Jasmin, perempuan berhijab yang kini menginjak usia dua puluh empat tahun. Di usianya yang sudah matang untuk berumah tangga, Jasmin sedang menunggu sahabatnya bernama Rafa. Rafa yang sedang menuntut ilmu di negara lain pernah berjanji akan menikahi Nya di saat dirinya sudah lulus kuliah. Jasmin selalu menunggu Rafa dan tidak memberitahukan kepada kedua orangtuanya bahwa dirinya akan menikah dengan Rafa pilihan hatinya.Akankah Jasmin menikah dengan Rafa atau jodoh dari sang ayah ?Yuk simak bersama-sama ️
Lihat lebih banyakJasmin perempuan Sholehah berhijab dan blasteran Indo Arab, ya ... Ibu Jasmin bernama Fatimah berasal dari Arab sedangkan Ismail, Ayahnya berasal dari daerah Bandung. Jasmin memiliki bulu mata lentik, alis tebal, kulit putih serta bibir manis yang mana itu semua adalah kecantikan ibunya yang diturunkan kepada putrinya.
Tepat dihari kelahirannya Jasmin dan Rafa berencana ingin bertemu. Mereka berhubungan melalui pesan di ponsel, karena Rafa berada di negeri seberang nan jauh Jasmin pun memaklumi keadaan sahabatnya yang jarang mengirimkan pesan untuknya.
Saat bertemu Rafa nanti, Jasmin ingin sekali menanyakan perjanjian yang pernah Rafa ucapkan. Perjanjian dari sebuah lisan yang pernah Rafa ucapkan bahwa saat lulus kuliah nanti Rafa akan meminang Jasmin untuk di jadikan istri. Janji tersebut dikatakan empat tahun yang lalu saat Rafa ingin berangkat ke Luar Negeri.
Dua hari sebelum pertemuan dengan Rafa, Jasmin yang sekarang masih di Pondok Pesantren tepatnya di daerah Jawa Timur, memutuskan untuk pulang ke rumah orangtuanya yang berada di Bandung. Pagi hari Jasmin berpamitan ke Para Santri serta Para Ustadzah yang selama ini membantu dan membimbing Jasmin untuk menjadi seorang Hafidz seperti yang diinginkan oleh kedua orangtuanya.
" Ustadzah Aisyah terimakasih atas ilmunya, dan adik-adik jangan pernah menyerah untuk menjadi seorang Hafidz Al-Qur'an. Jasmin pulang dulu, suatu saat nanti jika ada waktu. Jasmin pasti akan kesini untuk silahturahmi " Jasmin tersenyum memandangi satu persatu wajah santri serta Ustadzah.
" Jasmin ini ada hadiah untuk kamu, biar ingat terus ke Pondok Pesantren " Ustadzah Aisyah mengulurkan sebuah Al-Qur'an yang berukuran kecil sebagai kenangan untuk Jasmin, Jasmin menerimanya dengan kedua tangan.
" Terimakasih, Jasmin pasti akan gunakan Al-Qur'an ini. Doakan Jasmin agar lancar menghafalkan juz ke tiga puluh " ucap Jasmin seraya mendekap Al-Qur'andan tersenyum.
" Ustadzah yakin kamu pasti cepat lancar, buktinya kamu sudah hafal juz ke tiga puluh tapi...Masih banyak yang harus diperbaiki " jawab Ustadzah dengan memegang kedua bahu Jasmin, Jasmin pun mengangguk dan tersenyum.
" Sepertinya Jasmin harus pamit sekarang, Assalamualaikum semua " ucap Jasmin tangan kirinya meraih koper.
" Wa'alaikumus Salam Warahmatullah " jawab semua Santri dan Ustadzah Aisyah.
Cukup berat langkah Jasmin meninggalkan Pesantren namun apa daya, Jasmin harus pulang untuk mempersiapkan diri bertemu dengan seseorang yang sudah lama ia tunggu dan terutama Jasmin sangat ingin mencurahkan rasa rindu kepada kedua orangtuanya.
