Setelah pertemuan dengan Arsya kini Sera sudah berada didalam kantornya. Niat hanya ingin membeli es krim ternyata malah ketemu manusia gila kayak Arsya. Apakah mata lelaki itu buta? Mobilnya mahal dengan entengnya dia bilang jika mobilnya butut.
"Arsya, awas aja kalau kita ketemu," batin Sera, andai dia bisa bicara pakai batin dengan jarak jauh.
Pasalnya jika berbicara dengan batin bersama Arsya harus berjarak maksimal 10 meter. Untung saja hanya Arsya yang bisa mendengarkan batinnya, apakah keluarganya akan marah jika dia mempunyai kekuatan yang (misterius?).
"Nona, apakah pekerjaan anda sudah beres?" ucap asistennya yang tiba-tiba saja masuk.
Sera hanya mengangguk menanggapinya. "Apa aku bisa beristirahat 15 menit?" tanyanya, jujur saja pekerjaannya hari ini sangat melelahkan.
"Tentu saja, Nona bisa beristirahat selama 1 jam. Tuan Fikri sudah mengatur jadwal istirahat, Nona," jawabnya lalu pamit untuk undur diri.
Selepas kepergiannya, Sera berdiri dan berjalan kearah belakang. Perempuan berambut abu-abu itu menekan sebuah tombol yang ada disamping pigura. Seketika tembok besar itu bergeser menampilkan sebuah kamar yang mewah. Sera masuk dan menutup kembali temboknya. Tak bakal ada yang menyangka jika dibalik tembok itu ada sebuah ruangan yang tersembunyi. Dan setelah tembok itu terutup ruangan Sera akan kembali menjadi ruang bekerja.
Sera menyuruh sahabatnya untuk datang kesini menemani dia. Tak sampai 15 menit, teman Sera sudah datang dan kini berada didalam kamarnya. Mereka duduk bersender disisi ranjang dengan selimut membungkus setengah badan mereka.
"Kamu ngapain nyuruh aku kesini?" tanya teman Sera yang bernama Lita.
"Aku bosen," jawab Sera jujur, Lita adalah sahabatnya dari kecil.
Sera memakan snack yang dirinya pegang. "Aku tadi ketemu bocah ingusan itu." Ada nada kesal di dalam ucapan Sera.
Lita mengaruk kepalanya yang tak gatal. "Kamu sama, Arsya seumuran loh," ucapnya, Lita tau betul siapa yang dimaksud oleh Sera.
Sera menggeleng keras. "Dia tetap bocah ingusan yang miskin dan jelek," ucapnya menggebu-gebu.
Lita meringis, apa katanya Arsya miskin?. Lita tak habis pikir dengan Sera. Keluarga Arsya adalah orang terkaya nomer 2 didunia, Sera sebut miskin. Lalu apa sebutan untuk Lita yang hanya remahan rengginang diantara Arsya dan Sera.
"Benci sama cinta beda tipis," celetuk Lita sambil memasukkan kacang kedalam mulutnya.
Sera menolehkan kepalanya kearah Lita, "Mana mungkin aku cinta sama Arsya yang bauk itu," ucapnya malas.
Lagi-lagi Lita meringis, Heyy... Harga perfume Arsya bisa untuk membeli 1 mobil mewah. Apakah saking kayanya, Sera tak tau mana barang mewah dan mahal?. Lita lupa, orang kaya menganggap semua harga murah!.
"Denger-denger, Arsya bangun hotel mewah lagi," ucap Lita.
Sera langsung menoleh. "Beneran?" tanyanya memastikan.
Lita mengangguk. "Katanya juga proyek yang di Spanyol udah hampir 90% kelar." ucapnya lagi.
"Ngak bisa dibiarin, tuh bocah ingusan makin hari makin songong aja," ucap Sera kesal, dirinya tak ingin jika Arsya berada satu langkah didepannya.
