Sudah hampir sekitar 2 minggu proses pencarian dilakukan oleh tim penyelamat yang dikerahkan oleh Joe untuk mencari Angel, Samuel dan juga anak perempuan Jordi yang tak lain adalah Draniela. Angel dan Samuel melompat ke laut untuk menyelamatkan Draniela yang terjatuh dari kapal pesiar. 10 unit Helikopter dan 20 unit kapal penyelamat turun ke TKP untuk mencari mereka bertiga. Bahkan, komandan dari tim penyelamat menambahkan 10 unit Helikopter lagi untuk ikut serta dalam proses pencarian tersebut. Tapi tetap saja, tanda-tanda dari mereka bertiga belum juga terlihat sampai sekarang. Joe dan yang lainnya sudah di kembalikan ke pantai untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Lalu, Helikopter unit 5 mendarat di pinggir pantai. Melihat itu, Joe, Chelsea dan yang lainnya langsung berlari menghampiri Helikopter yang baru saja tiba. “Pak! Bagaimana? Sudah ada tanda-tanda dari teman saya!?” Tanya Fanny dengan raut wajah yang tampak cemas. “Pak! Bagaimana dengan anak saya!?” Tanya Desya. Tapi, seorang dari tim penyelamat yang baru saja turun dari Helikopter itu tidak menjawab sepatah katapun. Dia hanya menggelengkan kepala dengan raut wajah yang sedih. Melihat itu, Fanny langsung lemas dan terduduk di tanah dengan wajahnya yang mulai memerah dan seketika, air matanya menetes.
View MoreApa? Tidak salah dengarkah aku?
Dengan gemetar, diam-diam aku terus mendengarkan percakapan Mas Dewa-suamiku dengan ibunya dari balik pintu kamar ini. Bukan maksud ingin menguping. Namun Aku tak tau kalau ada Mas Dewa di dalam saat aku hendak mengambil pakaian kotor ibu di dalam kamarnya.
"Tega sekali kamu mengkhianati istrimu, Dewa!. Zahra wanita yang baik. Dia tidak hanya mengurusmu, tapi dia juga mengurus ibu yang sedang sakit ini." Jelas terdengar suara Ibu bergetar menahan sesak.
Sama sepertiku. Sangat sesak. Bahkan saat ini aku sangat sulit bernapas.
Liana adalah sekretaris Mas Dewa di kantor. Wanita itu memang sangat cantik dan menarik. Kebersamaan mereka hingga sering keluar kota, membuat mereka lupa diri. Ya, sebenarnya aku telah lama menduga ada hubungan khusus diantara mereka. Namun karena kesibukanku yang terlalu banyak di rumah, membuatku tak sempat untuk memikirkan hal itu.
"Aku bosan dengan Zahra, Bu. Lihat saja dia, semakin hari nampak tidak menarik saja. Zahra tidak pandai mempercantik dirinya untuk menyenangkanku."
Bagai petir menggelegar di siang hari, Aku sangat terkejut mendengar alasan yang Mas Dewa utarakan pada Ibu. Selama ini aku pikir Mas Dewa tak pernah mempermasalahkan penampilanku. Kenapa dia tak pernah mengatakan langsung padaku?
"Zahra tak sempat, Dewa. Dia terlalu lelah mengurus ibu dan kamu. Seharusnya kamu mengerti!" Ibu masih terus membelaku.
"Masa cuma dandan aja nggak sempat, Bu? Sudahlah, Bu. mulai besok aku akan membawa Liana tinggal di sini. Dia berhenti bekerja. Secepatnya Aku akan menikahi Liana."
Tubuhku semakin lemas. Kedua kakiku gemetar seakan tak sanggup lagi menopang tubuh rampingku ini.
Tidak! Aku harus kuat. Aku tidak boleh lemah. Aku harus bisa menghadapi semua ini dengan elegan. Dengan menarik napas panjang secara perlahan, aku mencoba untuk tenang.
