"Ayo kita menikah!" ajaknya dengan suara serak khas Catra.
Gisa menghentikan langkahnya untuk masuk kedalam rumah. Dengan reflek dia berbalik melihat kearah Catra yang masih berdiri tegap dengan wajah arogannya yang mendominasi. Kedua tangan Catra masih tersimpan didalam saku celana kerjanya.
Dengan wajah bingung dan matanya yang melotot, Gisa memekik kencang, "Apa?! Anda jangan bercanda, Pak!" ucap Gisa tegas lebih kearah membentak. Namun setelahnya dia merutuki mulut lancangnya yang berani membentak bosnya.
"Apa saya terlihat sedang bercanda, hem?" tanya Catra masih dengan wajah arogannya.
"Tapi kan, mmm ... ke-kenapa harus saya?" tanya Gisa pelan dengan wajah menunduk.
"Kenapa memangnya? Anda sudah mempunyai suami?" tanya Catra kembali.
Gisa menggeleng. "Anda sebaiknya mencari perempuan yang jauh lebih sempurna dari pada, saya! Maaf, saya tidak bisa menerima permintaan, Anda!" ucap Gisa pelan.
"Saya tidak membutuhkan perempuan sempurna untuk menjadi pasangan, Saya!" terang Catra pada Gisa dengan nada lembut yang terdengar jauh lebih bersahabat.
"Tapi, tetap saja saya tidak bisa!" jawab Gisa dengan tegas.
"Apa yang membuat kamu menolak, Saya?" tanyanya dingin dengan alis yang sedikit terangkat.
"Mmm ... sa-saya, sudah mempunyai kekasih!" dusta Gisa ragu-ragu.
"Saya tau kamu baru saja putus!" ucapnya sedikit mengejek.
"Anda_" pekiknya dengan telunjuk terangkat menunjuk wajah tampan bosnya.
"Kalau ada masalah, selesaikan dengan elegan. Tidak perlu kamu cape-cape berteriak mengutuk pacar kamu dan selingkuhannya!" ucap Catra panjang lebar.
Gisa melotot mendengar jawaban Catra. Ternyata saat di apartemen, Catra melihat segalanya termasuk sumpah serapah yang dia lontarkan pada Rama dan Mona.
"Sebaiknya Anda mencari perempuan lain yang lebih pantas untuk, Anda!" tolak Gisa kembali.
Catra berjalan mundur, kemudian disandarkannya tubuh tegap itu pada mobil miliknya yang sedang terparkir. Kedua tangannya ia lipat di atas dada. "Apa alasan Kamu menolak, Saya?!" tanya Catra kembali.
Gisa menengadahkan wajahnya ke langit, kemudian dia hembuskan nafasnya kasar. "Apa alasan saya harus menerima permintaan konyol, Anda?" membalikan kembali pertanyaan Catra.
Gisa pikir, Rama saja yang sudah Gisa kenal dari SMP dengan mudahnya memanfaatkan Gisa, apalagi Catra yang baru bertemu dengan Gisa siang tadi itupun tanpa disengaja. Pasti ada niat lain yang Catra sembunyikan dengan menikahinya. Pikir Gisa.
Kening Catra berkerut, dia terdiam sejenak sebelum menjawab pertanyaan dari Gisa. "Permintaan konyol kamu bilang?!" heran Catra pada Gisa yang menganggap permintaanya untuk menikah sebagai permintaan konyol, disaat perempuan lain berlomba untuk naik keatas ranjang miliknya.
"Apa kamu tau berapa banyak perempuan yang menginginkan saya menjadi suaminya?" tanya Catra dengan arogan.
"Tapi saya bukan mereka! Kita bahkan baru bertemu hari ini! Anda dengan tiba-tiba meminta saya menikah yang bahkan saya sendiri tidak tahu maksud Anda meminta saya untuk menjadi istri, Anda! Memang nya ... apa sebutan lain yang lebih pantas dari pada konyol?" jawab Gisa dengan nafas memburu karena kesal.
"Mami ... " panggil seorang anak kecil yang berlari kearah Gisa. Gisa dan Catra mengalihkan perhatiannya.
Dia menoleh kearah datangnya anak 2 tahun tersebut. Tampak juga wanita paruh baya ikut berlari menyusul di belakangnya.
Gisa berjongkok sambil merentangkan kedua tangannya menyambut anak kecil tersebut. "Dean ... " pekik Gisa dengan suara riang nya. Dia memeluk Dean penuh rindu dan menghujani seluruh wajahnya dengan kecupan hingga Dean tergelak. Ekspresinya berbanding terbalik dengan tadi saat dia berbicara dengan Catra.
"Bibi, terima kasih sudah menjaga Dean hari ini. Maaf ya, saya pulangnya malam," sesal Gisa.