Jasmin terus menarik kopernya hingga keluar gerbang Pondok Pesantren, saat ingin masuk kedalam taxi yang akan mengantarkan dirinya ke Bandara, seorang supir membantu Jasmin menaruh kopernya ke dalam bagasi. Jasmin menoleh ke arah dimana di dalam sana masih banyak orang yang memperhatikan dirinya. Jasmin mengangguk dan tersenyum lalu memasuki mobil. Ada rasa haru yang sejak tadi ia tahan, dengan cepat Jasmin menyeka air matanya dan menurunkan kaca mobil. Jasmin melambaikan tangannya kearah Santri dan Ustadzah Aisyah. Dengan pelan mobil melaju meninggalkan tempat dimana Jasmin memperdalam ilmu agamanya sejak ia berusia tiga belas tahun.
Sesampainya di Bandara Jasmin melakukan check in karena jam keberangkatannya akan segera tiba. Benar saja, belum lama Jasmin check-in, pegawai Bandara mengumumkan keberangkatan pesawat yang akan di tumpangi oleh Jasmin.
Sesampainya di dalam pesawat, Jasmin mencari tempat duduk yang sesuai dengan nomor, setelah duduk Jasmin memberi kabar kepada ibunya bahwa sekarang dirinya sudah berada di dalam pesawat. Setelah memberi kabar, Jasmin mematikan ponselnya agar tidak menggangu penerbangan dan meletakkan kembali ponselnya di dalam tas kecilnya.
Jasmin terus memandangi luar jendela, ya ... pesawat yang Jasmin tumpangi kini sudah berada di atas awan. Selama satu jam empat puluh menit Jasmin disuguhi pemandangan awan.
" Sungguh indah ciptaan mu Ya Rabb "batin Jasmin seraya menyandarkan tubuhnya, terkagum melihat kekuasaan Allah yang Maha Agung. Sepanjang perjalanan Jasmin terus mendekap Al-Qur'an pemberian dari Ustadzah Aisyah.
Tak terasa pesawat yang ditumpangi oleh Jasmin kini mendarat sempurna, " Alhamdulillah sampai " batin Jasmin seraya bersiap-siap turun.
Setelah turun dari pesawat Jasmin berjalan menuju bagasi untuk mengambil kopernya yang ia titipkan selama penerbangan. Setelah didapat, Jasmin berjalan keluar dari gedung mencari sosok ibunya tercinta. Namun tidak ia temukan, saat Jasmin ingin mengambil ponsel tiba-tiba seorang laki-laki berjalan dari belakang dan tidak sengaja menyenggol bahu Jasmin membuat ponsel Jasmin terjatuh.
" Samahuni ( Maafkan saya ) " pemuda tersebut mengambilkan ponsel Jasmin yang terjatuh dan memeriksa keadaan ponselnya.
" La yuhimu ( Tidak masalah )" Jasmin menunduk mengambil ponselnya, tersenyum dan meninggalkan pemuda tersebut yang masih mematung.
" Subhanallah, bidadari yang sangat cantik " batinnya terpanah melihat kecantikan Jasmin yang mengenakan hijab berwarna maroon selaras dengan gamisnya. Laki-laki tersebut terus memandangi Jasmin yang jalan membelakanginya.
***
Dari kejauhan Jasmin melihat sosok yang sangat ia rindukan, siapa lagi kalau bukan ibunya yang sedang menunggu kedatangannya. Fatimah menjemput Jasmin dengan seorang supir pribadi yang biasa mengantarkan kemanapun ia pergi. Jasmin mempercepat langkah kakinya agar bisa memeluk tubuh ibunya yang semakin menua.
" Assalamualaikum bu " Jasmin mencium punggung tangan ibunya lalu memeluknya.
" Wa'alaikumus Salam sayang " Fatimah mengelus punggung putrinya.
" Ibu ... Ayah kenapa nggak ikut ?" tanya Jasmin, mendengar pertanyaan Jasmin Fatimah melepaskan pelukannya dan tersenyum meraba wajah putrinya yang sudah tumbuh dewasa.
" Sayang... Ayah kamu hari ini sangat sibuk di kantor. Ya sudah yuk kita pulang, ibu sudah belikan kue untuk dijalan " ajak Fatimah, Jasmin pun mengangguk lalu masuk ke dalam mobil.