"Kamu harus minta izin Zahra dulu! Ibu tak ingin kamu pisah dengan Zahra. Dia sudah tidak punya siapa-siapa lagi selain kita. Orang tuanya menitipkannya pada Ibu. Oleh sebab itu Ibu menjodohkan Zahra denganmu dulu.
Mas Dewa membuang napas kasar. Mungkin dia merasa berat untuk meminta izin padaku.
"Tidak perlu, Bu. Aku sudah mendengar semuanya."
"Zahra ...?"
Mas Dewa dan Ibu terkejut melihatku tiba-tiba muncul dari balik pintu.
'Seizinku atau tidak, kamu pasti akan tetap menikahi Liana. Ya,kan, Mas?"
"Zahra ... maksud Mas ...."
"Silakan, Mas. Tapi ada satu syarat. Ceraikan aku dulu!"
"Zahra ..." Kali ini Ibu menyebut namaku dengan suara parau.
"Tidak. Aku tidak akan menceraikanmu!"
Aku mendengkus kesal. Sebenarnya aku tidak tega dengan Ibu.
"Baiklah, Mas. tapi tetap aku punya satu syarat. Izinkan aku bekerja!"
Spontan Mas Dewa terbahak-bahak.
"Mau kerja apa kamu? Cleaning service? Pelayan toko? Atau Office girl? Jangan mimpi ketinggian kamu, Zahra! Kamu beda dengan Liana. Dia itu memang berpengalaman dan terpelajar. Sedangkan kamu ..., memangnya kamu pernah kerja apa, hah?"
Laki-laki yang sudah dua tahun menjadi suamiku itu kembali terkekeh. Tega-teganya dia membanding-bandingkan diriku dengan selingkuhannya. Sejak awal kami dijodohkan, memang Mas Dewa tidak pernah dan tidak mau peduli dengan latar belakangku. Dia hanya tinggal beres saja saat akan akad nikah. Semua Ibu yang mengurus. Ketika itu Ibu masih sehat dan sangat bersemangat menjodohkan kami.
"Tidak usah kamu pikirkan, Mas. Aku mau kerja apa biar menjadi urusanku!" ketusku.
"Kalau kamu kerja, siapa yang mengurus Ibu?" tanya Mas Dewa.
"Bukankah kamu bilang Liana berhenti bekerja? Jadi, biar dia yang menggantikanku. Toh dia juga calon menantu ibu, bukan?"
Sebenarnya aku tidak tega mengatakan hal ini di depan ibu. Tapi hatiku sudah terlanjur sakit. Semoga Ibu dapat memahami perasaanku.
"Iya, Dewa. Izinkan saja Zahra bekerja. Biar Liana yang menjaga ibu nanti."
Aku tersenyum puas mendengar ucapan Ibu.
"Terserah kamu saja! Lagian memangnya gampang cari kerja. Siapa juga yang mau terima orang nggak berpengalaman kayak kamu!" Mas Dewa terlihat frustasi.
Dia tau Liana pasti akan menolak untuk merawat Ibu yang sudah tidak bisa bangun dari ranjang. Ibu mengalami stroke pada separuh tubuhnya. Tapi beruntung Ibu masih bisa lancar berbicara.
Setelah lelah bersitegang dengan Mas Dewa, diam-diam aku mengirim pesan pada seseorang.
[ Ivan, tawaran posisi manager pemasaran untukku apa masih berlaku?]
Ternyata pesanku langsung di baca oleh sahabatku itu.
[ Masih, Ra, cuma kamu yang pas untuk jabatan ini. Apa kamu berubah pikikan?]
[ Ya, Aku terima tawaranmu. Kapan aku mulai kerja?]
[ Alhamdulilah. Akhirnya perusahaanku bisa merekrut orang cerdas dan berpengalaman sepertimu. Lusa kamu sudah bisa mulai kerja. ]
Untunglah belum ada yang mengisi posisi itu. Manager pemasaran adalah posisi yang aku tinggalkan saat aku akan menikah dengan Mas Dewa. Karena aku ingin sepenuhnya berbakti pada suamiku. Seperti Ibuku berbakti pada Ayah. Hingga Ayah makin mencntai Ibu.
Namun Mas Dewa ternyata berbeda dengan Ayah. Aku justru membosankan untuknya.
Siap-siaplah menangis maduku. Kamu akan menerima karmamu. Karena kamu akan tinggal dirumah dengan penampilan yang membosankan. Sementara aku akan merubah diriku seperti ketika sebelum mengenal Mas Dewa. Menjadi seorang wanita karier yang selalu mengutamakan penampilan.
Angel, Fanny, Chelsea, kedua Pekerja Toko menatap kearah salah seorang rekan Chelsea yang tengah sibuk membungkam mulut Emma yang sejak dari tadi selalu memotong perkataan Angel. “Hadehhh ….” Angel menggelengkan kepala sambil menghela napas. “Oke, jadi ….”Angel melanjutkan perkataannya dengan menceritakan apa yang sudah terjadi saat Angel pergi bersama dengan Joe ke sebuah Cafe. Dia juga menceritakan kalau sebelum itu, dia dan Joe menemui Alan di Cafe itu. “Apa?! Pria yang menggoda Emma saat kita tiba di depan Club malam kemarin, Ngel?!” tanya Fanny, terkejut. “Iya, Fann! Parahnya lagi, mereka berdua membawa satu orang temannya dengan tubuh yang … wah, tinggi dan kekar! Kalian tahu Joe setinggi apa, ‘kan? Nah, Pria bertubuh kekar itu bahkan jauh lebih tinggi,” jelas Angel. “Terus – terus?!” sahut Chelsea penasaran. “Hup! Hup!” Plak! “Ouchh! Sakit, Emma!” “Hufffttt … huh! Makanya jangan menutup mulutku! Apa tadi, Ngel? Pria yang kemarin kamu dan … h
Tok … tok … tok …Setelah kejadian yang tak terduga di Cafe, Angel langsung pergi menggunakan mobil milik Joe. Sebenarnya Angel tidak melarikan diri karena sudah memukul dua orang Pria yang tiba-tiba mengganggu-nya dan teman-temannya, akan tetapi alasan dia langsung pergi meninggalkan Cafe karena seluruh mata para pengunjung sudah tertuju padanya saat itu. Dia tidak ingin karena kejadian itu, namanya beserta keluarganya menjadi rusak. Begitulah yang sedang dipikirkan Angel saat itu. “Hmm … ah, hmm … apa ya? Hmm ….”Sembari mengemudikan mobil dan berpikir, Angel mengetuk jari telunjuknya beberapa kali ke stir mobil. “Jadi …, kenapa aku langsung pergi ya?”Terlihat, dia berbicara kepada dirinya sendiri di dalam mobil. Dia tampak masih memikirkan kejadian yang sudah terjadi di Cafe. “Nggak! Bentar-bentar. Kalau aku pergi, bukannya terlihat seperti melarikan diri, ya? Yang harusnya bersalah ‘kan mereka dan bukan aku? Kenapa harus aku yang pergi? Takut reputasiku jelek dimata p
Salah seorang Pelayan naik ke lantai dua dan menghampiri Pria itu, dengan tangan yang masih menempel di wajah salah seorang temannya. “Ah, ma – maaf, Tuan, sepertinya pengunjung yang lain merasa sedikit terganggu, hehe. M – mohon maaf, kalau ingin berkelahi … silahkan di lu …,” Gedebam! Brak! Praaang!!! “Hiyaaa!!!” “Hiyaaa!!!” “Hiyaaa!!!”Pelayan itu langsung terlempar dan menghantam salah satu meja makan yang sedang digunakan oleh dua orang pengunjung, dan piring serta gelas yang ada di atasnya langsung terhempas ke lantai. Setelah melakukan itu, perlahan wajah Pria itu kembali menoleh kearah Angel. “Jadi, bagaimana?” tanya Pria itu, masih dengan tatapan yang sama kearah Angel. Tap … tap … tap … “Atau … mau lebih di perjelas, kah …,” Tap! Gedebam! Gubrak!!! Gedebam! Gedebam! “T – Tuan! A – ah, sialan! Berani sekali ka …,” Tap! Gedebam!Saat Pria kekar itu baru saja melangkahkan satu langkah berniat berjalan kearah A
“Oke, sekarang serius! Kamu tahu cerita itu dari mana?”Piring – piring yang ada di atas meja sudah tampak kosong. Hanya tersisa sebagian kecil dari sisa makanan yang dipesan, tertinggal di atas piring. “Hmm? Maaf, sebentar ….” Joe membersihkan mulutnya terlebih dahulu menggunakan serbet yang telah di sediakan. Setelahnya, dia menikmati minumannya. “Apa tadi?” lanjutnya, bertanya. “Itu tadi, kamu bercerita tentang masa lalu saya. Seolah-olah, anda tahu banyak tentang saya, ya,” kata Alan. “Hmm …, bagaimana cara menjelaskannya, ya …,” “Kenapa, Joe? Kok kamu terlihat bingung begitu? Kamu memang mengenal Alan, ‘kan? Nyam – nyam … ya … asdjahkdjah …,” “Nona Angel … habiskan dulu makanan anda yang ada di dalam mulut. Jangan bicara sambil mengunyah makan loh,” Glek! “Ahh! Maaf, Joe. Nah, betul ‘kan? Memangnya apa yang membuat kamu begitu sulit untuk menjelaskannya kepada Alan?” tanya Angel, selesai mengunyah dan menelan makanannya.Alan dan Joe sudah menyelesa
Pukul Delapan pagi, “Kesini … dari bangunan ini ditarik kesini … hmm, apa cocok? Coba kalau begini? Hmm … kayaknya bagus!? Oke, begini saja!” “Alan … uhuk – uhuk! Alan …,” “Hmm?” Tap … tap … tap … “Iya, Nek, ada apa?” “Kamu lagi apa, Nak?” “Aku lagi menggambar bangunan, Nek! Sebentar lagi selesai, Nenek mau lihat?” “Uhuk – uhuk! Ck! Wah, bagus sekali gambar kamu. Sepertinya kamu memiliki bakat menggambar, ya …,” “Bakat? Apa itu, Nek?” “Hehe … bakat itu, hmm …, bagaimana Nenek menjelaskannya ya? Intinya kamu bisa dan suka menggambar, iya ‘kan?” “Iya, Nek! Tapi entah kenapa akhir-akhir ini aku suka menggambar bangunan, Nek. Padahal dulu, aku suka menggambar hewan, buah-buahan … ah, mobil-mobilan juga aku suka, Nek!” “Ha – ha – ha … uhuk! Ck! Ah … Nenek mau memperkenalkan kamu dengan seseorang. Kamu ‘kan suka menggambar bangunan, nah kebetulan orang ini juga suka. Dia adalah kenalannya Nenek,” “Siapa, Nek?” “Nanti, sebent
Karena cara duduk pengunjung Cafe disana sangatlah tidak cocok di pandangan matanya. Sebenarnya dia sangat kesal dan ingin sekali meminta para pengunjung untuk melakukan apa yang dilakukan oleh Angel dan Joe tadi. Akan tetapi, sepertinya itu tidak mungkin. “Memangnya kenapa, Alan? Kenapa kami harus mengubah posisi kursi?” tanya Angel. “Ah, tidak apa-apa kok, Nona. Supaya enak dipandang dan tidak terlalu banyak makan tempat. Takutnya pengunjung yang lain, yang ingin menggunakan meja makan yang ada di belakang anda, sedikit kesulitan,” jelas Alan, sedikit berbohong.Angel langsung menoleh kearah meja yang ada di belakangnya dan ternyata jarak dari kursi yang tengah digunakan olehnya dengan meja makan itu terbilang cukup jauh. Jika ada pengunjung yang ingin menggunakan meja makan itu, jika salah satu kursi yang ada disana ditarik ke belakang juga tidak bersentuhan dengan kursi Angel. Angel sempat kebingungan mendengar alasan dari Alan itu. Akan tetapi, dia tidak terlalu menangga
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments