Share

Mantan Menantu Insyaf Setelah Dicerai
Mantan Menantu Insyaf Setelah Dicerai
Author: Rini Annisa

Ratu kesiangan

"Rose, kenapa nggak masak?" tanyaku begitu pulang dari sawah. 

"Ngantuk, Bu. Lagian ngapain sih pagi-pagi udah masak? Kalo mau sarapan beli aja, gitu kok repot!" jawabnya ketus lalu membaringkan tubuhnya lagi. 

Aku cuma menggeleng kepala melihat kelakuan menantuku yang super males dan manja itu. Bukannya aku keras, tapi tiap hari setelah aku dan suami pulang dari sawah tak pernah ada masakan terhidang di meja. 

Kalo sudah begitu, aku juga yang memasak. Badan sudah pegal sehabis dari sawah, sampai rumah mesti memasak lagi. Menantuku itu kalo belum jam sepuluh belum puas tidurnya, entah kenapa anakku bisa punya istri sepertinya. 

Pernah aku menasehatinya agar bangun pagi, tapi lagi-lagi dia hanya membantah. "Rose, bangun udah siang! Nggak bagus bangun siang ntar rezekinya dipatuk ayam!" 

"Halah, kata siapa? Itu cuma mitos doang, ngapain percaya gituan!" ucapnya sinis sembari melengos masuk kedalam kamar.  

"Sudah, Bu. Kalo dia nggak mau nggak usah dipaksa, daripada ribut ntar di dengar tetangga, malu kita," tegur suamiku. 

"Iya, Pak. Cuma ya nggak bisa juga di biarkan terus nanti jadi kebiasaan," omel ku. 

"Bapak tau, pelan-pelan aja dinasehati. Kalo dia merajuk mengadu sama orang tuanya, mau taruh dimana muka kita?" 

"Ish, bapak cumanya membela menantu aja. Sebel!" kataku sambil berjalan menuju dapur. 

Di dapur, sembari memasak tak hentinya aku berfikir bagaimana agar Rose bisa bangun pagi dan memasak. Ingin minta bantuan anakku, tapi cuma dianggap angin lalu saja. 

Anakku Darma, tidak pernah sekalipun menegur istrinya. Pergi kerja mungkin dia tak pernah sarapan, tapi Darma tak mengeluh. Darma bekerja di pabrik kain, gaji tak seberapa banyak. 

"Nak, nasehati istrimu! Jangan suka bangun siang, nggak bagus!" kataku suatu malam pada Darma selesai makan. 

"Sudahlah, Bu! Suka hati dia aja, yang penting dia senang," jawab Darma acuh. Begitulah selalu yang dikatakannya bila aku sudah bicara mengenai istrinya. 

"Sekarang kamu bisa bilang begitu, tapi nanti lihatlah! Jangan sampai kamu menyesal, nggak berkah seorang istri bangun siang apalagi nggak sholat Subuh, nggak ada rezekinya!" ucapku dengan intonasi tinggi. 

Darma terdiam, cukup membuat dia berpikir ulang. Memang kalo tidak ditegur dari sekarang nanti jadi kebiasaan yang susah diubah. 

Namun, Darma tidak menegur itu juga karena sudah tau watak istrinya. Selalu membantah. Pernah suatu pagi Darma membangunkan Rose, tapi susah sampai Darma sudah kehabisan akal. 

Darma pun membiarkan istrinya, yang penting Rose tidak berbuat macem-macem dan selalu di rumah. 

Namun, pagi itu tidak seperti biasanya. Darma yang bangun sedari Subuh sudah merasakan tidak enak badan. Darma bolak balik buang air besar, aku yang lagi di dapur memasak air panas melihat Darma berulang kali ke toilet. 

"Kenapa kamu, Nak?" tanyaku saat dia keluar sekian kalinya. 

"Perut Darma mules, Bu! Mungkin masuk angin," ucapnya sambil memegang perutnya dan duduk di meja makan. 

"Tunggu, ibu buatkan teh manis hangat," kataku sambil menuju dapur. 

Darma mengangguk, kemudian masuk ke kamar membangunkan istrinya. "Ros, bangun ...," Darma mengguncang tubuh Rose. 

Rose cuma menggeliat kemudian tertidur lagi. Darma kembali mengguncang dengan sedikit kasar. "Rose, tolonglah bangun. Perut Mas sakit ini," keluh Darma merintih. 

"Apa sih Mas? Ganggu orang tidur aja!" omel Rose sembari menguap. 

"Mas masuk angin, tolong kamu kerokin badan Mas," pinta Darma. 

"Males lah, suruh ibu aja sana! Aku nggak bisa," sahut Rose kembali akan tidur. 

"Kamu kan istri, Mas! Kok semuanya nyuruh ibu, lalu kerjamu apa?" kata Darma mulai emosi. 

"Kenapa kamu marah, Mas! Nggak senang? Baiklah aku pulang aja kerumah orang tuaku," ancam Rose beranjak bangun. 

Aku yang mendengar keributan mereka segera menengahi dan masuk kedalam. "Sudah sini biar ibu yang kerokin," sahutku. 

"Nah, gitu dong. Ibu aja yang kerjakan, udah sana, Mas. Aku mau tidur lagi, awas kalo dibanguni!" cibir Rose. 

Dengan jengkel dan malu, Darma keluar dari kamar. "Huh, dasar istri tak tau diri. Bisanya cuma tidur, ntar ada geledek nyambar pun nggak tau," umpat Darma menyumpahi istrinya. 

Aku yang mendengar segera menegurnya. "Husst, nggak boleh ngomong gitu. Pamali, ucapan adalah doa!" 

"Abisnya Darma kesal, Bu. Sakit gini kalo bukan istri yang ngurus siapa lagi? Masa' iya terus repotin ibu," sungut Darma. 

"Ya sudah, ibu nggak repot. Anak ibu cuma kamu satu-satunya, selama kalian tinggal di sini ibu akan bantu semampu ibu," kataku menenangkan Darma. 

Selesai kerokan, tubuh Darma kembali hangat. Aku menyuruhnya minum teh manis yang kubuat tadi, lalu menyuruh Darma  tidur kembali sembari menungguku membuat sarapan. 

Hari ini Darma kuminta cuti dari kerja, awalnya dia memaksa ingin bekerja tapi aku larang. Bapak yang terbangun heran melihatku sepagi ini sudah masak. 

"Loh, Bu. Tumben udah masak?" tanya Bapak begitu keluar kamar. Kamar kami berada dibelakang dekat dapur, jadi jika keluar langsung mengarah ke dapur. 

"Iya Pak, ibu buat sarapan untuk Darma. Masuk angin dia, tadi aja baru ibu kerokin," jawabku yang masih mengaduk sayur bayam. 

Hari ini aku masak sayur bayam bening, tempe goreng dan sambel terasi. Masakan yang disukai suamiku dan Darma. Siap masak, aku bangunkan Darma yang tertidur di sofa. 

Bapak yang juga jarang makan pagi sangat lahap, bahkan tambah dua kali. Begitu juga Darma, kami makan bertiga saja. Rose jangan ditanya, jam tujuh masih di alam mimpi. 

Usai sarapan, aku dan suamiku berangkat ke sawah setelah memberikan Darma obat. "Karena kamu di rumah, nanti bantu bapak berikan ayam makan dibelakang rumah, ya Le," titah bapak pada Darma yang dibalas anggukan. 

Sepulang dari sawah, saat menuju dapur aku terkejut. Ceceran nasi dimana-mana, bahkan mangkuk dan piring berjatuhan dari rak. Aku memanggil Darma, namun tidak disahuti. 

"Darma ... Dimana kamu, Nak? Kenapa di dapur berserak begini," kataku sembari memungut mangkuk dan piring lalu meletakkan ke atas meja. 

Aku berjalan menuju kamar Darma, saat kulihat dia meringkuk dibawah ranjang dengan tatapan bengong. 

"Ya Allah, Nak. Kenapa kamu? Trus mana Rose?" tanyaku celingukan. 

"Dia pergi, Bu!" 

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rini Annisa
Cakep, next Thor
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status