“Kakak, kita sedang apa di lapangan seperti ini?” “Hmm? Ini bukan lapangan, Lily. Ini adalah lahan kosong yang nantinya akan dibangun sebuah rumah. Nah, kebetulan Kakak merancang bentuk rumah itu dan sedikit memberikan gambaran pada pemiliknya ...,” “Hmm ..., mengapa harus Kakak yang melakukannya? Bukankah disini sudah banyak orang?” “Mereka – mereka itu sudah memiliki tugasnya masing – masing, Lily. Lagi pula, Kalau bukan Kakak yang melakukannya, lalu siapa nanti yang akan membelikanmu Ice-Cream dan permen?”Dua belas tahun yang lalu adalah tahun dimana Sherly masih berusia sembilan tahun. Itu adalah kali pertama dia menyaksikan Kakaknya yang tengah berbincang dengan orang – orang dewasa, membahas mengenai pembangunan rumah dengan Kakak Sherly sebagai perancang bangunan. Sherly dan Alan tinggal bersama Nenek mereka di sebuah kota terpencil setelah kedua Orang tua mereka pergi meninggalkan mereka sejak Sherly masih berusia empat tahun. Nenek mereka mengatakan kalau Orang tu
“Eh, besok kita masuk kuliah, ya?” “Hmm ..., sepertinya begitu, Ngel. Eh, kita ngga ada tugas ‘kan ya?” “Ngga tahu deh.”Setelah berpisah dengan William yang memilih untuk tinggal di Bandara bersama Sonia dan Aaron, Angel dan teman – temannya memilih untuk langsung pulang. Dalam perjalanan pulang, mereka pun berbicara santai untuk mengisi kesunyian saat itu. “Oh iya, Ngel, kalau dipikir – pikir ... bagaimana ceritanya kamu bisa hampir dipukul oleh si Gendut itu?” tanya Cassey. “Hmm? Ngga tahu sih, aku hanya mengatakan kalau dia itu gendut dan ... yah, dia langsung marah dan memukulku. Untung saja ada Samuel-ku sayang, iya ‘kan, Sayang?” tanya Angel pada Samuel sambil tersenyum. “Woi ...,” sahut Fanny menatap sinis kearah Angel. “Hehe, becanda ...,” “Eh, tapi ... kalau berbicara tentang mereka ya, kenapa harus ruangan itu? Kenapa tidak diruangan lain saja begitu?” tanya Chelsea. “Ya ... secara ‘kan mereka itu si ‘Anak’ SANG PEMILIK restoran! Harga diri dooo
Brum brum ... “Pi, Mi, mau pesan apa?”Pukul tujuh malam, Sherly bersama dengan Orang tuanya tiba di sebuah restoran yang sedikit jauh dari rumahnya. Terlihat, restoran itu berada di tepi jalan bersebrangan dengan pantai. “Hmm ..., Mami pesan makanan yang ringan-ringan saja, Ly,” sahut Mami-nya Sherly. “Papi juga sama. Tadi diperjalanan menuju ke rumah kamu, Papi dan Mami sudah makan juga,” kata Papi-nya Sherly. “Hmm, yah sudah, aku pesankan dulu. Oh iya, aku ingin ke toilet sebentar.”Sherly dan Orang tuanya berkumpul di satu meja makan di lantai dua restoran dengan pemandangan langsung mengarah ke pantai dengan sedikit pembatas kaca yang tidak terlalu menghalangi pemandangan. “Hai, Mi, Pi, lagi liatin apaan, sih?”Tak lama kemudian, Sherly kembali dari toilet dan bergabung bersama dengan Orang tuanya dan bersamaan dengan itu, makanan mereka pun tiba. “Hah? Hmm, ng-nggak ... nggak ada kok. Mami sedang menikmati pemandangan saja. Ayo makan, keburu dingin nanti maka
“Vin! Nih ya, aturan di rumah ini. Pertama, kita semua ini sama! Sudah? Kedua, ngga perlu se-formal itu kali! Aku tuh kadang risih tahu kalau kamu memanggilku dengan sebutan NONA begitu! Panggil Angel saja,” kesal Angel. “Tuh, dimarahi atasan ‘kan? Aku bilang juga apa, jangan terlalu formal kalau bicara padanya, Vin, hahaha ...,” sahut Samuel.Davin terbilang seorang Pria yang sangat kaku layaknya seperti ‘Robot’. Dia tipe pekerja yang sangat patuh terhadap peraturan dan sangat menghormati atasan. Terlebih lagi kalau Atasannya itu adalah seorang Wanita. Davin hanya tersenyum dan mengangguk saja mendengar perkataan Angel dan Samuel. “Hmm ..., yah sudah, boleh lah kalau begitu. Kamu bisa mengajak Cassey untuk ...,” “Eh, kenapa aku!?” Cassey yang tadinya baru saja berdiri dari sofa dan ingin pergi ke Dapur untuk mengambil segelas air, seketika berhenti dan menoleh kearah Angel. “Lah, si Davin nggak tahu kali makanan apa yang akan dibeli. Ya ..., kamu ‘kan tahu tuh makanan ya
“Oh iya, kalau Mami tidak salah, kamu tadi bilang kalau kamu kenal dengan Pemilik Hotel Mendez itu ya, Lily?”Setelah selesai menikmati makan malam bersama, Sherly dan Orangtuanya pun kembali ke mobil dan berangkat pulang. Diperjalanan, Mami Sherly penasaran dengan perkataannya tentang Sherly yang mengatakan kalau dia mengenal Angel. “Ya, aku kenal dengan Pemiliknya. Kenapa, Mi?” tanya balik Sherly. “Kira-kira orangnya seperti apa, Ly? Apa dia tampan?” tanya Mami-nya Sherly. “Tampan? Dia Wanita lah, Mami. Dia teman sekelasku di Kampus. Aku nggak tahu bagaimana ceritanya dia bisa membeli Hotel itu,” jawab Sherly. “Loh? Wanita? Teman sekelas kamu, Ly? Ah, yang benar saja kamu! Uang darimana coba anak muda seperti itu,” kata Mami Sherly terkejut. “Nggak tahu. Yang jelas, dia sudah punya rumah sendiri, bahkan lebih besar dan lebih mewah dari rumahku, Mi. Siang tadi, aku baru saja ke rumahnya dan setelah itu, aku dan teman-teman pergi ke Cafe, lalu Mami menelfon,” jelas
Samuel, Fanny dan Chelsea serentak langsung menunjuk kearah Davin. Joe hanya diam sembari menunggu jawaban dari Davin, menjelaskan tentang itu. “Eh? Kalian kenapa sih!? Nggak usah lebay deh. Santai aja kali, kayak lagi ngelihat apa aja,” kata Angel, mengerutkan kening melihat kelakuan teman-temannya. “Tahu tuh, Ngel,” sahut Davin. “Eh, tapi iya sih, Vin, kenapa tiba-tiba kamu langsung berubah begini? Cassey memberikanmu apa?” tanya Angel. “Aku? Nggak ada kok. Dia hanya memintaku mengajarkan cara berbicara seperti kita. Yaudah, aku ajarkan dia sambil berkeliling mencari makanan dan ... ya, dia langsung menjadi seperti ini, hahaha,” jelas Cassey sambil membawa beberapa piring dan gelas, lalu menyusunnya keatas meja makan. “Wah, ternyata kamu cepat belajar ya. Oke lah, ayo makan,” ajak Angel, langsung berjalan menuju meja makan. “Eh? Udah? Begitu saja?” “Lah? Terus apa, Sam? Ck! Tolong deh, nggak usah terlalu dibuat-buat begitu. Toh juga dia masih Davin, ‘kan? H
“Hai, Ngel ....”Baru saja Angel membuka pintu ruang kelas diikuti oleh teman-temannya, tiba-tiba dari arah belakang terdengar suara yang sudah tidak asing lagi. Cassey, Chelsea dan Fanny seketika menoleh kearah suara itu. “Camille? Hai ...,” “Hufffttt ... Whatever, Ngel ....” Berawal wajah mereka terlihat cerah dan bergembira, seketika berubah. Cassey menepuk pundak Angel, lalu bergegas masuk meninggalkan Angel diikuti oleh Chelsea dan Fanny. Camille pun menghampiri Angel bersama dengan kedua temannya dan sedikit menoleh kearah teman-teman Angel, “Apa kabar, Ngel? Liburan kemarin kamu kemana?” tanya Camille dengan lembut. “Hmm ..., nggak ada. Aku dan teman-temanku hanya berkeliling saja. Kalian kemana? Wah, pasti liburan ke luar Negeri ya?” tanya balik Angel dengan sedikit senyuman terpaksa. “Ah, nggak juga kok. Sama, kami juga hanya berkeliling saja,”jawab Camille. “Oh begitu ya,” “Iya. Oh iya, Ngel, selesai perkuliahan nanti ... kamu ada acara nggak?” “Ha
Beberapa saat kemudian, mereka pun tiba di Toko Roti. Max langsung bergegas menarik tangan Hans dan langsung berlari keluar mobil menuju ke dalam Toko. “Hans, ini harus berhasil bagaimana pun caranya!” Sembari mengemas barang-barang Toko, mereka berdiskusi dengan nada bicara berbisik. “Memangnya kamu punya rencana apa, Max?” tanya Hans. “Hah? Hmm ..., nggak tahu sih, hehe. Aku ‘kan cuma membantu saja. Selebihnya ya ku serahkan padamu, hahaha ...,” jawab Max. “Hadehhh ... ujung-ujungnya diberatkan ke aku! Hmm, tapi sepertinya ada yang tidak beres, Max,” kata Hans.Seketika, Max yang tadinya mondar-mandir membawa barang-barang langsung berhenti dan menatap kearah Hans yang sedang membersihkan lemari kaca berisi Roti. “Eh, Hans! Peluang tidak akan datang untuk yang kedua kalinya loh! Sekarang begini, apa coba yang membuat kamu sampai berpikiran seperti itu?” tanya Max dengan raut wajah serius, meletakkan barang-barang ke lantai. “Sekarang, ku balikan pertanyaannya. A