Tiga jam dalam perjalanan menuju rumah, Jasmin dan ibunya saling bercengkrama melepas rindu.
" Nak itu Al - Qur'an dari siapa ? " tanya Fatimah melihat putrinya sejak tadi menggenggam sebuah Al - Qur'an di tangannya.
" Ini pemberian dari Ustadzah Aisyah bu, " jawab Jasmin tersenyum lalu meletakkan Al Qur'an tersebut ke sandaran jok mobil kemudi.
" Nak bagaimana dengan hafalan mu ?" tanya Fatimah menggenggam tangan Jasmin
" Alhamdulillah tinggal beberapa ayat lagi, Jasmin hafal tiga puluh juz bu " Jasmin tersenyum dan mengelus tangan ibunya yang semakin keriput.
" Beri tahu ibu kalau kamu sudah hafal semua " Fatimah
" Pasti bu, Jasmin pasti beri tahu ibu " Jasmin mengecup tangan ibunya.
Tak lama mobil yang mereka tumpangi masuk ke area Masjid, Fatimah dan Jasmin turun dari mobil untuk melaksanakan sholat Dzuhur. Usai menunaikan ibadah sholat mereka kembali melanjutkan perjalanan pulang.
Tepat pukul empat sore mereka sampai di rumah, ketika pintu terbuka Jasmin melihat ayahnya yang baru saja pulang dari kantor. Ismail sengaja untuk pulang sore karena ingin berbicara serius dengan putrinya.
" Assalamualaikum ayaaahh " ucap Jasmin berjalan setengah lari menghampiri ayahnya.
" Wa'alaikumus Salam nak " jawab Ismail mendekap tubuh putrinya.
" Bagaimana keadaan ayah ? " tanya Jasmin manja.
" Alhamdulillah ayah selalu sehat, kan ada ibu yang selalu jaga kesehatan ayah " Ismail tersenyum ke arah istrinya, Fatimah pun tersenyum.
" Ibu sama ayah memang selalu romantis " celoteh Jasmin yang masih memeluk tubuh ayahnya dari samping.
" Kamu harusnya peluk suami kamu nak, bukan ayah terus yang kamu peluk " ucap Fatimah tersenyum.
" Iya nak, ayah juga ingin menimang cucu " imbuh Ismail
" Ayah... Jasmin kan masih putri kecil ayah. " jawab Jasmin manja. Sikap Jasmin memang manja di hadapan ke dua orangtuanya.
" Iya kamu benar nak, putri kecil ayah yang sebentar lagi akan menginjak kepala tiga " lirih Ismail menyadarkan Jasmin, Jasmin menatap wajah ayahnya.
" Ayaaahh " seru Jasmin mengeratkan pelukannya.
" Sudah - sudah, ibu jadi iri kalau kalian pelukan terus. Ini kopernya nak, jangan lupa sholat " Fatimah mengambilkan koper milik Jasmin
" Siap ibu ku sayaaang cuup " Jasmin mencium pipi Fatimah, sedangkan Ismail hanya tersenyum melihat tingkah laku putrinya.
Jasmin menarik kopernya membawa kedalam kamar yang sudah lama ia rindukan. Tak menunggu lama ia pun melaksanakan sholat ashar, usai sholat Jasmin membereskan pakaiannya yang berada di dalam koper, menyusun rapih kedalam lemarinya. Ditengah kesibukannya tiba-tiba ponsel Jasmin berbunyi menandakan ada sebuah pesan masuk. Tangan Jasmin beralih meraih ponsel di atas tempat tidur.
" Rafa " gumam Jasmin tersenyum melihat isi pesan dari Rafa, pesan tersebut berisi alamat dimana besok ia akan bertemu dengan Rafa.
" Sebaiknya aku ajak Hana untuk bertemu dengan Rafa " lirih Jasmin, Hana adalah teman baik Jasmin sejak kecil. Jasmin pun membalas pesan dari Rafa, ia pun tidak lupa mengirimkan pesan untuk Hana.
Dalam benak Jasmin ingin sekali mengenalkan Rafa sebagai calon imamnya, hati Jasmin berbunga-bunga karena pikir dia akan menikah dengan Rafa dalam waktu dekat ini.