"Tidak masalah, Neng. Dean anak penurut, jadi bibi tidak kesusahan saat menjaganya. Kalau begitu, bibi pamit dulu ya, Neng," pamit Bi Minah tetangga Gisa yang diminta untuk menjaga Dean sementara.
Gisa mengangguk sebagai jawaban sambil tersenyum hangat kearah Bik Minah. Karena bibinya sakit, terpaksa Gisa menitipkan anaknya pada tetangganya yang sudah Gisa anggap seperti keluarga sendiri.
Catra sendiri langsung menegakkan tubuhnya. Dia tercengang dengan apa yang di lihatnya saat ini. Ternyata Gisa sudah mempunyai seorang anak laki-laki tampan yang mirip sekali dengan Gisa. Hanya dibagian bibir dan matanya saja yang berbeda. Catra mematung, lebih ke arah tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.
"Mata itu__ " pekik Catra dalam hati saat melihat mata dari anak Gisa.
"Mami, itu capa?" bisik Dean sambil menunjuk Catra. Dean sendiri mewarisi kecantikan sang mami. Kulit seputih susu, dan badan yang cukup tinggi untuk ukuran anak dua tahun. Rambutnya hitam berponi dengan bibir mungil yang menggemaskan saat berbicara.
Gisa berbalik melihat kearah Catra berdiri. Dia baru sadar, kalau Catra masih berada di halaman rumahnya.
Gisa bangkit sambil membawa Dean kedalam pangkuannya. "Pak, inilah alasan saya menolak Bapak. Kita berbeda dari berbagai aspek. Anda sudah seharusnya mendapatkan perempuan yang jauh lebih baik dari pada sa__"
"Stop!" sergah Catra sambil mengangkat tangannya keudara menghentikan ucapan Gisa, namun dengan nada yang rendah agar tidak menakuti anak yang sedang Gisa gendong.
"Sekarang saya harus kembali ke rumah sakit. Kita bicarakan ini besok lagi," terangnya pada Gisa. Catra langsung masuk kedalam mobil. Mobil yang Catra tumpangi pun pergi meninggalkan halaman rumah Gisa.
Terimakasih sudah membaca ❤️❤️❤️ Jangan lupa Vote, subscribe dan berikan bintang 5... Setiap dukungan yang kalian berikan sangat berarti bagi Author 🤗🤗🤗
Saat ini sudah pukul tiga dini hari. Gisa tengah tertidur pulas, ditemani Kayanna dan Abhinav yang tidak di ijinkan pulang oleh Catra. "Anna," panggil Catra sambil sedikit menggoyangkan tubuhnya agar bangun. "Mmmmhhhh ... " gumam Anna pelan. "Bangun!" "Kenapa sih, bang?" kesal Anna yang merasa tidurnya terganggu. "Abang pulang dulu. Kalau ada apa-apa bangunkan Abhi dan langsung hubungi Abang." Kayanna mengucek matanya sambil menatap jam dinding yang ada di ruangan Gisa. "Astaga Abang ... ini pukul tiga dini hari. Kenapa tidak pulang besok saja sih?" "Abang harus pulang sekarang. Besok pagi Abang ke sini sekalian membawa Dean," "Ya sudah. Hati-hati," Anna kembali tidur, sementara Catra pergi menuju parkiran dan pulang ke rumah Gisa. Kurang dari setengah jam, Catra sampai di rumah Gisa sambil menenteng goodie bag berisikan pakaian ganti miliknya. Begitu sampai, dia pergi menuju kamar Gisa kemudian mandi dan berganti pakaian. Setelah di rasa sudah bersih, Catra bergegas pergi me
Catra memasuki ruang operasi lengkap dengan baju steril biru telor asinnya. Walaupun sebagian wajahnya tertutupi masker, namun semua orang tau kalau pria tersebut adalah ayah dari anak yang akan mereka tolong kelahirannya itu. Sesaat para petugas medis membeku, tersihir dengan ketampanan Catra. Tubuh tinggi mendulang, mata tajam dengan bola matanya yang indah. Sungguh, jauh lebih tampan dari pada yang mereka lihat di televisi ataupun surat kabar. "Mom," sapa Catra sambil mengusap dan mengecup kening Gisa. Selanjutnya Catra berdiri di samping kiri Gisa. Gisa yang tengah memejamkan mata, kemudian membuka kedua matanya, kala mendengar sapaan lembut dari sang mantan suaminya itu. Dia berusaha tersenyum, ditengah ketegangannya. "Apa mommy sudah cantik?" tanya nya pada Catra. "Selalu. Mommy selalu jadi yang tercantik," jawab Catra membuat pipi Gisa memerah karena malu. "Daddy serius! Mommy gak mau bertemu baby dengan keadaan yang berantakan!" jelas Gisa. Catra tersenyum. "Tapi Daddy
