Share

Bab 11

Syarif yang merasa nyaman saat memeluk tubuh Jasmin, namun tidak dengan Jasmin. Ia merasa sangat canggung, meskipun benar yang dikatakan oleh Syarif jantungnya terpacu lebih cepat tidak seperti biasanya.

" Mas... Sudah takut ada yang lihat " kilah Jasmin yang memang sudah lemas menghadapi sifat suaminya. Tangan Jasmin berusaha melepaskan tangan Syarif yang memeluknya.

" Sebentar saja " pinta Syarif.

" Ya Allah baru beberapa jam hamba menikah, rasanya badan panas dingin " batin Jasmin pasrah dengan perlakuan Syarif. Sayup terdengar suara Bi Ani mengetuk pintu.

" Mas ada yang ketuk pintu, sepertinya Bi Ani" Jasmin menyadarkan suaminya, 

" Tunggu disini ... Cup " Syarif melepaskan pelukannya dan mencium pipi Jasmin. Ia berjalan menuju pintu, setelah pintu terbuka benar Bi Ani datang untuk menanyakan kondisi Syarif. Selepas kepergian Bi Ani, Syarif menghampiri Jasmin yang kini duduk di depan meja rias.

" Mas Syarif cium pipi ku, ini seperti mimpi" batin Jasmin seraya mengusap pipinya.

" Dek... Mas keluar sebentar ya, mau temuin ayah " izin Syarif yang berdiri tepat di belakang Jasmin, Jasmin menoleh ke arah suaminya.

" Iya mas " jawab Jasmin.

" Ya sudah mas tinggal " tutur Syarif seraya mengusap lembut kepala istrinya. Jasmin yang diperlakukan seperti itu pun hatinya sangat bahagia. Perempuan mana yang tidak luluh karena perilaku Syarif yang lembut.Setelah Syarif keluar dari kamar, Jasmin menopang wajahnya dengan kedua tangan. Ia menghembuskan nafas beratnya.

" Akhirnya suamiku keluar juga dari kamar " gumam Jasmin.

" Suamiku " ulang Jasmin merasa aneh ketika menyebut Syarif 'suamiku' dan tersenyum sendiri.

" Baik ... tapi bikin hati dag-dig-dug, lama-lama jantung ku lepas " keluh Jasmin, yang belum bisa beradaptasi dengan keadaan bahwa dirinya sekarang sudah mempunyai imam.

Hari semakin sore, semburat jingga kini sudah nampak melukiskan warna yang indah di langit. Waktu sendelekala pun tiba, menggiring para umat muslim untuk melaksanakan sholat Maghrib. Sore ini adalah pertama kalinya Syarif ke Masjid di dekat rumah Jasmin, ia berangkat bersama ayah mertuanya. Langkah demi langkah mereka ayunkan secara berirama, tak terasa mereka sudah sampai di serambi Masjid.

" Silakan Nak Syarif menjadi imam " ucap salah satu warga yang memang sudah mengenal Syarif.

" Bapak saja silakan " tolak Syarif ramah.

" Untuk kali ini, saya ingin kamu yang menjadi imam nak " pintanya.

" Baiklah pak, kalau bapak meminta " jawabnya seraya tersenyum.

Di rumah Jasmin yang hendak melaksanakan sholat Maghrib mendengar suara takbiratul ihram yang ia kenali. Tanpa aba-aba ia pun mengikuti suara imam Masjid, surat-surat yang dilantunkan terdengar merdu dan panjang. Meski berbeda tempat Jasmin mengikuti hingga raka'at terakhir.

" Alhamdulillah, terimakasih sudah mengirimkan imam yang Sholeh seperti Mas Syarif Ya Allah " batinnya selalu mengucapkan rasa syukur yang tak ada henti.

Meskipun keadaan rumah yang masih belum tertata rapih, di ruang makan Jasmin dan Fatimah menyiapkan makan malam, bertepatan dengan Syarif dan Ismail yang baru saja pulang dari Masjid.

" Assalamualaikum " salam Syarif dan Ismail bersama.

" Wa'alaikumus salam " jawab Fatimah dan Jasmin melihat ke arah orang yang baru saja datang.

" Ayo Nak Syarif ... kita makan dulu " ajak Fatimah seraya menyiapkan hidangan di meja makan.

" Ayah nggak di ajak bu ?" tanya Ismail tersenyum.

" Ayah ayo makan" sahut Jasmin tersenyum,

" Itu sudah yah " jawab Fatimah tersenyum.

" Biasanya .... Nggak diajak pun langsung duduk yah " imbuhnya tersenyum.

Malam ini Syarif merasakan kebahagiaan dari keluarga istrinya yang sangat ramah dan baik. Begitupun dengan Ismail, ia merasa tenang menitipkan putrinya pada laki-laki yang tepat. Mereka makan malam dengan nikmat dan hanya ada suara dentingan sendok yang mereka gunakan. Usai makan mereka berkumpul bersama di ruang tamu, meski hanya bertambah satu orang dalam keluarga mereka,  membuat keluarga Jasmin semakin ramai. 

Suara Adzan Isya berkumandang, Ismail pun meminta agar untuk sholat berjamaah di rumah. Di Mushola dalam rumah yang sering di gunakan Ismail, disana mereka sholat berjamaah dengan Syarif sebagai imam. Rakaat demi rakaat mereka lakukan dengan khusyuk.

" Assalamualaikum Warahmatullah "

" Assalamualaikum Warahmatullah "

Setelah berdzikir, Syarif kembali menuntun do'a untuk diaamiin kan. Dalam benak Fatimah ia merasa haru memiliki anak mantu yang menurutnya baik dalam segi agama.

" Alhamdulillah Ya Allah, engkau telah mengabulkan permintaan hamba. Ambilah nyawa hamba ketika engkau sudah hisab semua dosa-dosa hamba " batin Fatimah selalu berdoa seperti itu karena ia merasa tugas seorang ibu di dunia sudah selesai.

Ketika sudah memanjatkan doa, Syarif mencium punggung tangan Ismail dan Fatimah. 

" Terimakasih sudah menerima saya dengan baik di keluarga ini " ucapnya seraya menunduk mencium tangan Fatimah.

" Ibu hanya berpesan, jaga putri ibu satu-satunya. Jangan buat dia bersedih " jawab Fatimah seraya menepuk bahu Syarif dengan pelan.

" Syarif janji bu, Syarif akan selalu jaga jantung hati Syarif dengan baik " ucapnya

" Iya ibu percaya nak " Syarif melepaskan tangan ibu mertuanya dan beralih mencium tangan Ismail.

Selepas sholat Isya semua kembali ke dalam kamar untuk istirahat, karena hari ini adalah hari yang melelahkan. Tidak dengan Jasmin sebelum ke kamarnya Jasmin kembali ke dapur untuk mengambil air minum di gelasnya. Sesampainya di dalam kamar Jasmin melihat Syarif yang sudah duduk menyandar di atas tempat tidur.

" Jantung ku kembali nggak normal " batin Jasmin terbayang bayang malam pertama yang konon sangat menyakitkan. Selesai gosok gigi Jasmin yang sudah berganti pakaian kini jalan ke arah saklar lampu.

" Mas lampunya sebagian matiin ya ?" tanya Jasmin menekan tombol saklar dan suasana kamar berubah menjadi temaram. Jasmin melepaskan hijabnya, tentu sorot mata Syarif ingin terus memandangi istrinya yang sangat cantik dengan rambut panjang terurai.

Jasmin merebahkan diri di samping suaminya, tangan Jasmin meraih guling untuk di letakkan di tengah-tengah tempat tidur. Tanpa rasa bersalah ia menarik selimut untuk menutupi badannya. Syarif yang jahil kini mengambil pembatas diantara mereka dan menaruh disisinya.

" Kenapa diambil mas ?" tanya Jasmin.

" Apa kamu tahu alasannya ?" tanya Syarif, Jasmin menggelengkan kepalanya.

" Mas ingin melihat wajah cantik istri mas saat tidur " jawab Syarif.

" Mendekat lah ... Mas nggak akan melakukan apapun " ucap Syarif

" Maaf mas ... Jasmin belum siap " jawabnya terdiam, Syarif mendekat kan tumbuhnya dan tanpa aba-aba ia mencium kening serta memeluk tubuh istrinya. 

" Tidurlah atau kita jadikan malam ini malam yang panjang " ungkap Syarif. Jasmin yang kini bantalan lengan Syarif mencoba untuk memejamkan matanya.

Jasmin melihat arloji yang terpampang jelas di dinding kamarnya, terlihat sudah pukul dua belas malam namun matanya enggan untuk terpejam. Tidur disisi Syarif dengan jarak yang begitu dekat, bahkan hembusan nafas Syarif terasa di bulu-bulu halus wajahnya serta jarak wajah mereka yang saling berdekatan membuat Jasmin sangat canggung dan terus terjaga. Jasmin ingin sekali mengalihkan tangan Syarif yang berada di perut ratanya, dengan pelan  Jasmin berusaha mengalihkan tangan Syarif.

" Sebaiknya aku shalat tahajud saja " batin Jasmin yang kini sudah duduk di sisi tempat tidur.

Jasmin memandangi wajah tampan Syarif, sekilas senyum terlihat di wajahnya. Ketika ingin beranjak dari duduknya tangan Syarif memegang tangan Jasmin.

" Hah " Jasmin terkejut karena tangannya di pegang oleh Syarif yang sedang tidur.

" Mau kemana ? " tanya Syarif dengan mata terpejam.

" Eemm ... Mau ambil wudhu mas " jawab Jasmin tentu dengan hati yang dag dig dug karena tiba-tiba Syarif memegang tangan Jasmin.

" Ya sudah duluan ambil wudhu, kita sholat berjamaah  " Syarif duduk dan menetralkan rasa kantuknya.

" Heeemmm ketahuan, " batin Jasmin, lagi-lagi dia tidak bisa menghindar dari suaminya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status