Share

5. Ternyata Itu Adalah Kamu

Penulis: Johan Gara
last update Terakhir Diperbarui: 2022-01-18 10:01:36

Hari berikutnya. Seusai kelas pertama di kampusku berakhir, aku bergegas pergi menuju ke kantin untuk mengisi perut. Peristiwa semalam membuatku sulit untuk melelapkan diri, dan kesibukan ibuku membuatnya lupa membangunkanku. Akibatnya, aku harus bangun kesiangan yang membuatku berangkat ke kampus dengan tergesa-gesa dan tak sempat melakukan sarapan.

Begitu tiba di kantin, aku memilih duduk di bangku paling pojok setelah memesan menu kesukaanku. Seperti biasa pula, semua penghuni kampus ini tak pernah menganggapku ada, dan tak ada yang mau mendekatiku, kecuali siluman bayi berkepala dan berekor rubah dengan pakaian yang compang-camping. Makhluk itu biasa bermain-main dengan bergelantungan dan menarik-narik kain belakang bajuku. Selain makhluk itu, tidak akan ada yang peduli padaku. Bahkan pelayan kantin pun sering kali jika aku telah memesan makanan, karena memang dia tidak pernah mengingatku. Padahal aku tidak pernah alpa menduduki bangku pojok di kantin ini. Tapi di kampus ini, tidak ada yang memiliki kehidupan yang lebih sunyi dariku.

Ketika aku duduk di bangku kantin sambil menikmati jus jeruk di tanganku, telingaku tak sengaja mendengar beberapa siswa di sekitarku tengah membicarakan sesuatu yang berkaitan dengan peristiwa yang dituturkan Ibu kemarin malam.

“Apa kalian tahu? Beberapa bulan terakhir ini, Rumah Sakit Impian Keluarga telah beberapa kali kehilangan bayi.”

“Ouw, tentang itu. Ada yang mengatakan bayi-bayi itu dicuri makhluk aneh.”

“Vampir kali yah? Vampir suka menghisap darah, benar kan? Dia telah membawa bayi itu ke sesuatu tempat, lalu vampir itu menghisap darahnya.”

“Lebih masuk akal kalau yang mencuri bayi itu adalah leak. Soalnya, kalau vampir kan dia tidak perlu mencuri bayi, sedangkan leak kan memang suka memakan bayi manusia.”

“Benar juga sih.”

Begitulah manusia, mereka hanya bisa berasumsi. Terlalu banyak hal yang terjadi, tetapi mereka tidak bisa memastikan kebenarannya.

Setelah lebih dari lima menit aku telah duduk dengan mantap di kantin, tiba-tiba seorang gadis melambaikan tangannya di belakang tubuhku seperti memukul angin.

Beberapa detik setelah siluman kecil senyap di belakangku, gadis itu memecahkan keheningan yang terlalu lekat pada diriku, “Apakah kamu sudah memesan makanan?” lalu gadis itu duduk di sebelah kananku.

Aku tidak tahu siapa itu, aku tidak berniat menoleh ke arahnya. Sepertinya, gadis yang sok kenal itu teman sekelasku, karena siapa lagi yang akan menyapa kalau bukan teman kelasku. Entah ini sebuah keberuntungan atau malah sebuah masalah baru dalam hidupku. Yang jelas, dia adalah gadis pertama yang menegurku di kampus ini.

“Sudah, tapi paman kantin kemungkinan sudah lupa.”

“Kenapa bisa begitu?” kata gadis itu sambil menoleh ke tempat pemesanan. “Oh, hmm… nama kamu siapa?” tanya gadis itu.

“Nando,” jawabku.

“Aku baru tahu kamu juga kuliah di kampus ini.”

Kata-katanya membuatku merasa sedikit penasaran siapa dia. Namun, ketika menoleh, aku agak terkejut melihat gadis yang kini tengah duduk di sebelahku.

“Aku berpikir kalau kamu sebenarnya mengidap Avoident Personality Discover,” gadis itu menyadarkanku dari perangah yang baru saja kualami.

“Apa maksud kamu?” tanyaku.

Gadis itu menjelaskan, “Gangguan kepribadian, di mana penderitanya menghindari interaksi sosial karena merasa dirinya lebih rendah dari orang lain.”

Gadis itu terdiam sejenak dengan tatapan yang diarahkan padaku, lalu menambahkan, “Padahal kamu sangat istimewa. Aku sendiri tidak menyangka orang sepertimu memiliki kemampuan yang sangat luar biasa seperti itu.”

“Aku tidak ingin ada orang lain yang mengetahui hal ini,” kataku dengan tatapan yang lebih serius agar ia tidak menganggapku sedang bermain-main.

Gadis itu mengangguk, lalu berkata, “Tenang saja.”

Pelayan kantin menyodorkan segelas jus apel kepada gadis itu.