"Trus kamu mau nglakuin apa lagi?" tanya Lita, ia tau jika Sera adalah tipe orang tak mau jika ditandingi. Apalagi itu Arsya, siap-siap akan terjadi perang kekayaan.
"Aku mau beli 2 eh 4 pulau aja deh," ucap Sera santai.
Lagi-lagi Lita hanya mampu meringis, Sera sangat beda jauh dengan dirinya. Jika Sera baju sertiap jam ganti, jika dirinya tak pernah ganti baju. Indahnya perbedaan, terkadang ia heran mengapa Sera mau berteman dengan dirinya. Walapun Lita anak orang kaya, jika dibandingkan dengan Sera masih kalah jauh.
****
Semantara Arsya, kini lelaki penyuka matcha itu berada didalam helicopter yang terbang diatas. Arsya duduk, matanya melihat kebawah yang menampilkan pembangunan hotel. Proyek hotel ini sudah berjalan hampir 6 bulan. Terhitung sudah 4 kali Arsya memantau secara langsung.
"Tambah menjadi 100 pekerja, aku ingin hotel ini cepat selesai," titah Arsya kepada asistennya yang kini duduk disampingnya.
"Baik, tuan," jawabnya sopan.
Karena sudah puas memantau, Arsya meminta untuk cepat turun. Kini Arsya turun dari helicopter yang berada diatas rooftop kantornya. Arsya memakai kembali jas kantornya. Lelaki itu turun dan langsung menuju ruangannya.
"Apakah nama Giory sudah berada diurutan teratas?" tanya Arsya.
Niko selaku asistennya menggeleng, "Untuk saat belum, tuan Wisnu meminta anda untuk 'bermain' terlebih dahulu tuan," ucapnya sopan.
Arsya mengangguk, dia harus tenang dan tak usah terburu-buru. Secara perlahan-lahan nama Giory akan menjadi nomer 1. Dengan begitu, Sera perempuan itu tak akan menghina dirinya miskin lagi. Lihat saja, ia akan menghina Sera miskin tunggu saja waktu yang tepat.
"Apakah tuan sudah tau jika keluarga Louwen sudah mengetahui jika anda akan membuat sebuah proyek?" tanya Niko, kini mereka tengah duduk didalam ruang kerja milik Arsya. Disana juga ada Toni.
"Benarkah?" tanya Arsya, ada kesenangan dibalik ucapannya itu.
Toni mengangguk. "Dari informasi yang saya dapat, mereka tak ingin anda satu langkah didepan mereka," ucapnya setelah membaca beberapa berita lewat iPad yang ia pegang.
Arsya mengangguk sekilas. "Dengan begitu mereka akan melakukan apa saja demi posisi keluarga mereka tetap nomer 1," ucapnya, ini adalah kabar yang sangat bahagia.
"Dengan begitu, kita akan mudah menghancurkan mereka," ucap Arsya tersenyum puas.
Tekadnya untuk menjadikan nama Giory diurutan teratas semakin bulat. Sera, satu kata itu yang ada didalam pikirannya. Bagaikan mimpi buruk bertemu dengan perempuan modelan Sera. Sialnya, Arsya bisa berbicara pakai batin dengan perempuan itu. Setau dirinya yang punya 'kekuatan' seperti itu hanya anak kembar saja.
Seorang perempuan tengah berdiri dengan cemas dihadapan layar besar yang menampilkan grafik sesuatu. Perempuan itu adalah Sera, air matanya turun begitu saja sebab beberapa jam yang lalu dirinya telah melakukan perbuatan fatal.Asistennya datang dan langsung menghampiri dirinya yang kini berada diruang kerjanya."Nona tak apa?" tanya Anton, ia khawatir melihat nonanya yang cemas seperti ini.Anton menuntun Sera untuk duduk disofa, Sera pun menurut. Perempuan itu mengusap wajahnya kasar. Anton yang melihat itu langsung mengambil air di dispenser."Silahkan diminum." Sera minum."Sebenarnya apa yang terjadi dengan nona?" tanya Anton."Aku bingung, paman. Semua ini salahku." Sera terus saja menyalahkan dirinya sendiri. Anton duduk didekat Sera dan mengelus tangan perempuan yang sudah ia anggap sebagai anaknya sendiri itu. 