Waktu Magrib pun tiba, seperti biasanya Jasmin selalu berusaha menuntaskan hafalannya. Usai menghafalkan beberapa ayat Jasmin keluar kamar, ingin menghampiri ibunya yang berada di dalam kamar. Saat di depan pintu kamar yang setengah terbuka, tidak sengaja Jasmin mendengarkan doa ibunya.
" Ya Allah yang maha pengasih, lagi maha penyayang, ambilah nyawa hamba ketika putri hamba sudah hafal tiga puluh juz dan dosa hamba sudah engkau hisab " belum selesai Jasmin mendengarkan doa ibunya, Jasmin kembali ke kamarnya. Ia tak tahan membendung perasaannya, Jasmin menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidur. Ia menangis rasa takut kehilangan sosok ibu terbayang dalam pikirannya.
" Ya Allah semoga engkau tidak mengabulkan doa ibu hamba, hamba ingin hidup lebih lama lagi dengannya " batin Jasmin terus menangisi apa yang belum terjadi, hingga lelah dan tertidur pulas. Ismail yang melihat putrinya tertidur lelap pun mengurungkan niatnya untuk berbicara tentang perjodohan putrinya.
Sepuluh bulan berlalu, hari-hari Jasmin di sibukkan dengan mengurus putranya dengan penuh kasih sayang. Di usianya yang akan menginjak satu tahun, Hanif bertambah aktif dengan segala tingkah lucu dan menggemaskan. Jasmin mengurus Hanif dengan bantuan Bi Sumi yang sudah ia anggap seperti ibunya sendiri, sesekali mereka bertukar tugas rumah untuk menjaga Hanif. Namun yang sering Jasmin lakukan dia lebih senang melakukan tugas rumah, melihat Bi Sumi yang sudah tua rasanya Jasmin tidak tega untuk terus menggunakan tenaganya. Seperti saat ini dari jarak yang tidak terlalu jauh Jasmin yang sedang menyiapkan makan siang untuk Hanif, ia melihat kearah Bi Sumi dan putranya yang sedang duduk. Hanif selalu senang saat bermain dengan Bi Sumi, melihat putranya tertawa terbahak layaknya anak kecil, Jasmin teringat suatu hal di hatinya." Seandainya ibu tahu, Jasmin sudah memiliki putra yang sangat lucu bu " batin Jasmin memang selalu merindukan kehadiran ibunya. Seketika air mata Jasmin su
Usai makan Rafa bercengkrama sejenak dengan keluarga Jasmin dan Syarif, sedangkan para wanita membereskan piring kotor dan membantu membereskan tempat yang digunakan mereka saat makan. Jasmin berjalan sambil memandangi perut Dokter Nina, merasa seperti ada yang aneh." Apa jangan-jangan dokter Nina hamil ?" batin Jasmin seraya menyerahkan piring kotor kearah Bi Sumi." Dok, kalau boleh tahu... Apakah dokter sedang hamil ?" tanya Jasmin menghampiri Dokter Nina yang kini sedang menata mangkok berisi lauk pauk. Dokter Nina tersenyum dan mengangguk kecil kearah Jasmin." Benarkah alhamdulillah ya Allah .... " seru Jasmin sembari memeluk tubuh Dokter Nina, kedekatan mereka kini sudah melebihi dari persahabatan. Jasmin menganggap Dokter Nina sebagaimana saudara perempuan yang saling berbagi ilmu dan menyayangi." Semoga baby-nya sehat terus ya " lanjut Jasmin, tangannya mulai mengelus perut Dokter Nina yang mulai membuncit. Dokter Nina memegang tangan Jasmin ya
