"Ehm ..." kukeraskan suara, berjalan dengan anggun menuju sofa mahal yang diduduki Mamih.Suara yang semula riuh mendadak sunyi. Kini semua mata tertuju padaku, kubalas dengan senyum termanis yang kupunya."Permisi ... silahkan bangun dari tempat duduk saya," ucapku saat berhenti disofa tunggal yang Mamih duduki.Mamih mencebik mendengar ucapanku, dengan hentakan kaki dia bangkit dari duduknya."Lihat istrimu Dan, sama mertua tidak ada sopan-sopannya." rungutnya sambil menghempaskan bokong disamping Papih.Takku hirau kan ocehan dan tatapan sinis itu, aku mengambil sapu tangan didalam tas, mengebuti sofa dengan expresi jijik. Lalu duduk diatasnya dengan kaki menyilang."Ada perlu apa, tumben sekali kalian menyambangi rumahku berbarengan seperti ini?" ucapku sambil melempar sapu tangan di sembarang tempat.
Bik Inah datang membawa nampan berisi beberapa camilan. Sebelum meletakan itu semua diatas meja. Aku langsung bangkit dari sofa."Tak perlu Bik, bawa kembali makanan itu. Mereka sudah mau pulang," ucapku sambil mengipas tangan diudara.Bik Inah menatapku dengan alis mengkerut. Dia melihat semua orang diruangan ini, sadar suasana tegang menyelimuti kami semua. Bik Inah menggangguk saat pandangannya berhenti kearahku."Bukan begitu, Mam?" tanyaku sambil melengkungkan bibir."Kau mengusir kami?" balas Mamih dengan bibir mengencang."Kurasa, tidak ada lagi yang harus di bahas."Dengan sekali hentak Mamih bangkit dari duduknya, disusul Papih juga Arina."Dasar menantu tidak tahu diri, menyesal aku menikahkan kau dengan Daniel!" sungutnya sambil mencebik kearahku.Aku terkekeh ringan mendengar ocehannya. Kutantang mata tua, yang dulu selalu kusegani."Bik Inah!" teriak Mamih."I..
Sepanjang malam, kubiarkan Mas Daniel memeluk tubuhku. dengkuran halus yang kurindukan kini kembali terdengar. Rona bahagia tergambar jelas diwajah lelapnya.Lihatlah, kau bahkan bisa tertidur pulas, setelah apa yang terjadi.Hah ... memandangi wajah tampan suamiku, membuat hati berdenyut nyeuri. Andai kau tak mendua, sudah pasti aku bahagia. Semua kenangan indah menari-nari diingatan, membuat air mata mengalir membasahi pipi. Disaat sendiri, dalam keheningan malam, terkadang aku serapuh ini.Setegar apapun aku, aku akan menangis jika hati tersakiti. Lucu sekali, bukan?Beringsut pelan menuruni ranjang, berjalan menuju balkon. Membuka sedikit jendela, memandangi bulan yang masih setia menemani bintang."Ayah ... kini aku tahu perasaanmu," bisikku lirih.Hati kembali perih, bayangan masa lalu terlihat jelas dalam ingatan. Saat usia 13 tahun, aku dan Ayah mendapati Bunda berselingkuh dirumah kami sendiri. Ayah kal
Suasana cukup menegangkan pagi ini, Anitta bahkan tidak sanggup untuk sekedar menganggkat kepalanya. Sepertinya dia sedang mengutuk dirinya sendiri.Tanpa suara, Anitta bangkit dari kursi lalu berjalan menuju kamarnya."Paman, sepertinya dia sedang menunggumu," ucapku dengan kekehan kecil. Kulihat Anitta melambatkan jalannya, lalu menghentak kaki dan berjalan dengan langkah lebar.Kita lihat. Apa Anitta akan bertahan lama tinggal disini?Laki-laki berkulit hitam dengan bekas luka diwajahnya itu, hanya menggeleng-geleng kepala sambil tersenyum tipis kearahku. Mungkin aku terlihat konyol didepannya."Aku sudah selesai, ayo Mas jalan," aku menepuk pundak Mas Daniel.Mas Daniel nampak melamun dan salah tingkah, dengan cepat tangannya meraih tisu lalu mengelap sudut bibirnya."Mas antar ya?" tawarnya sambil bangkit dari kursi.Aku menatapnya sekilas, lalu menyungging senyum. "Mas tidak kesiangan?" bal
Rintik hujan mulai membasahi bumi, angin bertiup kencang melewati jendela yang sedikit terbuka. Aroma syahdu sangat kental mengiringi malam ini. Mas Daniel mulai mencumbui tengkuk leherku. Bisa kurasakan hasratnya kian menggelora, deru nafas mulai menggebu, kini wajahnya berada tepat didepanku.Membuka mata, kulihat wajahnya mendekati bibirku dengan mata yang terpejam. Hati menerima segala perlakuan manisnya malam ini, namun logika memaki keras sudut hatiku. Aku menghindar saat bibir ini hampir tersentuh olehnya.Mas Daniel menatapku syahdu, kedua tangannya membingkai wajahku. Kembali menutup mata, mencoba menciumku kembali. Aku menahan gerakannya, hingga dia tersadar lalu membuka mata."Maaf .. aku tidak bisa," ucapku lirih dengan hati yang tergores perih.Mas Daniel menghela nafas, lalu merengkuh tubuh ini kedalam dekapannya."Mas ngerti ... maaf membuatmu tak nyaman," bisiknya sambil mengusap tubuhku.Mas Dan
Bangkit dari kursi, aku berjalan keluar rumah dengan hati yang kesal luar biasa. Dari pintu rumah kulihat Paman tengah santai duduk di posnya, saat melihatku dia langsung bangkit dan menegakkan badan."Paman ..." sapaku saat mulai dekat berjalan kearahnya.Paman menatapku lurus, menunggu ucapanku selanjutnya."Awasi dua manusia itu, laporkan apa saja kegiatan mereka dirumah ini."Laki-laki bertubuh kekar itu mengangguk pasti, tersenyum miring lalu aku meninggalkannya menuju mobil. Lelah sekali rasanya jiwa dan ragaku. Masih terasa mimpi, Mas Daniel menduakanku.***ofd.Seminggu sudah berlalu, tapi tidak ada tanda-tanda Mas Daniel ingin mengembalikan uangku. Apa dia lupa ingatan? Sudah tiga hari pun dia tidak menjemputku seperti biasa. Apa dia sudah lelah merebut hatiku kembali?Malam ini sengaja aku menunggunya dirumah, duduk santai didepan TV sesekali mengecek gawai membuka beberapa pesan.Ck, sial. Bahkan Sandra pun tak
"Argh ... Mas tolong aku," isaknya pilu. Matanya menatap nanar kearah suamiku.Mas Daniel diam ditempat, dia terlihat bingung harus berbuat apa."Mas ..." tangan Anitta terulur berharap, Mas Daniel menyambutnya.Sayang gayung tak bersambut, alih-alih menolong Mas Daniel malah melemparkan pandangan kearah lain. Sadar ulurannya tidak akan tersambut, Anitta kembali terisak memandangiku penuh kebencian."Awas kau perempuan mandul!" jeritnya makin histeris.Laki-laki bodoh itu nampak menelan salivanya, dia menatapku dengan sorot mengiba. Dasar manusia tidak berakal, akan kubuang kau bersama gundikmu. Tunggu saja saat itu.Aku merapihkan baju yang sedikit berantakan. Berjalan mendekati Mas Daniel, dan tersenyum manja didepannya."Antar aku ke kantor sayang," ucapku tanpa beban. Tanganku meraih tas kecil yang berteger diatas meja.Mas Daniel membeku, dia seakan tidak mendengar aku berbicara. Matanya ter
Dengan gerakan pelan, Anitta mulai menyuap potongan daging kedalam mulutnya, perlahan mulutnya bergerak mengunyah makanan itu. Wajahnya terlihat pucat, urat-urat dilehernya nampak menonjol keluar. Dia menatapku nanar, aku hanya menyunggingkan senyum.Anitta semakin tercekat, wajahnya merah padam, sekali hentak dia bangkit melarikan diri menuju wastapel, seketika dia langsung mengeluarkan isi perutnya."Huek ... Huek." suara air mengalir, Anitta masih sibuk dengan activitasnya.Aku bangkit dari kursi, berjalan sambil meliriknya sinis. Anitta membalas tatapanku dengan mimik menyedihkan, dan bibir yang bergetar. Aku mengibaskan tangan diudara lalu melewatinya dengan tawa yang begitu membahana.Menyedihkan, demi cinta dia rela menelan racun. Percis seperti laki-laki bodohnya, belaga berkorban tapi tidak punya nyali yang cukup besar. Benar-benar pasangan yang serasi.***Ofd."Fiona!" suara Mas Daniel menggelegar, membuka p