Kini tertua dari keturunan Louwen tengah marah besar. Semua barang yang ada disekitarnya dirinya banting. Sedangkan Sera hanya mampu menangis dipelukan Citra sang mama. Sera sudah menceritakan tindakan bodohnya kepada keluarganya, dan sekarang Opa dan papanya marah besar. "Maafin, Era Opa," ucap Sera disela tangisannya. "KESALAHAN KAMU SUDAH FATAL, SERA," bentak Fikri. Laki-laki berusia lebih dari setengah abad itu sangat marah dengan cucu satu-satunya yang lalai. Akibat dari perbuatan Sera perusahaannya kini terancam bangkrut karena dana masuk kedalam nama Giory. "Pa, jangan bentak anak aku." Citra ikut menangis lantaran tak tega melihat Sera seperti ini. Dia tau anaknya berbuat salah, ibu mana yang tega melihat putrinya menangis ketakutan seperti ini?. "Diam Citra." Fikri menatap tajam menantunya itu. Sera bangkit dari duduknya dan bersuj
Sera terbangun, perempuan itu mengerjapkan matanya. Dia sudah sadar sepenuhnya namun kepalanya masih pusing, Sera berada didalam kamarnya yang bernuansa tosca. Perempuan itu menoleh, tepat disebelahnya ada Citra yang tertidur dengan posisi duduk dikursi. Perempuan itu baru ingat jika sebelumnya dia pingsan karena terlalu lama menangis dan ia belum makan dari pagi. Sera menoba untuk duduk dan bersender dikepala ranjang. Papanya juga tertidur disofa, Sera tak bisa melihat pemandangan seperti ini. "Maa," panggil Sera, ia mengelus tangan Citra yang kini tengah menggengam tangan miliknya. Mendengar suara sang anak, Citra terbangun dan terkejut mendapati Sera yang sudah duduk bersender. Perempuan hampir berumur setengah abad itu bangkit dari kursinya dan duduk ditepi ranjang Sera. Tangan Citra masih mengengam kuat telapak tangan Sera. "Kamu udah enakan?" tanya Citra lembut.&
Fikri berjalan dengan langkah panjangnya menuju kamar Sera dengan kedua tangan yang ia masukkan kedalam kantung celana. Lelaki berusia lebih dari setengah abad itu langsung menemui cucunya setelah bertemu dengan Arsya. Perlahan-lahan pintu itu terbuka olehnya, bisa Fikri lihat jika Sera tengah duduk dihadapan meja riasnya. Hati Fikri seolah ditikam benda berat, ia menampar cucunya sendiri. Fikri menyesal telah menampar Sera apalagi menjelek-jelekannya, ia berjalan menuju tempat dimana Sera berada. Fikri mengelus rambut, Sera dan membuat Sera kaget. "Kakek," ucap Sera, perempuan itu langsung berdiri agak menjauh dari posisi Fikri. Sera bingung mengapa Fikri berada di kamarnya. Sementara, Fikri ia termenung melihat sikap Sera. Dulu cucunya itu selalu memeluk dirinya, dan sekarang dia berdiri dengan posisi yang jauh darinya. "Sera, ngak mau peluk Opa?" tanya Fikri mencoba untuk
Hari ini adalah hari dimana Sera akan bertemu dengan Arsya. Perempuan itu tengah menyisir rambutnya dihadapan cermin besar, entah mengapa jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Setelah dirasa penampilannya sudah pas, Sera keluar dari kamar dengan membawa tas slempangnya. Sera memakai pakaian dress formal, ia berjalan menuju ruang makan. Disana sudah terlinat seluruh anggota keluarganya yang sepertinya tengah menunggu kedatangan dirinya. Perempuan itu duduk tepat disebelah Citra. "Pagi semua," sapa Sera, ada sedikit nada canggung disetiap ucapannya. "Pagi," jawab, Citra, Rama, dan Fikri serempak. Citra mengambilkan, Sera makanan dan ternyata hidangannya masih sama seperti dulu. Sera pikir mulai hari ini ia akan makan nasi dan kecap, ternyata dugaannya salah besar. Dimeja makan masih tersedia beberapa jenis daging dan olahan makanan mewah lainya.
