Vroom!
Vroom!Vroom!Tepat tengah malam Aneet, Gaying dan Gayang sampai di halaman white house, Aneet segera keluar dan menuju bagasi belakang.“Paman! Jangan lupa berkasnya,” seru Aneet mengingatkan pamanya sambil menunjuk bagasi belakang.“Agak menjauh! Paman mau buka,” perintah Gayang yang melihat dari spion mobil posisi Aneet yang sangat dekat dengan pintu bagasi.Berkas – berkas penyelidikan yang lumayan agak banyak mereka keluarkan dari bagasi untuk di bawa masuk ke dalam dan di simpan.Annan, Ojan dan Fahmi sedang menunggu kedatangan mereka di ruang tengah ditemani bir dan beberapa bungkus rokok. Aneet dengan sedikit kesusahan membawa berkas itu masuk. Ojan yang melihatnya lalu mendekat.“Wah bawa apa ini? Sini – sini paman bantu kelihatannya berat sekali,” ucap Ojan sembari mengambil bekas dari tangan Aneet.“Terima kasih paman Ojan!” seru Aneet yang kemudian menyandarkanPrang!Sebuah botol minuman yang terbuat dari kaca tampak diayunkan tangan Dayat ke kepala Aneet. Seketika darah segar mengalir dari kepala Aneet ke wajahnya yang putih bersih.“Cuma begitu doang?!” seru Aneet dengan darah yang terus mengalir.Gadis kecil yang sebenarnya sudah tidak berdaya itu masih bisa berkata di depan para pria dewasa yang mengeroyoknya.Plak!Plak!Plak!Tubuhnya semakin melemah karena rasa sakit yang dia rasakan di sekujur badannya, tapi di sisa – sisa tenaganya Aneet masih berusaha untuk tetap kuat dan membuka matanya yang mulai sayu.“Kuat juga tubuhmu!” seru DayatDia terus memukuli tubuh gadis kecil itu, sebenarnya dia mulai dibuat prustasi oleh daya tahan Aneet.“Ayah! Tolong Aneet! Segeralah datang, Aneet sudah tidak kuat lagi,” ucap Aneet dalam hatinya.Dengan nafas yang terengah dan mata yang mulai sayu, Aneet masih berusaha menegakkan kepalanya untuk melih
“Terima kasih atas segala bantuan dokter kepada Aneet,” ucap Gayang sembari menjabat tangan dokter Tito.“Sama – sama Yang, ini sudah menjadi kewajiban saya sebagai seorang dokter,” balas dokter Tito sembari menepuk lengan atas Gayang.Ketika mereka berbincang terdengar suara roda yang didorong dari arah dalam. Beberapa orang perawat terlihat berada di sisi kanan dan kiri.Tubuh cantik yang biasanya aktif dan selalu membuat orang – orang didekatnya ceria sekarang tergolek lemas dengan bantuan alat kedokteran dan perban yang melingkari kepalanya. Bibirnya yang mungil terlihat pucat.“Aneet!” panggil Winda saat ranjang pasien yang membawa Aneet melintas di depannya. “Cepat sembuh sayang, biar bibi bisa melihat senyummu kembali,” lanjut Winda berkata dengan derai air mata.Jarot lalu merangkul kekasihnya yang tidak berhenti menangis sejak tiga jam yang lalu. Gayang menghentikan lalu ranjang tersebut ke
Seluruh media cetak sore ini serempak memuat hotline pencarian Dayat. Dengan memampang wajah Dayat hampir setengah halaman dengan judul DPO polisi untuk kasus pembunuhan Fungki Mulyoto dan Penganiayaan seorang siswi sekolah. Tidak lupa di media cetak juga menuliskan yang menemukan akan mendapat uang lima ratus juta dolar.Tidak kalah dengan media cetak, media elektronik dengan empat belas cannel menayangkan berita yang sama dengan durasi lima menit dan akan di putar satu sekali secara terjadwal. Begitu juga dengan berita – berita utama melakukan hal yang sama.“Brengsek! Siapa sebenarnya gadis ini sampai aku jadi buronan begini!” umpat Dayat di rumahnya sekaligus tempat persembunyiannya.“Eh dia itu anaknya Gannandra,” celetuk Yuli.Plak!Dayat memukul kepala adiknya.“Bodoh! Kenapa kamu tidak bilang jika dia anaknya Gannandra, aku pikir dia hanya pengikut teratai biasa,” teriak Dayat“Memang kenapa j
“Paman Tito!” teriak Aneet lebih keras karena perkataannya tidak di hiraukan sama sekali oleh Tito.Annan mencoba menenangkan putrinya dengan berdiri sembari memeluk sang putri, tidak ada air mata yang keluar dari mata Aneet. Tapi Annan tetap memeluk hangat Aneet sembari mengusap – usap rambut putrinya. Gaying dan Gayang hanya tertegun saja melihat apa yang terjadi, mereka tahu Aneet tidak akan bicara sembarangan tapi mereka juga melihat peti kakaknya turun ke liang lahat.“Aneet! Dengarkan Ayah!” pinta Annan. “Aneet dapat kabar dari siapa mengenai ibu?” tanya Annan lembut yang tetap memeluk sang putri.“Ayah!” Aneet memanggil Annan memegang kedua tangan Ayahnya dan memandang wajah Annan. “Sebelum operasi paman Tito dengan menggunakan ponselnya menghubungi ibu,” jawab Aneet dengan wajahnya yang serius.Annan yang tidak bisa berkomentar apa – apa, dia hanya terus memandang putrinya lalu
Pagi ini suasana kepolisian wilayah kota sedang sangat rame. Banyaknya kasus belakangan ini membuat polisi amat sangat sibuk.Pembunuhan Fungky Mulyoto yang belum kelar, ditambah kematian Same dan pemerkosaan istrinya, kasus – kasus lainnya yang tak kalah besar ditambah pengeroyokan Aneet oleh beberapa pereman.Hal itu semua menambah daftar panjang pekerjaan rumah kepolisian yang harus mereka segera selesaikan.Pramono terlihat begitu terburu – buru masuk ke dalam ruangannya, di belakangnya satu orang asisten berlari untuk mengikuti ritmenya dalam berjalan yang lumayan begitu cepat.“Penyidikan tentang Cokky bagaimana perkembangannya?” tanya Cokky sembari meletakkan jasnya di sandaran kursi lalu dia duduk.“Masih sama pak, Cuma mengantongi nama Dayat sebagai orang yang dikatakan Cokky sebagai pembunuh korban,” jawab Asistennya yang tetap berdiri tepat di samping meja.“Terus Cokky nya sudah ditahan?” tanya
Suasana rame masih terjadi di kantor polisi hingga siang tiba. Padahal hari ini matahari bersinar dengan begitu teriknya, seakan – akan matahari itu tepat berada di atas kepala setiap orang.Pramono yang duduk di ruangan berAC saja masih mengotak – atik remot ACnya untuk menurunkah suhu ruangannya agar terasa sejuk.Tok! Tok! Tok!“Pak! Sudah waktunya istirahat,” pemberitahuan dari Asisten Pramono yang memunculkan kepalanya dari balik pintu. “Jadi ke rumah sakit kah?” tanya sang asisten.“Kamu itu sedang apa kok kaya begitu? Masuklah!” perintah Pramono sembari melambaikan tangannya, lalu sang asisten masuk ke dalam ruangan Pramono. “Jadilah... Buah tangannya sudah disiapkan?” tanya Pramono sembari merapikan berkas – berkasnya.“Tunggu sebentar,” pinta Asisten Pramono. Sang asisten keluar untuk beberapa saat dan kembali dengan membawa sebuah parsel yang lumayan cukup besar dengan is
Vroom!Dengan menggunakan mobil Aneet. Annan dan Jarot pergi meninggalkan rumah sakit. Jarot menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang menembus jalanan ibu kota yang sudah tidak terlalu padat.Sesekali Jarot melirik ke arah Annan, bermaksud untuk menyampaikan sesuatu tapi mulutnya serasa kaku karena rasa ragu yang menyelimuti hatinya.Jarot menghembuskan nafas panjangnya dan mengumpulkan keberaniannya untuk membuka pembicaraan pada Annan.“Kak! Maafi Jarot ya,” ucap Jarot lalu menghembuskan nafas panjangnya. Annan menghadapkan wajahnya ke arah Jarot setelah mendengar itu. “Jarot menyesal, seharusnya Jarot dulu mengikuti kata kakak untuk tidak bersaing. Akibat keegoisan Jarot kita kehilangan Same dan Aneet harus masuk rumah sakit,” tutur Jarot dengan wajah yang menunjukkan rasa penyesalan.Senyum mengembang dari bibir Annan, dia menepuk bahu Jarot. Seseorang yang sudah dianggap sebagai adik kandungnya sendiri.“Jangan dip
“Sudah selesai Pak?” tanya Annan pada tukang Martabak, setelah dirinya mendekat dengan gerobak.“Tunggu sebentar mas. Ini tinggal yang terakhir,” jawab tukang martabak sembari membungkus pesanan terakhir Annan.Jarot dari arah tempat duduknya tersenyum sinis melihat ke arah Linda yang berdiri sembari menangis.“Itu....” Jarot mencoba bertanya sembari menunjuk ke arah Linda.“Biarkan saja, tidak usah dihiraukan... Heran akh! Bisa – bisanya dia mengajakku pergi bersamanya untuk meninggalkan Aneet,” jawab Annan sembari menggelengkan kepalanya.“Ini mas martabaknya,” sela si penjual martabak lalu memberikan lima bungkus martabak pesanannya dalam dua kantung plastik putih.“Berapa Pak?” tanya Annan sembari menerima kantong plastik yang diberikan bapak penjual.“Sudah tidak usah , ini buat mas Annan saja” ujar si pembuat martabak. “Tidak usah heran mas, kami p