Darma yang semakin emosi mendengar mertuanya mengepalkan tangannya. Saat akan beranjak bangun, aku mencegah Darma agar bersabar dulu. Darma pun menuruti lalu duduk kembali, walau dengan hati dongkol.
"Bagaimana, besan? Setuju nggak?" tanya orang tua Rose dengan mencibir
Aku menghela nafas sebentar, sungguh permintaan yang berat. Seharusnya sebagai seorang ibu ingin anaknya menjadi baik dan sholehah. Akan tetapi, wanita yang seumuran didepanku ini malah ingin terus memanjakan anaknya.
Namun, aku tak ingin menyerah dulu sebelum berusaha. Tak ada kata terlambat untuk berubah, selagi kita terus ikhtiar dibarengi doa, insya Allah seberat apapun ujian hidup ini bisa dilewati.
"Baiklah besan, kami setuju. Namun, setelah di rumah kami harap besan bisa maklum bahwa Darma sebagai suami lebih berhak terhadap diri Rose. Bagaimanapun setelah menikah, surga Rose terletak pada suaminya. Selama saya masih hidup, saya akan menjaga Rose dan membimbing mereka berdua," janjiku pada besan untuk meyakinkannya.
Terlihat besan mengangguk tanda setuju juga, maka dipanggilah Rose ke depan. "Ros ... Kemari Nak! Temui suami dan mertuamu!"
Rose keluar dengan wajah masam, dia sama sekali tidak senang melihat kami. Mungkin dalam hatinya masih dongkol, kemudian duduk bergelayut manja di samping Mamanya.
"Rose, mereka mau menjemput kamu pulang. Sana ikut mereka, bagaimanapun kamu masih istri sah Darma," ucap besan pada Rose.
"Rose nggak mau, Ma! Ntar mereka menyuruh-nyuruh Rose lagi, enak disini Rose bisa santai tanpa capek-capek," jawab Rose merengek.
Melihat tingkahnya, aku tersenyum. "Rose, ikut kami pulang ya! Lihat suamimu juga udah minta maaf, kemarin itu dia hanya khilaf. Kan kamu tau sendiri kalo Darma juga dalam keadaan sakit."
Rose menatap Darma tajam, kemudian beralih padaku. Sinar matanya masih menunjukkan keraguan, aku menyenggol Darma agar mengatakan sesuatu.
"Rose, kamu pulang ya! Mas minta maaf, Mas janji nggak bakal marah lagi," ucap Darma dengan mata berbinar.
Syukurlah, anakku sudah mengesampingkan egonya. Aku tau sebenarnya Darma anak yang baik, hanya perlu sedikit bimbingan. Insya Allah dia akan jadi imam yang baik untuk istrinya.
Akhirnya Rose luluh dan setuju, walaupun sifat manjanya masih terlihat karena terus dekat dengan Mamanya. "Sudah, kamu tak usah khawatir. Mertua kamu udah janji sama Mama tadi, nggak akan menyuruhmu dan mengusik tidurmu," hibur besan pada anaknya.
Aku yang mendengarnya tersenyum kecut, seharusnya besan tidak mengatakan itu karena Rose bisa semakin manja dan keenakan. Namun, semua sudah terjadi aku tak bisa juga ikut campur selama masih dirumah besan.
Setelah berganti pakaian, Rose ikut kami pulang, dia tidak membawa pakaian karena saat pergi juga tidak membawa apa-apa.
"Kami pamit, ya besan!" ucapku sambil menyalaminya.
"Iya, hati-hati dijalan. Ingat jaga anakku, jangan buat dia susah atau marah," pintanya.
Aku mengangguk, kemudian kami menyetop taksi. Darma duduk di depan sedangkan aku dan Rose duduk di belakang. Selama perjalanan Rose hanya diam membisu, aku juga tak ingin bicara, nanti saja setelah di rumah.
Taksi berhenti didepan rumah, setelah turun Rose langsung ngeloyor masuk ke dalam rumah. Tidak mau menunggu bahkan menuntunku keluar dari mobil. Darma yang melihat tingkah istrinya hanya menggelengkan kepala, tidak ada sopannya pada mertua. Kemudian Darma menuntunku keluar mobil.
"Sudah, biarkan aja dulu dia. Baru pulang, biar nggak merajuk lagi," kataku mencekal lengan Darma saat dia akan menghampiri Rose.
"Kamu mesti sabar menghadapi istrimu, jangan pakai kemarahan atau kekerasan," nasehatku.
Saat berjalan menuju rumah, tetangga sebelah yang bernama Bude Rami terus melihat kami. Kemudian menghampiri, kami sudah tau tetangga yang satu ini suka kepo urusan orang.
"Dari mana Mbakyu? Kok pada rame-rame pulang naik taksi?" tanyanya ingin tau.
"Dari rumah besan, Ram. Rose kangen sama Mamanya," jawabku sambil tersenyum.
"Oh, kirain ada apa. Kemarin aku lihat Rose berjalan keluar sendiri dan menyetop taksi. Secara dia kan gak pernah keluar, apalagi bangun juga siang-siang," cemooh Bude Rami sinis.
"Iya, mungkin karena kangen jadi nggak sabaran menunggu kami hingga dia pergi sendiri," ucapku lirih.
"Ya sudah, kami masuk kedalam dulu ya, Ram," kataku yang tidak ingin lagi berlama-lama bisa jadi gibahi menantuku.
Sudah bukan rahasia, kalo kebiasaan Rose sudah diketahui tetangga. Saat itu masih jam tujuh, aku yang bersiap akan ke sawah kedatangan tetangga yang ingin meminjam parutan kelapa.
"Mbakyu, sudah masak?" tanyanya kepo.
"Belum, nanti aja setelah pulang dari sawah," jawabku sambil mengambil parutan di atas almari.
"Loh, memang kemana mantumu Mbak? Kan seharusnya dia yang masak," tanyanya lagi sambil celingukan mencari Rose.
"Ssttt, dia masih dikamar," kataku pelan agar Rose tidak dengar bisa-bisa dia mengamuk.
"Oalah, Mbakyu enak benar menantumu. Udah siang masih aja ngorok di kamarnya," Tanpa aku ketahui tetangga itu membuka pintu kamar Rose yang sedikit terbuka karena saat pergi kerja Darma tidak menutup rapat pintu.
Aku pun menarik tangannya, agar pergi dan tidak memberitahu siapapun. Namun, siapa yang menyangka berita itu akhirnya tersebar seluruh kampung.
Sejak saat itu, Rose tidak mau keluar rumah walau hanya sekedar belanja di warung. Bahkan jika ada tukang rujak ataupun tukang makanan lewat hanya menyuruh suaminya ataupun kadang memanggilku.
"Bu ... Itu ada tukang bakso. Sana belikan untukku," titahnya dengan berteriak.
Aku yang masih di kamar mandi mencuci pakaian tak menggubris. "Beli sendiri sana! Kan bisa dipanggil biar tukang baksonya datang," ujarku dengan setengah teriak juga.
Aku pun melanjutkan cucian, tanpa kusadari Rose sudah berkacak pinggang didepan pintu kamar mandi. "Udah beli baksonya?"
"Apanya beli, udah pergi dia! Kan tadi nyuruh Ibu manggil tapi Ibu nggak mau, sebel!" jawabnya ketus.
"Ibu masih nyuci, kamu tinggal manggil aja tukang baksonya pasti mendekat," kataku sambil membilas pakaian.
"Aku nggak mau keluar, mau taruh dimana mukaku? Ini semua gara-gara Ibu udah buat aku malu, Ibu pasti udah bilang seluruh kampung kalo Rose suka bangun siang, iya kan!" bentaknya.
"Ya Allah, Rose. Ibu nggak ada cerita, saat itu lagi ada tamu mereka bertanya dimana kamu. Tanpa Ibu ketahui tetangga itu melihat kamu masih tidur di kamar," aku menjelaskan yang sesungguhnya.
"Sama aja, Ibu pasti bilang aku masih tidur. Trus tetangga kepo itu masuk kamarku dan tersebar semua. Saat aku ke warung semua orang menggunjingku. Aku jadi malu, tau nggak Ibu!" hardiknya kasar kemudian berlalu dan masuk kedalam kamar itu karena aku mendengar suara pintu dibanting.
"Ya Allah, kuatkan hatiku!" ujarku sembari mengelus dada.
Seminggu setelah Rose resmi bercerai, Rose yang telah berhasil menjual rumah Mamanya segera membeli rumah di dekat sini. Darma yang membantu mencari akhirnya dapat rumah di depan kecamatan perbatasan antar kampung.Kebetulan pemilik rumah juga mau pindah, jadi Rose pun setuju membelinya. Rose sengaja pilih rumah yang tidak terlalu besar. Karena cuma ditempati sendiri, namun perabotan lengkap karena Rose membawa dari rumah Mamanya.Aku dan Fatimah membantu Rose membersihkan rumahnya, pekerjaan akan ringan bila dikerjakan bersama-sama. Darma juga membantu mengangkat dan menggeser perabot yang besar.Sore itu akhirnya pekerjaan selesai, Rose yang dibantu Fatimah memasak lauk dan menggoreng mendoan untuk cemilan. Kami semua makan dengan nikmat, beberapa tetangga juga turut membantu seperti Rami, Ratna dan Mang Asep.Kami juga berkenalan dengan tet
Sudah tiga hari, semenjak Darma dan Fatimah bulan madu, hari ini mereka mengabarkan akan pulang. Aku dan Rose pun sibuk membersihkan rumah agar setelah mereka di rumah merasa nyaman.Selama Rose di rumah, aku mengajarkannya masak. Baru beberapa hari Rose sudah bisa memasak nasi, merebus sayur dan sambal. Masih masak yang ringan dulu dikuasai, Alhamdulillah.Rose pun begitu gembira bisa memasak beberapa lauk, walaupun rasa masih terus diperbaiki tapi lumayanlah. Sengaja hari ini Rose yang masak agar Darma dan Fatimah bisa memberi nilai.Selesai pekerjaan rumah, aku dan Rose duduk santai di teras. Sambil mengobrol, Rose berbicara banyak hal dan meminta pendapatku."Bu, Rose berpikir akan menjual rumah Mama," katanya serius."Loh, kenapa dijual? Nanti setelah menikah kamu bisa tempati lagi," ucapku kaget.