“Oh iya, Paman. Makanan yang dia pesan tadi kenapa belum dibuatkan?” tanya gadis itu sambil menunjukkan dengan menggunakan dagunya.

"Astaga! Maaf iya, Mas,” kata pelayan itu, lalu segera bergegas kembali.

“Siapa nama kamu?” tanyaku.

Gadis itu menyeringai. “Aku baru tahu kalau ternyata ada orang yang belum mengetahui namaku di kampus ini,” gadis itu menghentikan ucapannya, namun tidak dengan tatapannya. Sesaat kemudian, ia menyodorkan tangannya padaku. Lalu aku menjabatnya juga. “Shally,” ucap gadis itu sambil tersenyum.

Ternyata dia adalah gadis yang bernama Shally. Nama itu sering disebut mahasiswa-mahasiswa di kelasku. Sebenarnya, aku sendiri tidak memungkiri kecantikannya. Jadi, wajar saja jika banyak pemuda yang membicarakannya. Tetapi, aku bukanlah orang yang terlalu peduli dengan hal-hal semacam itu.

“Nando,” kataku sebelum melepas jabatan tanganku.

“Sudah tahu,” katanya, lalu menyesap jus apel di hadapannya.

Aku mengamati seluruh tubuh gadis itu, bukan untuk memperhatikan bentuk tubuh yang membuat begitu banyak pemuda di kampusku seperti kucing yang melihat tikus, melainkan untuk mencari luka yang tak sempat dijahit oleh Ibuku kemarin malam. Namun, peristiwa semalam seakan seperti mimpi yang tak pernah terjadi di dunia nyata. Tak ada satupun luka yang kutemukan di tubuhnya, maka dia harus menjelaskannya.

“Kenapa aku tidak menemukan satupun luka di tubuhmu?”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • The Destinable Of Light (Bahasa Indonesia)   76. Disidang Di Alam Langit

    Setelah lama tak bermimpi, kini aku kembali mengalami mimpi yang aneh, tapi entahlah ini benar-benar mimpi atau bukan, rasanya seperti begitu nyata. Tubuhku terantai dengan rantai yang dipenuhi aliran listrik berwarna biru, dan listrik itu bersumber pada mustika Naga Langit yang melayang-layang beberapa meter di depanku."Tempat apa ini?" gumamku.Tak ada apapun dan siapapun di tempat itu, hanya ruangan kosong yang gelap dan dipenuhi kabut merah yang berkemendang. Ketika aku tengah memperhatikan sekelilingku, tiba-tiba mustika Naga Langit mengembang dan mengeluarkan energi listrik yang lebih besar. Dan tubuhku mulai tersengat."Aaakkhh!" aku menjerit menahan energi itu.Sementara mustika Naga Langit semakin besar, dan aliran energi itu juga semakin besar sehingga aku kian tersiksa. Aku meronta-ronta, namun rantai itu begitu kuat untuk bisa kulawan.Mustika itu semakin dekat, dan energi yang dialirkannya semakin deras hingga menyelimuti tubuhku. Mustika itu terus mendekat seperti terta

  • The Destinable Of Light (Bahasa Indonesia)   75. Pasukan Alam Langit

    Tanpa memejamkan mata, aku menyaksikan duri-duri besi raksasa itu pecah berkeping-keping menyentuh tubuhku, aku yang sedikit terperangah dengan kekebalan tubuhku mengalihkan pandanganku ke Mustika berwarna biru yang saat ini kupegang."Jangan-jangan ini adalah Mustika Naga Langit yang sedang kucari," gumamku, lalu memperhatikan ke sekeliling goa dan kembali bergumam, "Dan jangan-jangan, aku sedang berada di dalam perut naga langit."Secara tiba-tiba sebuah gelombang yang sangat kuat menarik tubuhku keluar kembali dari perut Naga Langit. "Aaakh!" Aku terseret kembali menuju ke luar.Benar saja, Naga Langit tengah mengamuk. Sementara aku yang berada beberapa puluh kaki di depannya melihat dengan jelas Matanya yang nampak menyala dan memancarkan warna kebiruan, lalu ia menghisap berbagai halilintar dengan mulutnya, sehingga halilintar-halilintar itu membentuk pusaran besar yang dahsyat dan terpusat di mulutnya.Selang beberapa mili detik kemudian, Naga Langit menyemburkan pusaran halilint

  • The Destinable Of Light (Bahasa Indonesia)   74. Tercebur Dalam Lahar

    Kemilau cahaya perlahan-lahan menipis, dan panorama perlahan-lahan semakin jelas. Begitu semuanya benar-jelas dan kemilau cahaya sudah tidak ada, aku baru menyadari jika kami tengah dikelilingi halilintar dan petir yang menyambar ke segala arah.Sementara Zeon terus mengepakkan sayap dan melaju melewati celah-celah petir, Singa berbulu keemasan itu menghindari amukan halilintar dengan tangkas."Hati-hati, Zeon," ucapku."Jangan khawatir, Pangeran," jawab Zeon.Untuk mengurangi ketegangan, aku mencoba mengobrol dengan Tungganganku itu. "Kenapa kamu jarang sekali berbicara?"Bukannya menjawab pertanyaanku, singa itu malah mengajukan pertanyaan kembali, "Untuk apa sering berbicara, Pangeran?""Kau bodoh atau memang judes?" gumamku, kemudian menjawab, "Tentu saja untuk berkomunikasi agar kita bisa lebih mudah saling mengerti."Sambil terus melaju dengan kecepatan tinggi menerobos halilintar, Zeon berkata, "Aku diciptakan untuk peka terhadap tuanku. Jadi, aku tidak memerlukan obrolan untuk

  • The Destinable Of Light (Bahasa Indonesia)   73. Menuju Gerbang Alam Langit

    "Zeon?" gumamku.Singa itu merunduk bersamaan dengan sayapnya yang menyusut semakin kecil, hingga sayapnya benar-benar hilang dari pandanganku. Sesaat kemudian, Ayahku turun dari Singa itu.Tiba-tiba saja Nero yang menunggangi singa bersayapnya tiba di sampinging Zeon. "Singa ini sungguh cepat, tungganganku yang dikenal sebagai tunggangan tercepat di Alam Tumaya tidak mampu mengimbangi kecepatannya," ucap Nero sambil menuruni tunggangannya yang telah merunduk."Untuk saat ini, tunggangan adikmu adalah tunggangan tercepat di alam Tumaya," ucap Ayahku sambil mengelus bulu Zeon yang berwarna keemasan."Singa ini masih sangat muda untuk menumbuhkan sayap, bagaimana kau bisa berhasil menumbuhkan sayapnya, Ariuz?" tanya Lensana Merah."Aku memandikannya dengan cairan Paksacakra," jawab Ayahku."Bukankah cairan itu hanya bisa digunakan satu kali? Bagaimana kau akan menumbuhkan sayapmu, Ariuz?" tanya Lensana Hijau."Aku memang berniat menumbuhkan sayapku untuk menembus dinding Julaga, tetapi

  • The Destinable Of Light (Bahasa Indonesia)   72. Hari Keberangkatan Dan Kedatangan Singa Bersayapku

    Sejak perbincangan di Amfiteater, Ayahku tidak pernah berbicara denganku. Hingga tiba pada hari ini aku akan berangkat menuju ke Gerbang Alam Langit."Kiyaaakkk!" suara berbagai satwa pun meramaikan acara pengantaran ku.Penghuni Alam Tumaya kecuali Letra berkumpul di gerbang Tumaya, mulai dari Jin penghuni Tumaya dari kalangan bawah hingga Jin penghuni Alam Tumaya dari kalangan atas. Dengan tatapan penuh harapan, semua mata rakyat Tumaya mengiring kepergianku.Berbagai siluman dengan bentuk yang beragam nampak sibuk berbisik-bisik, suara salah satu dari mereka sampai ke telingaku, "Putra Lensana Biru itu adalah satu-satunya harapan kita.""Bukankah itu adalah Jin Hal yang pernah dikalahkan oleh Taro di Arena Bundar, bagaimana bisa dia akan mengembalikan keseimbangan Alam Tumaya?" suara Siluman lain.Mereka terus berbisik-bisik hingga Lensana Hijau mendekatiku. Lensana Hijau mengeluarkan sebuah Permata Putih dari sakunya, kemudian menyerahkannya padaku sambil berkata, "Keponakanku, ini

  • The Destinable Of Light (Bahasa Indonesia)   71. Keputusan Berat Ayahku

    "Tentu saja jika tidak ada yang keberatan," jawabku dengan perasaan yang sangat yakin jika aku akan bisa menembus kembali dinding Julaga."Kami percaya, kamu bisa menembus dinding Julaga. Akan tetapi, kau akan berhadapan dengan seluruh penghuni Alam Qulbis, mengalahkan seluruh penghuni Alam Qulbis adalah satu kemustahilan," ucap Lensana Merah dengan wajah yang kurang bersemangat.Ayahku menambahkan, "Apalagi sekarang, raja Lacodra memiliki Permata Seribu yang membuatnya tidak bisa tersentuh oleh senjata apa pun."Melihat para Lensana begitu pesimis, aku bertanya, "Apakah tidak ada cara untuk mengalahkan raja Lacodra?"Semua Lensana terdiam, Lensana Merah nampak berpikir serius, mungkin dia tengah memikirkan solusi, begitu juga dengan Ayahku. Sementara angin sore yang terasa dingin di Tumaya menyentuh kulitku, dan itu membuat keheningan di antara kami begitu kentara.Setelah semuanya terdiam cukup lama, tiba-tiba Lensana Hijau bersuara, "Sebenarnya ada satu cara untuk menembus permata s

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status