Share

3. Aku telah menyelamatkan seseorang

Siapapun yang pernah merasa bahwa mereka bukanlah anak dari orangtuanya, akulah yang paling mengerti alasannya. Wajah, postur tubuh, dan kemampuan fisik yang berbeda dengan orangtuaku membuatku seringkali berpikir, jika aku hanyalah seorang anak angkat, dan memikirkan itu sungguh sangatlah menyebalkan. Tapi ternyata, ada hal lain yang lebih menyebalkan dari memikirkan itu.

“Jadi, Dokter tadi adalah Ibumu,” ucap gadis yang kini terbaring di ranjang rawat sambil mengamati wajahku, gadis itu baru saja kuselamatkan. “Kenapa kalian tidak nampak mirip sama sekali?”

Gadis itu bukan hanya tidak tahu kata ‘terimakasih’, melainkan juga dia telah sangat menyinggungku. Ini memang bukanlah yang pertama kalinya aku mendengar kata-kata semacam itu. Bahkan ketika nenekku masih hidup, kata-kata seperti itu terucap lebih menyakitkan dari kata-kata yang pernah diucapkan oleh orang lain.

“Aku yakin jika ayahmu adalah lelaki yang sangat tampat ketika usianya masih muda,” ujar gadis itu.

Matanya masih menatap setiap inci dari bagian wajahku, dan itu membuatku semakin merasa tidak nyaman berada di dekatnya. Seandainya dia tidak memuji ayahku, maka mungkin saja aku telah sangat marah, karena gadis yang belum kuketahui siapa namanya, darimana asal-usulnya, tetapi dia telah berani mengomentari kehidupanku dengan seenaknya.

Meski keberadaanku di sini untuk menjaga dan memastikan dia baik-baik saja, aku sama sekali tidak berniat menjadi lawan bicaranya. Seandainya ia tidak sedang terluka separah ini, barangkali aku telah meninggalkannya dari semenjak dia tiba di ruangan ini. Tapi keadaanya yang cukup memprihatinkan membuat telingaku harus menjadi kebal untuk bisa mendengarkan bualan-bualannya yang menyebalkan.

“Kenapa kamu diam saja?” Gadis itu kini menatapku dengan serius. “Apa semua yang kukatakan itu benar?” 

Tanpa mengalihkan tatapannya, gadis itu terdiam sejenak. Ia tengah menunggu jawaban dariku. Namun sayangnya, aku sama sekali tidak tertarik untuk menanggapi pertanyaannya.

Melihatku tidak bereaksi sama sekali, gadis itu berujar, “Soalnya kamu tampan tapi tidak mirip dengan Ibumu, berarti kamu mirip dengan ayahmu yang sudah pasti juga tampa seperti kamu.” Ia menambahkan seringaian di akhir ucapannya, dan seringaian itu membuatku ingin segera keluar dari ruangan ini.

Aku mencoba menenangkan diri dengan menghirup napas dalam-dalam. “Kenapa kamu bisa hampir dibunuh makhluk itu?” aku memulai introgasiku, karena itu adalah satu-satunya cara agar ia berhenti berbicara tentangku.

“Makhluk-makhluk seperti itu selalu mengincarku.” Gadis itu mengalihkan pandangannya ke luar jendela selama beberapa saaat, lalu kembali menatapku dan bertanya serius, “Apa kamu juga makhluk seperti mereka?”

Aku hanya bisa terdiam. Gadis itu masih menunggu, namun aku sendiri bingung, makhluk seperti apa aku ini sebenarnya? Aku memiliki kemampuan yang aneh, aku berbeda dengan orangtuaku.

Sebelum bibirku kembali berucap, pintu ruang rawat telah dibuka oleh seseorang.

Lalu suara Ibuku terdengar. “Nando!”

Kemudian keheningan langsung meleleh ketika Ibu memasuki ruangan. Dan seperti biasa, senyumannya selalu mampu menghangatkan suasana yang menyelimuti kami. Ada beberapa garis penuaan di wajah Ibu, tetapi wajah itu selalu membuatku percaya, bahwa dia adalah ibuku.

Saat aku berada dalam tatapanya, aku selalu merasa seperti tidak ada perbedaan di antara kami. Matanya yang kini berbinar-binar dalam balutan cahaya, mata itulah yang selalu melihat kesempurnaan dalam diriku. Sekalipun jika seandainya seluruh penghuni planet ini menjauhiku, ibuku akan selalu ada untuk menyayangiku.

“Bagaimana keadaanmu sekarang, Nak?” Ibu selalu bersikap ramah pada siapapun, bahkan pada gadis yang tidak kami kenal sekalipun.

“Saya merasa baik-baik saja, Bibi.”

Ibu mendekati gadis itu, kemudian memeriksa luka-luka di sekujur tubuh gadis yang terbaring di sampigku. Ibu sedikit terkejut melihat sobekan luka di perut gadis itu.

“Kenapa luka ini belum dijahit?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status