Setelah bertegur sapa dan meminta maaf pada para tetangga, aku menuntun Rose masuk kedalam rumah. Karena kamar cuma dua, jadi Rose tidur dikamar bersamaku.Fatimah membantu membawakan tas Rose ke dalam kamarku. Kamarku selalu bersih dan rapi karena tiap hari disapu Fatimah. Rumah dan halaman juga bersih. Sementara Darma meletakkan rantang di dapur.Aku menyuruh Rose agar beristirahat dulu dikamar sampai pulih kembali. Rose pun menurut dan membaringkan tubuhnya di kasur. Kasur bekas pernikahan mereka dulu, karna Darma dan Fatimah sekarang memakai spring bed.Memastikan Rose tidur, aku baru keluar kamar. Fatimah berada di dapur mencuci piring, mungkin pagi tadi belum sempat mencuci. Aku pun berjalan menghampirinya."Imah, perlu ibu bantu?" tanyaku."Nggak usah, Bu! Udah mau siap, oh Imah bisa minta tolong ibu a
Sudah beberapa jam, semenjak Rose dibius belum sadar juga. Hari sudah malam, berkali-kali perawat masuk mengecek. Perawat mengatakan butuh beberapa jam untuk menghilangkan pengaruh obat bius.Aku pun melaksanakan sholat magrib di samping ranjang Rose, memohon pada Allah SWT atas kesembuhan Rose. Siap sholat, aku mengaji berharap alunan ayat suci bisa masuk meresapi ke kalbu Rose.Benar saja, saat khusyuk mengaji jari tangan Rose mulai bergerak. Diikuti mata yang terbuka, aku pun menghentikan ngaji. Tampak Rose berkedip-kedip, lalu menoleh kesamping."Rose, kamu udah sadar Nak?" tanyaku sambil mengelus bahunya."Ibu?" katanya kaget."Iya, ini ibu. Bagaimana keadaanmu? Mana yang sakit?"Rose menggeleng, kemudian dia terisak menangis. Bahunya berguncang, aku pun menepuk bahunya
Sampai di rumah, kulihat Darma baru saja keluar dari mobil. Aku dan Fatimah menyongsong kedatangan Darma dengan cemas."Gimana, keadaan Rose dan Mamanya?" tanyaku tak sabar.Darma menjatuhkan tubuhnya di kursi, sembari menghela napas. Aku dan Fatimah saling pandang ingin tau."Rose dan Mamanya udah dibawa ke rumah sakit, Bu! Mamanya Rose masuk UGD dan Rose dibius agar tenang karena terus meracau," jelas Darma."Ya, Allah! Sebenarnya ada apa kok Mamanya Rose bisa sampai di tusuk suaminya, Mas?"" tanya Fatimah."Blom diketahui apa motif penusukan itu, karena Rose sebagai saksi pun masih trauma. Jadi blom bisa dimintai keterangan, tunggu sampe Rose sadar dan normal kembali," jawab Darma.Aku hanya menggeleng sedih mendengar cerita Darma. Kasihan Rose, padahal baru saja mereguk kebahagiaan sebagai pengantin baru tapi harus mengalami kejadian mengerikan ini.Wa
Tok, tok, tok,"Imah, bangun Nak! Sudah sore, udah sholat Ashar blom?" panggilku diluar pintu kamar.Tak lama, bunyi pintu terbuka. Muncul wajah Darma yang masih ngantuk. Aku pun terkejut, ternyata Darma udah pulang."Loh, kapan kamu pulang Nak? Kok ibu nggak tau?" tanyaku."Tadi, Bu! Ibu masih tidur jadi Imah bilang nggak usah ganggu ibu jadi Darma istirahat dulu," kata Darma sambil menguap."Ya udah, kamu mandi sana sholat Ashar. Imah udah bangun blom?" tanyaku tersenyum."Blom, Bu! Sepertinya Imah ngantuk berat," ujar Darma sambil melirik istrinya."Iya, dia tadi nyuci banyak. Mau ibu bantuin tapi nggak boleh sama Imah," jelas ku.Lalu Darma keluar setelah mengambil handuk, masuk ke kamar mandi. Aku pun