Sera berada didalam mobil, ditemani oleh 2 orang asistennya yang tak lain adalah Rudi dan Anton menuju kediaman keluarga Giory. Sera sibuk melihat kearah jalanan, ia tak dikawal bodyguard takutnya wartawan curiga dan malah mengekutinya dari belakang. Mobil yang Sera naiki tergolong kecil, tidak sebesar biasanya. Perempuan itu melihat-lihat HP, ada pesan dari nomor yang tak ia kenal. Sera membaca pesan itu, dikalimat terakhir tertera nama Arsya disana. "Paman, berhenti didepan," ucap Sera, pesan tadi berisikan jika ia harus berhenti dijalan depan dan naik menuju rooftop gedung yang ada disana. "Emang kenapa, nona?" tanya Rudi, ia mengurangi kecepatan mobilnya. "Aku akan dijemput oleh Arsya," ucap Sera. Rudi mengangguk paham lantas dirinya memberhentikan mobilnya tepat didepan gedung. Sera memakai hoodie oversize dan kaca mata hitam, ia seger
"Menikahlah denganku, atau perusahaanmu akan bangkrut detik ini juga." Degg Degg Sera terpaku ditempat, berharap ia salah dengar. Otaknya seakan tak berfungsi, hening menyelimuti mereka selama beberapa menit. Semua diam dengan posisi masing-masing, Sera dengan wajah polosnya menatap Arsya. Sedangkan Arsya, lelaki itu menatap Sera dengan pandangan yang sulit diartikan. "Jawab peryataanku Sera," ucap Arsya geram. "Ha?" tanya Sera dengan mulut terbuka. Arsya mengulangi ucapannya dengan menggunakan batin. Benar, Sera tak salah dengar lelaki itu mengajaknya menikah. Entah ucapannya benar atau hanya tipuan belaka. "What? Kita musuh dan kau mengajakku menikah?, yang benar saja?!" maki Sera setelah ia sadar apa yang diucapkan Arsya tadi. "Itu pernyataan bukan pertanyaan," tutur Arsya tersenyu
Sera mengerjapkan matanya, ia merubah posisinya yang semua tertidur miring menjadi duduk. Perempuan itu memutar-mutar kepalanya, Sial! Paha Arsya keras sekali sampai-sampai membuat kepalanya terasa pegal. Sera beralih menatap Arysa yang masih asik bergelung dialam mimpi. Tangannya terulur untuk menyentuh rahang tegas milik lelaki itu, pahatan wajahnya sangat sempurna. Bibirnya merah membutikkan kalau Arsya bukan perkok, mungkin. Alis lelaki itu juga tebal dan jika tertidur wajahnya terlihat damai tak ada raut wajah menyeramkan yang biasanya ditampilkan oleh Arsya. "Puas memandangiku?" Lelaki itu tiba-tiba membuka matanya. Sera langsung membuang muka, ia merutuki dirinya mengapa bisa ketauan seperti ini?. Percayalah ia tengah malu sekarang, Arsya memergokinya?!. Siapapun tolong kasih Sera ilmu menghilangkan diri. Arsya mengerakkan kepalanya yang terasa pegal ke kanan dan ke k