Dengan segala kepanikan yang terjadi pada semua orang, akhirnya Gisa berhasil dievakuasi menggunakan helikopter yang didatangkan langsung dari kediaman Ganendra. Gisa di bawa menuju RS tempat dokter Rumi bekerja. Sungguh beruntung saat kejadian dokter Rumi ada di sana. Semua acara yang sudah di rencanakan, tidak berjalan sebagaimana mestinya. Acara gender reveal, gagal. Lamaran? Tentu saja gagal juga. Bahkan cin-cin lamarannya masih tertanam di dalam kue yang belum sempat di potong oleh Gisa. Ditengah kepanikan semua orang, hanya Gisa lah satu-satunya yang terlihat tenang. Dia sibuk memperbaiki riasan wajahnya, sambil sesekali menenangkan anggota keluarganya yang lain. Gisa memalingkan wajah, menatap Catra yang tengah melipat kedua tangannya. Catra tidak banyak bicara. Dari awal hanya diam, sambil sesekali memperhatikan Gisa. Ditengah diamnya tersebut, semua orang tau kalau Catra tengah diliputi kegelisahan. Catra menutup mata, sambil menghembuskan nafasnya secara kasar. Selanjutny
Acara inti dari pesta Gender reverral akan segera dimulai. Semua tamu sudah berkumpul sesuai team yang mereka pilih. Team biru berdiri di sebelah kanan, dan tim merah muda, berdiri di sebelah kiri. Semua orang terlihat begitu antusias menunggu momen mendebarkan tersebut. Tidak terkecuali dengan Catra yang terlihat cemas, dan tegang. Gisa yang menyadari kegugupan yang di rasakan oleh Catra, lantas bertanya kepadanya. "Daddy, are you oke?" tanyanya. Catra tersenyum, mencoba meredam kegugupannya. Dia mengusap pipi Gisa, "It's oke. Daddy terlalu excited menunggu momen ini," dusta Catra. Pada kenyataannya, dia gugup menunggu momen lamarannya. Dia takut semua tidak berjalan sebagaimana yang sudah Catra bayangkan sebelumnya. Perihal jenis kelamin anaknya, Catra tidak terlalu mempermasalahkannya. Mau yang lahir anak laki-laki ataupun perempuan, dia akan tetap menyambut buah hatinya itu dengan penuh suka cita. "Mom, sebentar. Daddy ke kamar mandi dulu," ijin Catra pada Gisa. Dia perlu menen
Dari lantai atas villa, Gisa turun ditemani Catra yang berjalan di sampingnya. Wajah Catra terlihat tegang, namun tak mengurangi ketampanannya. Dia mengenakan kemeja baby blue, yang bagian tangannya dia gulung sebatas sikut. Sudah tau kan, Catra masuk team mana? Berbeda dengan Catra, Gisa justru menggunakan dress berwarna baby pink. Sebuah dress cantik, bermodel tutu dress, yang panjangnya hanya sebatas lutut. Malam ini, Gisa terlihat manis sepeti seorang balerina. Dia berhasil menjadi pusat perhatian orang-orang yang datang ke pesta. Dari sudut ruangan, seseorang menatap Gisa dengan penuh kerinduan. Dari sudut matanya, beberapa air mata, menetes tanpa seizinnya. "Tos, kita satu team!" celetuk Abhi, saat Gisa sampai di lantai bawah, tempat berlangsungnya acara. Abhi menggunakan kemeja merah muda, sama seperti Gisa. Gisa tersenyum, sementara Catra mendelik sambil berdecak seperti biasanya. "Ckk ... " "Kenapa kak Abhi memilih warna merah muda?" tanya Kayanna yang datang menghampiri
Acara yang ditunggu-tunggu oleh keluarga besar Ganendra, akhirnya terlaksana. Semua persiapan di lakukan dari jauh-jauh hari. Di usia ke delapan bulan kehamilannya ini, tidak banyak yang Gisa pinta. Cukup sehatkan dan lancarkan sampai saat lahirannya tiba. Namun, pada akhirnya Gisa menyetujui permintaan kakek dari mantan suaminya itu, untuk mengadakan sebuah pesta perayaan kehamilan. Kebetulan jenis kelamin dari anaknya belum di ketahui, Gisa dan Catra memutuskan untuk mengadakan gender reverral party, dengan hanya mengundang kerabat terdekatnya saja. Tujuan kakek Brahmana meminta mengadakan pesta ini, tidak lain sebagai bentuk penebusan dosanya di masa lalu. Saat mengandung Dean, Gisa mengalami banyak penderitaan. Kakek berharap, dengan diadakannya pesta ini, dapat menggantikan memori masa lalu Gisa yang menyakitkan, dengan kenangan penuh kebahagiaan dari orang-orang terdekat dalam menyambut anggota keluarga baru yang sangat dinantikan kehadirannya itu. Acara itu sendiri, diadaka