Gelapnya malam yang terasa sunyi, membuat semua insan tertidur pulas. Kehadiran Hanif membawa perubahan bagi Jasmin dan Syarif. Malam ini mereka mengubah posisi tidurnya, mereka saling memeluk Hanif yang kini berada di tengah-tengah mereka. Jasmin sengaja tidak memberikan guling sebagai batasan antara Syarif dan Hanif, karena Jasmin tahu suaminya sangat menyayangi putranya. Tengah malam Syarif merasakan gerakan Hanif, kaki mungilnya terus menendang-nendang tangan Syarif yang tepat berada di bawahnya. Perlahan Syarif mulai membuka matanya, Syarif melihat putranya yang tengah terjaga. Pandangannya beralih ke arah Jasmin yang masih terlelap dan tidak merasakan putranya yang kini bangun, senyuman terlihat di wajah Syarif kala melihat istrinya." Dia pasti sangat lelah " batin Syarif beralih menggendong putranya yang kini sudah berada di tangannya, awalnya Syarif merasa takut saat menggendong buah hatinya yang masih terlihat sangat kecil namun ia menyadari tidak mungkin membangun
Usai mengadzani putranya, melalui sambungan telepon Syarif memberikan kabar bahagia kepada orang - orang yang selama ini menunggu kehadiran buah hatinya. Rona bahagia tak lepas dari wajah tampannya yang terus mengucapkan syukur dan terima kasih kepada istrinya yang sudah berjuang." Mas .... Putra kita belum diberi nama " ucap Jasmin sembari memegangi tangan suaminya yang hendak pergi keluar ruangan." Mas, serahkan kepada kamu sayang karena kamu yang sudah berjuang " lirih Syarif kembali duduk di sisi Jasmin" Mas saja, Mas Syarif kan sekarang sudah jadi kepala keluarga " Jasmin tersenyum begitupun dengan Syarif." Mas beri nama Hanif Yasser Syathibi, bagaimana apa kamu setuju sayang ?" tanyanya yang dianggukki oleh Jasmin." Iya mas, nama yang bagus "jawab Jasmin tersenyum.Tepat pukul sembilan malam Ayesha, Musa dan Ismail tiba di rumah sakit dimana Jasmin berada, mereka tiba secara bersamaan disaat Syarif sedang melaksanakan shalat
Empat bulan berlalu .....Kini usia kandungan Jasmin memasuki usia delapan bulan, Jasmin sering mengeluh kesulitan saat tidur dan sering merasa panas di tubuhnya. Malam pun ia sering terbangun karena sering buang air kecil, tak jarang Syarif selalu dibangunkan di malam hari untuk menemaninya makan karena perutnya terasa lapar. Syarif pun menyadari bahwa istrinya sedang berbadan dua, dengan senang Syarif selalu menemani istrinya. Akhir-akhir ini Syarif harus menjadi suami yang siap siaga. Pagi ini adalah terakhir kalinya Jasmin cek kandungan, Syarif selalu antusias saat mengantarkan Jasmin karena ia sangat senang ketika melihat perkembangan buah hatinya di layar monitor." Alhamdulillah ... Tinggal tunggu waktu saja, posisi baby-nya sudah pas " ucap Dokter Nina sembari menggerakkan alat USG di atas perut Jasmin." Alhamdulillah... Semoga dilancarkan " doa Jasmin yang masih terbaring" Aamiin " sahut Syarif dan Dokter Nina bersamaan.Usai cek kandung
Ba'da Maghrib semua warga mulai berkumpul di rumah Syarif, Syarif memang terkenal dengan sikapnya yang ramah di kalangan masyarakat sekitar. Jasmin yang hendak keluar menyapa para tamu pun di halangi oleh Syarif." Sayang diluar kan laki-laki semua, lebih baik temani Ummi saja di kamar " jelas Syarif, Jasmin pun mengangguk mengerti." Mas tidak rela, jika bidadari mas dipandang oleh banyak orang " tutur Syarif tersenyum seraya memegangi dagu Jasmin, sekilas terlihat senyuman manis di wajah Jasmin. Syarif menggandeng tangan Jasmin, untuk diantarkan ke kamar Ayesha. Setibanya di depan pintu, tangan Syarif memegang handel pintu." Ummi, Syarif titip istri kesayangan Syarif ya mi " ujar Syarif menitipkan Jasmin seperti anak kecil. Ayesha yang kini sedang menonton berita di televisi pun tersenyum." Duduk sini nak, Syarif memang terkadang protektif nya kelewatan " sahut Ayesha yang tahu sekali sikap putranya. Ayesha meminta Jasmin untuk duduk di de
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen