Share

Bab 4. ADA RINDU BUAT DIA

Mendengar suara tembakan, kapten Axelle bergegas masuk ke rumah Arbia. Tidak lupa sinyal GPS ponsel nya dinyalakan. Dia mengirim pembaruan informasi pada timnya.

Di bukanya pintu rumah Arbia dengan hati-hati. Dengan sikap tenangnya inilah seorang Narendra Axelle, selalu berhasil menjalankan tugas. Dia bersama timnya selalu sukses.

Dilihatnya Arbia meringkuk ketakutan di samping tangga rumahnya. Seluruh tubuhnya gemetaran. Sedangkan seseorang yang menembakkan pistol dengan peluru kematian itu, masih berjalan dengan tenang mendekati gadis muda itu. Dia belum menyadari kedatangan kapten Axelle.

" Kenapa kamu harus ketakutan seperti ini, Arbi?" Mendengar nama kecilnya dipanggil, Arbia menoleh sesaat ke arah laki-laki itu. Ditatapnya dalam-dalam sosok mafia itu. Ada yang dia cari di sana. Dan dia merasa begitu familiar dengan nama panggilan itu.

"Sebenarnya kamu ini siapa, kenapa kamu bisa tahu nama panggilanku waktu kecil?"

Arka Abianta, sang mafia tertawa terkekeh mendengar kenaifan sang reporter. Masih persis 15 tahun yang lalu. Anak perempuan kecil yang polos. Lugas dan keras kepala.Terkenang masa kecilnya, Arka menekan perasaannya. Ada gemuruh dada yang menyesakan. Dia tidak mau terlena dengan perasaan itu.

Dengan tangan kekarnya, dia mencengkram rahang Arbia.

"Bagaimana, kamu terima tawaranku? Kita hancurkan kapten Axelle! Kita bekerja sama jadi satu tim." ucapnya tandas.

"Jangan mimpi kamu! Aku dan kamu beda misi! Kamu urus saja urusan kamu!" teriak Arbia meringis menahan sakit. Merasakan kuatnya tangan Arka meneka rahangnya.

"Dasar gadis bodoh! Plakk-kk!"

"Aukh-kh ...,

Darah itu keluar dari sudut bibir sensual Arbia. Dia tambah meringis sambil memegangi pipinya. Raut mukanya menjadi tegang. Amarahnya menyeruak ke kepalanya. Ditatapnya dengan tajam sosok Arka.

"Ternyata kamu sa-kit-! Beraninya hanya sama perempuan-!" Arbia menekan ucapannya dengan rahang mengeras. Seperti punya kekuatan. Dia berdiri dengan tegak.

Arka tambah terkekeh dengan sinis. Ada seringai menyeramkan dari sudut bibirnya yang simetris. Wajah tampannya tiba-tiba menghilang dengan tatapannya yang berubah menyeramkan. Sisi lain seorang Arka yang tidak pernah diketahui oleh Arbia.

Semakin mendekat,  Arka semakin beringas. Dia menekan tubuh Arbia ke dinding. Di sisi lain, Axelle terus mengamati dari jarak 500 meter di bawah remang-remang lampu sudut. Di luar rumah Arbia, satu kontingen anak buah Axelle sudah menyebar dan menunggu aba-aba dari sang kapten.

Karena kepekaan insting yang begitu tajam. Arka Abiant, menyadari kehadiran tamu tak diundang. Dia terus menekan Arbia dengan pistolnya. Gadis itu mulai gemetar. Keringat dingin mulai berjatuhan dari keningnya.

"Apa yang kamu mau dari aku?" suara Arbia bergetar. Dia merasakan benda tajam itu menyentuh pinggangnya, kedua tangan Arbia begitu dingin. Sang mafia menyadari ada bayangan melintas, Arka menarik peluru pistolnya.

Bumb- ...

Lampu sudut itu pecah berkeping-keping. Suara riuh terdengar dari luar rumah. Gelap tiba-tiba memenuhi ruang keluarga itu. Arbia bersimpuh lemas. Dia menutup kedua kupingnya. Badannya gemetar. Keringat dingin menyeruak masuk ke pori-porinya.

Dirasakan ada tangan menyentuhnya. Tapi bukan tangan sang mafia. Tangan kokoh itu milik sang kapten. Super heronya. Dengan tergesa di peluknya laki-laki tegap itu. Dia menubruk Axelle dan menangis sejadi-jadinya di dada bidang sang kapten. Rasa trauma membuat dia menjadi lemah.

"Tenang-tenang, semua baik-baik saja." Axelle mengelus punggung ringkih itu lembut. Di dalam kegelapan itu Arbia merasa sangat nyaman dan terlindungi dari orang yang sangat ia benci.

"Lapor kapten! Target berhasil lolos! Laporan selesai! Anak buahnya melaporkan kondisi terkini.

"Kurang ajar! Masih bisa kabur dia! Dasar ular! Licik!" Dengusnya kesal. Dan mengiyakan laporan anak buahnya.

"Perbaiki arus listrik! Ada konsleting akibat lampu yang tertembak tadi!" Perintahnya tegas.

"Baik kapten! Laksanakan!" Bergegas mereka melaksanakan perintah kaptennya.

******

Arka Abianta, berhasil lolos dan kabur dari kepungan satuan tim khusus dibawah pimpinan kapten Axelle. Dia merupakan target operasi yang selama ini dicari-cari.

Berita ini jadi trending topik. Diberitakan, peristiwa penyanderaan Arbia Siquilla mencuat ke media sosial.

Situasi di rumah Arbia malam ini hening. Tinggal kapten Axelle yang menemaninya. Anak buah satu kompinya sudah lepas tugas sejam yang lalu. 

Arbia masih merasa syok dengan kejadian tadi. Trauma masa kecilnya kembali memenuhi benaknya.

Kapten Axelle menyodorkan teh hangat kepadanya. Gadis itu mengerjap sesaat. Dan meneguk tehnya sedikit.

"Kamu dah bisa tenang sekarang. Semua sudah berlalu. Biar lebih aman, aku akan perintahkan beberapa anak buahku untuk berjaga di rumahmu." ucapnya tegas . Dia melihat pias di raut wajah Arbia.

Arbia menggeleng."Tidak perlu! Aku tidak perlu pengawal! Tidak perlu dijaga juga!" tambahnya angkuh dengan wajah sedingin salju.

"Jangan keras kepala, ini semua demi keamanan dan kebaikanmu!" timpal kapten Axelle masih tegas.

"Ini semua karena kamu! Hidupku dari kecil hancur karena ulah ayah kamu! Sekarang aku tidak aman juga karena kamu! Arka punya dendam pribadi sama kamu! Dan ingin melibatkan aku!" teriak histeris Arbia. Punggungnya terguncang hebat. Ada derai air mata lagi di pipinya. Isaknya mulai terdengar.

Axelle menghela nafas panjang. Ditariknya gadis cantik itu ke dalam pelukannya. Ditepuknya punggung ringkih yang berguncang itu. Ditenangkannya jiwa rapuh itu. Sesaat Arbia terlena.

Direnggangkannya pelukan hangat itu. Wajah mereka bersinggungan. Nafas mereka begitu hangat. Dan mata mereka beradu. Axelle menggapai wajah pias itu. Menyeka lembut air mata Arbia. Wajahnya mendekati wajah gadis itu. Menyeruakan aroma lembut tubuhnya yang begitu melenakan. Aroma wangi yang menyejukkan. Membuat Arbia nyaman dan tenang.

Ketika bibir mereka berjarak 3 senti. Arbia menahan nafas kuat-kuat. Dadanya bergemuruh. Ada debar jantung yang berkejaran. Axelle menatap dalam-dalam mata gadis cantik itu. Mencari-cari kedamaian di sana. Sesaat kemudian bibirnyan sudah beradu dengan bibir Arbia. Matanya terpejam. Menikmati suasana yang ia ciptakan.

Sedangkan Arbia terbelakak kaget, ketika bibir sang kapten begitu dalam mengecup bibirnya. Semakin dalam dan semakin terbuai. Matanya kian meredup dan terpejam.

Beberapa saat lamanya, mereka kembali ke alam  sadar. Mereka jadi salah tingkah. Arbia membuang muka malu. Dia memaki dalam hati. Mengumpat sesukanya.

"Dasar bodoh kamu Arbia! Dia orang yang akan kamu bunuh! Kenapa bisa malah terjadi kissing?" Arbia terus merutuk dalam hati. Mengutuk dirinya sendiri. Orang yang sangat ia benci tiba-tiba menempati ruang hatinya.

"Maaf!" suara itu membuyarkan semua lamunan Arbia. Ada tatapan tenang di mata sang kapten. Arbia memicingkan matanya lalu membuang muka kesamping. Bukan karena benci tapi karena dia tidak bisa mengontrol detak jantungnya yang berlarian tak karuan.

"Kamu bisa pulang!" suaranya bergetar. Nada pengusiran itu membuat Axelle tersenyum simpul. Dia kembali mendekati gadis itu dan mendekatkan wajahnya.

Arbia merasa jengah. Ditariknya mukanya kebelakang beberapa centi.

"Apa sikapmu selalu seperti ini sama setiap perempuan?" pertanyaan itu mampu membuat laki-laki dengan sejuta pesona itu mengubah raut mukanya. Lebih serius dan tegas. Wajahnya berubah lebih dingin dan angkuh. Tidak  seramah tadi.

Ada penyesalan menguar di dada Arbia. Tidak dia sangka pertanyaannya itu ditanggapi serius oleh sang kapten.

Tanpa berkata apa-apa, laki-laki tampan itu memakai jasnya.

"Tidurlah lebih awal, agar kondisimu besok pagi lebih segar." ucapnya seraya berlalu meninggalkan Arbia yang masih dalam penyesalan.

BERSAMBUNG

Ai

Pembaca yang baik hati terima kasih atas partisipasinya Harap klik bintang, vite, like dan koment nya, ya

| Sukai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status