukan kesibukan masing-masing.Teman?
Sejak kapan?
Dinar masih diam, matanya meliar mencari alasan yang bisa dipakai untuk menghindar. Kenal juga tidak kenapa pria ini bersungguh-sungguh mengajaknya makan bareng. Perasaannya jadi tidak enak.
"Jangan banyak berfikir dong, aku cuma mau menebus rasa bersalah ku tadi, gara-gara aku jarimu terluka."
"Tapi pak kita tidak saling kenal," Dinar masih berdiri memeluk nampan di dadanya."Jadi, mari kita kenalan. Aku Dirham."Dirham mengulurkan tangannya untuk dijabat oleh gadis di depannya. Dinar enggan menyambut uluran tangan itu. Tapi dia melihat beberapa mata sudah memperhatikan mereka berdua.Dengan berat hati Dinar menjabat tangan Dirham dengan gemetar, meski mata pria itu di tutup dengan kaca mata hitam tapi dia bisa merasakan mata itu tajam menatapnya."Saya Dinar, Dinar Azalea."Tangan di tarik segera setelah memperkenalkan diri. Dirham tersenyum manis.
"Duduklah, aku traktir kamu lunch. Kita berteman sekarang."Dinar hanya diam tidak menggeleng ataupun mengangguk tapi dia duduk juga akhirnya."Tangannya masih sakit?"
"Sudah tidak lagi, pak.""Aku kelihatan tua ya?""Emmmmm, tidak pak.""Jangan panggil saya bapak please, saya jadi kek ngobrol dengan anak sendiri." Senyum terbit di bibir Dirham, terasa lucu dengan kalimatnya sendiri."Mari makan"Dirham meletakkan satu piring salmon scrambled dan gelas berisi air minum di depan Dinar. Dalam hati Dinar membaca bismillah sebelum memulai makan."Sudah lama kerja disini?"
"Lumayan, sudah mau setahun.""Asli dari mana, atau orang Jakarta sini?""Aku dari Jogja.""Orang Jogja rupanya.""Iya, kamu?"Dinar memberanikan diri. Dirham tersenyum kecil, dalam hatinya bersorak riang.Yes! umpan mengena.
Dasar perempuan murahan."Aku asli sini, tapi ayah ada campuran darah Arab, dan ibu campuran darah Itali."
Pantesan saja seperti bukan asli orang sini.
Selesai makan, Dinar membersihkan meja dan hanya disisakan cawann machiato saja.
Dia mengucapkan terima kasih kepada Dirham.Pria itu tersenyum penuh misteri.Dinar berkerja lagi seperti biasa. Pertemuan dengan Dirham tadi memang sempat mengganggu pikirannya, tapi dia segera buang jauh semua pikiran tentang pria itu.
Sementara Dirham melangkah dengan penuh kemenangan keluar dari restoran itu .
"Ya, dan tetap awasi pria itu."
HP dimatikan setelah memberi perintah kepada lawan bicara di talian.
Pintu mobil dibuka.
Dia duduk di tempatnya.
Stereng diputar.
Senyum sarkastik mengembang di bibir.
"Sebentar aja lagi." Gumamnya pelan sambil melihat cermin pandang belakang.
Suara nyanyian burung kenari dan debur ombak berselang-seling membangunkan tidur pulas Dirham. Pria itu membuka matanya dan melihat jam di ponsel, sudah jam 5 pagi. Ia bangun dan menatap pada wajah ayu wanita yang masih tertidur pulas di atas lengannya. Dirham bangun dari tempat tidur dan mengalihkan kepala sang istri. Ia melangkah menuju ke kamar mandi. Membersihkan diri sebentar dan menunaikan kewajibannya. Lima belas menit berlalu tapi tidak ada tanda-tanda Dinar akan bangun, pasti wanita cantik itu kelelahan melayani keinginan suaminya yang tidak pernah jemu. Dinar baru dibiarkan tidur hampir jam 1 pagi.“Eungh …” Dinar menggeliat ketika merasakan tidurnya terganggu. Kantuknya tidak dapat lagi dinegosiasi, suaminya yang perkasa membuatnya hampir tidak bisa berdiri tadi dini hari, hingga ke kamar mandi harus digendong.Melihat istrinya tidur dengan mulut terbuka, membuat Dirham tertawa.'Kenapalah kamu itu sangat m
Mature contentDinar mencoba mengimbangi permainan lidah nakal sang suami, dan seperti selalu, Dirham selalu tidak bisa ditebak arah permainannya.“Mas, engh …” satu lenguhan keluar dari bibir mungil sang istri tatkala bibir Dirham mulai turun menjelajahi leher putih dan menyesap serta melumat dengan sesapan-sesapan kecil dan panas meninggalkan beberapa jejak kemerahan si sana. Jemari tangan Dinar meremas rambut Dirham menyalurkan hasratnya yang mulai bangkit.Dirham membawa istrinya ke atas tempat tidur dan menjatuhkannya, ia merasa celananya sesak karena miliknya mengeras sejak mereka turun dari mobil tadi. Membayangkan Dinar yang mendesis nikmat di bawah tubuhnya saja membuat pria itu langsung bergairah.Dirham membuka blouse istrinya, sementara Dinar memberi akses pada sang suami untuk melakukan apa saja yang diinginkan. Ia juga menarik keluar baju pria yang menjadi tempat ia mencurahkan segal
“Mas! Anak-anak dengar tuh.” Dinar mencubit pinggang suaminya.“Dengar apa itu, Bunda?” Ruby memang kritis pemikirannya, selalu ingin tahu apapun yang didengar oleh telinganya.“Tidak ada apa, Sayang. Ruby nanti kalau bobo sama Oma dan Opa jangan rewel tau.” Dinar berpesan pada putrinya.“Kakak kan udah gede, pesen itu buat adik kali, Bunda.” Dirham tertawa mendengar kalimat pedas dari putrinya, ngikut siapalah itu, pedas kalau ngomong.“Adik uga udah pintal kok, pipis malam aja udah kaga pelnah.” Abizaair tidak mau ketinggalan.“Jelas dong, Adik udah mau 4 tahun, mana boleh pipis malem. Kasihan yang bobo sama adik kalau kena pipisnya.”Ujar Dirham pula, ia membawa mobil dalam kecepatan sedang.“Papa pelnah pipis malam-malam?” pertanyaan dari sang putra membuat Dinar terbatuk-batuk.“Pernah dong, tanya sama Bunda tuh. S
Dirham menatap istrinya, ia merasa heran mendengar ucapan dari gadis di depannya itu.“Sada, maksudnya apa? Kami tulus lho membantu kalian.” Dinar meminta Sada untuk menjelaskan penolakannya tadi.“Loli, ajak adik-adik ini bermain dengan Ruby.” Dinar memanggil Loli.“Iya, Bu. Ayo adik. Ada temannya di sana.” Loli datang dan memanggil adik-adik Sada untuk menuju ke halaman samping.“Pergilah, nanti Mbak panggil kalau mau pulang.” Baim dan Zahra mengangguk dan mengikuti langkah Loli.“Begini, Pak. Saya tidak enak kalau harus menerima kebaikan bapak dan ibu cuma-cuma.” Dinar tersenyum, ia mengerti apa maksud dari Sada. Ia masih ingat dulu Sada tidak pernah mau menerima uang secara cuma-cuma, ia harus bekerja sebelum menerima uang dari orang lain.“Tapi ini kan beasiswa. Namanya beasiswa pasti tanpa syarat. Kecuali beasiswa prestasi.&r
“Mbak Dinar!” Dinar langsung berdiri dan memeluk gadis itu dengan mata berbinar, gadis yang ingin ditemui ternyata sekarang ada di depannya. Sada membalas memeluknya.“Kamu kerja di sini?” Dirham bertanya pada Sada, gadis yang dulu pernah menjadi orang kepercayaannya untuk mengantar dan menjemput Dinar waktu mereka belum menikah.“Iya, Pak. Saya kerja di sini? Bapak sekeluarga liburan?”“Ayo, duduk. Kita bisa cerita-cerita. Adik-adik kamu pasti sudah besar sekarang.”Dinar menyentuh lengan Sada.Gadis itu tersenyum tapi menggelengkan kepalanya.“Saya masih kerja, Mbak. Mana bisa duduk-duduk di sini. Adik saya sudah sekolah, kelas 6 SD sama kelas 4.”“Kamu tidak narik ojol lagi?” Dirham bertanya sambil mengambil sebotol air mineral di atas meja. Dibuka tutupnya dan diberikan pada sang istri.“Sore jam 4 setelah pul
“Sayang, Sorry Papa sama bunda ketiduran tadi. Sekarang ajak adik tunggu di depan, ya?”Dirham mengusap kepala putrinya. Ruby mengangguk dengan cepat. Ia memanggil sang adik sesuai pesan papanya.Sementara Dirham kembali masuk ke dalam kamar dan menutup pintu. Dinar baru saja selesai memakai selendang pashmina kegemarannya. Ia menyembur parfum lalu mengoles bibirnya dengan lipstik berwarna nude.Pelukan hangat Dirham dari belakang membuatnya sedikit menoleh.Dirham mendekap erat tubuh ramping istrinya, wangian aroma yang selalu segar pada penciumannya ia hirup dalam-dalam.“Jangan cantik-cantik, nanti ada yang naksir.”“Ruby bilang apa?”Dinar mengusap lengan sang suami yang melingkari perutnya.“Minta jalan-jalan ke pantai. Kita gerak sekarang. Kasihan anak-anak, ngambek katanya nungguin kita lama dari tadi.”“Papanya sih suka lama-lam
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen