Share

Bab 5. Sebuah Fakta Mengejutkan.

"Pada akhirnya, semua laki-laki sama saja. Lihatlah dia yang langsung pergi setelah mengetahui kenyataan kalau aku sudah mempunyai seorang anak," lirih Gisa sambil dia arahkan pandangannya pada mobil Catra yang menghilang di sebuah belokan.

"Mami, macuk," ajak Dean sambil menunjuk kearah pintu rumah.

Gisa menoleh kearah Dean sambil memberikan senyum hangatnya. "Oke, baby. Let's gooooo ... " Pekiknya sambil berlari kearah rumah dengan posisi Dean dibuat seperti pesawat terbang.

Gelak tawa Dean dan Gisa terdengar sampai tempat Catra berhenti. Catra sebenarnya belum pulang. Catra meminta sopir berhenti di tikungan dekat rumah Gisa sambil melihat ke arah Dean yang sedang tertawa bahagia.

Dia memegang dadanya yang berdetak cepat. Nafasnya terasa sesak dengan mata yang memanas siap menumpahkan segala rasa yang berkecamuk dalam hatinya.

Catra keluar dari dalam mobil dengan tangan kanannya merogoh ponsel dari dalam saku celananya. Dia cari nama seseorang disana dengan tangan yang gemetar.

Abhi calling...

Yang Catra hubungi adalah Abhinav, sahabat Catra yang tau segala perjalanan hidup Catra.

Saat nada panggilan ketiga, Abhi menjawab panggilan dari Catra. Dia pergi ke balkon kamar rawat Kayanna agar tidak menggangu Kayanna yang tengah tertidur pulas.

"Abhi ... Abhi ... " lirihnya saat Abhi mengangkat panggilan Catra. Kemudian setelahnya tangis Catra mulai pecah.

"Catra, kenapa? Apa terjadi sesuatu?" tanyanya panik.

"Abhi, Gista! Aku benar-benar menemukannya ... " lirihnya sambil duduk di pinggir jalan dengan kedua kaki ditekuk dan tangan bersandar pada lutut.

"Kapan kamu bertemu dengan dia? Bukannya saat ini kamu sedang mengantar pegawai magang yang mendonorkan darahnya untuk, Kayanna?" tanyanya pada Catra.

"Nirwasita Gistara Savrinadeya. Dia adalah, Gista!" tuturnya terjeda. Catra mencoba mengatur kembali nafasnya. "Bahkan tato yang kami buat di hari perpisahan kami di Melbourne, masih jelas terpajang indah di leher jenjangnya," lanjut Catra dengan antusias.

Saat di dalam mobil, Gisa menggulung rambutnya ke atas, sehingga tato sayap kupu-kupu yang di buat di belakang lehernya terlihat dari tempat Catra duduk karena posisi Gisa yang menghadap kearah jendela.

Perasaannya seketika membuncah. Ingin rasanya Catra memeluk Gisa saat itu juga. Namun Catra mencoba menahan segala egonya sebelum semua kebenaran tentang menghilangnya Gisa tiga tahun lalu terungkap.

"Jadi maksud kamu, Gisa adalah Gista?! Perempuan yang sudah membuat hidup kamu berantakan selama 3 tahun terakhir?!" tanyanya tidak percaya.

"Ya, dia Gista. Bahkan saat ini dia memiliki anak yang sangat mirip dengan nya." Jawab Catra antusias. Dia menghapus air matanya dengan punggung tangan sambil terselip senyum saat mengingat wajah anak itu.

"Wait ... jadi dia sudah menikah?" tanya Abhi penasaran.

"Dia belum menikah!"

"Kalau belum menikah, lantas siapa ayah dari anak itu? Apa dia Janda?" tanya Abhi kembali.

"Ckk, Dia anakku Abhi ... dia darah dagingku! Aku yakin 100%," jawabnya penuh keyakinan.

"Tunggu, tunggu, tunggu. Kamu tidak sedang berkhayal, 'kan?" tanya Abhi memastikan sambil tangan Abhi mengurut keningnya pusing setelah mendengar hal mengejutkan tersebut.

"Aku tidak pernah seyakin ini, Abhi. Seorang Catra Ganendra yang terkenal dengan kemampuannya menaklukan pesaing perusahaan lain bahkan seringkali ragu dalam mengambil keputusan." Sombongnya, hingga membuat Abhi di sebrang sana merotasi bola matanya jengah dengan kenarsiaan sahabatnya.

"Tapi, untuk hal ini aku yakin dia, anakku! Dia bahkan mewarisi warna mataku. Warna mata langka yang bahkan Kayanna pun' tidak mewarisinya. Hanya pria Ganendra yang memilikinya." Jelasnya kembali.

"Tapi sepertinya dia tidak mengenali kamu," ragu Abhi.

"Itu yang sedang aku cari tahu. Aku sudah memerintahkan informan untuk mencari tahu segala sesuatu tentang Gista dari 3 tahun lalu."

"Oke, semoga berhasil. Aku turut bahagia kawan, bahkan kamu sudah menjadi seorang ayah hanya dalam waktu semalam," ucap tulus Abhi diakhiri dengan gelak tawa yang tertahan saat dia ingat kalau Kayanna tengah tertidur pulas.

***

Siang ini, Gisa akan pergi menemui ayahnya. Itu adalah jalan terakhir dia mendapatkan biaya operasi untuk bibinya.

Gisa sudah membayangkan akan seperti apa suasana pertemuan tersebut. Namun demi sang bibi yang sudah mengurus dia dan anaknya, Gisa rela menahan cacian dan makina yang akan dia dapatkan dari ayah dan ibu tirinya.

Gisa datang kesebuah restoran mewah tidak jauh dari perusahaannya. Gisa menelpon rumah ayahnya terlebih dahulu namun menurut asisten rumah tangga yang bekerja disana, ayahnya pergi ke Restoran Mega Diamond, untuk bertemu klien. Sang ibu tiri pun, pergi ke restoran yang sama untuk arisan sosialita nya.

Saat Gisa masuk kedalam restoran tersebut, dia edarkan pandangan matanya kesegala arah untuk mencari posisi sang ayah. Tampak sang ayah sedang bersama asistennya.

Tidak jauh dari tempat ayahnya, sang ibu tiri tengah asyik berbincang dengan ibu-ibu sosialita yang diyakini sebagai istri para pejabat dan pengusaha.

Gisa menarik nafasnya panjang kemudian dia hembuskan pelan. Dia berusaha mengumpulkan keberanian. Bahkan tangannya ia kepalkan sesaat untuk menyalurkan kegugupannya. Ia pandangi sesaat wajah sang ayah yang 3 tahun ini sangat dia rindukan.

Hari ini Gisa memakai kemeja Lilac dengan pita di bagian leher dan sebuah rok span berwarna putih setinggi lutut dengan belahan dibagian belakang. Heels putih setinggi 7cm membuat Gisa tampak anggun saat berjalan mendekati meja ayahnya.

"Ayah ... " panggilnya saat dia sudah berdiri disebrang kursi sang ayah.

Nirwan Radeya, nama dari ayah Gisa. Dia menengok kearah sumber suara. Nirwan menatap Gisa dengan tatapan tidak suka. Gisa berpindah kesamping tempat duduk sang ayah. "Ayah ... " panggilnya lagi penuh rindu. Matanya sudah mengkristal.

"Siapa yang kamu panggil ayah?!" tanyanya dengan nada dingin sambil membuang mukanya kearah lain. "Ada perlu apa kamu datang kesini?" tanyanya lagi.

"Ayah, Bibi, Bibi ... membutuhkan biaya operasi," ucapnya pelan sambil menundukkan wajahnya tidak kuat jika harus melihat wajah dingin ayahnya.

"Sudah aku duga! Wanita sialan seperti kamu memang hanya bisa menyusahkan. Anak tidak tahu diri!" hardik Jocelyn ibu tirinya yang datang menuju meja tempat Gisa berdiri. Entah sejak kapan dia mendengarkan pembicaraan Gisa dan ayahnya.

Gisa hanya menunduk menyembunyikan wajahnya dari pandangan orang-orang yang mulai saling berbisik membicarakannya. Kedua tangan Gisa saling meremas satu sama lain.

Jocelyn, ibu tiri Gisa langsung mendorong tubuh Gisa hingga dia terhuyung dan jatuh tersungkur kelantai. Gisa meringis memegangi kakinya yang sakit.

Sambil bertolak pinggang, Jocelyn tidak menghentikan hinaannya. "Setelah membuat malu keluarga dengan mengandung anak haram, kamu dengan tidak tahu dirinya datang dan meminta uang? Dasar wanita tidak tahu diuntung!" hinanya pada Gisa.

Gisa terpekur, matanya panas, hatinya hancur. Sejujurnya Gisa ingin sekali pura-pura tuli, sehingga tidak harus mendengar kata-kata yang menyakitkan yang ibu tirinya utarakan.

Nirwan, ayah Gisa hanya berdiri di samping istrinya sambil menarik lengan istrinya pelan agar menghentikan tindakannya. "Sudah Ma, malu dilihat banyak orang," bisiknya pada Jocelyn.

"DIAM! Mama belum puas bicara dengan anak sialan ini!" bentaknya pada Nirwan sambil jari telunjuknya ia simpan didepan mulut suaminya.

"Jangan sekali-kali lagi muncul dihadapan kami! Ingat itu!" lanjutnya.

Gisa semakin menundukan wajahnya. Dia mencoba menyembunyikan tangisnya. Hatinya hancur, saat anaknya dihina sedemikian rupa di hadapan banyak orang. Gisa bahkan mendengar orang-orang menggunjingnya. Apalagi saat ini ayah kandungnya sendiri tidak membela Gisa sedikit pun.

Perhatian orang-orang teralihkan saat pria tampan datang dari arah yang berlawanan dengan kursi Nirwan. Bahkan tidak sedikit dari mereka tau dengan pria tersebut.

Ibu-ibu ingin menjadikan pria tersebut sebagai seorang menantu. Sementara gadis-gadis ingin dijadikan istri oleh pria yang terkenal dingin terhadap perempuan itu.

Penampilannya begitu mencolok. Dia menggantung Sunglasses mahal nya pada kemeja hitam yang 3 kancing teratasnya terbuka. Lengan kameja tersebut digulung sebatas sikut sehingga memperlihatkan lengannya yang putih berotot. Dibelakang pria tersebut, berdiri 1 orang pria yang tidak kalah tampannya memegang tas kerja dengan brand ternama.

Mereka berjalan kearah meja Nirwan. Jocelyn langsung merapihkan penampilannya. Sementara Nirwan langsung menyambut pria tersebut dengan senyuman. Bahkan Gisa yang masih berada di lantai, tak Nirwan hiraukan.

Pria itu berhenti saat akan mencapai meja Nirwan, kemudian berkata, "Batalkan semua proyek yang berhubungan dengan pria itu!" perintahnya pada asisten yang berdiri dibelakangnya sambil menunjuk wajah Nirwan.

Gisa menengadahkan wajahnya melihat kearah pria tersebut. Tanpa diduga, pria itu berjongkok. Dia bawa tubuh rapuh itu masuk kedalam pelukannya "Kamu ... " panggil Gisa lirih dengan air mata yang tumpah saat itu juga.

Ira Riswana

Terima kasih sudah membaca ❤️❤️ Jangan lupa Vote ya!!

| 20
Komen (6)
goodnovel comment avatar
Ling Ling
lumayan seru nih....
goodnovel comment avatar
Daffa Anindya
bagus ceritAnya Q suka bangett
goodnovel comment avatar
Nada Spikolog
mom...haduh maaf keun y...saya sdh baca cerita sampai habis... saya boleh tau IG ny? wkt itu sy pernah baca dikolom komentar...tp sy cuekin krn fokus sm ceritany...hehehe...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status