Bu Endang mendengus kesal atas pertanyaan bu Sri. Karena hari sudah sore dan larut bu Endang istirahat karena besok adalah acara pernikahan anaknya tercinta. Gadis paling berprestasi yang selalu ia banggakan."Ratna kamu adalah gadis cantik di kampung ini. Di dandani mangklingi," ucap bu Endang memuji anaknya."Ya jelas dong bu. Aku ini putri paling cantik di kampung ini. Walau nikahan hanya di rumah dandanan dari MUA yang aku pilih pasti yang paling baik," balas Ratna memuji dirinya sendiri.Acara akad tiba. Akhirnya Ratna sah menjadi istri orang. Tamu dari besan sudah pulang. Mendadak sepi rumah bu Endang."Undangan yang katanya seribu orang itu mana sih?" tanya bu Sri sambil kipas-kipas wajahnya."Iya sesumbar mulu undangan seribu orang. Katanya di rumah saja biar teman kerja Ratna pada datang. Mana sih aku juga ingin cuci mata melihat Dokter, perawat dan petugas medis lainnya yang cakep-cakep," balas bu Arum.Rumpian tetangga mulai terdengar. Aku dan Nungki masih di tempat nikahan
Nungki hanya mengatakan kalau selama ini bu Endang selalu menindasku. Lalu selalu menggunjing keluargaku. Kami semua tahu kalau bu Endang saat kami menggelar acara resepsi. Dia yang paling depan menghujat apa saja yang kami lakukan. Sekarang mungkin dia sedang mendapatkan karma atas perbuatannya tempo hari."Itu aku menertawakan orang yang gemar menggunjing orang. Segala makanan dan riasan dan tega juga dikomentari orang. Emang enak apa dia perlakukan seperti itu sama tetangga," balas Nungki."Iya juga sih tapi kan kasihan Nungki. Sudah yuk kita salaman kasih selamat. Lalu kita pulang saja," pintaku.Aku dan suamiku memberikan selamat kepada pengantin yang berada di atas altar pengantin. Kami berfoto bersama kemudian segera pulang. Daripada mendengarkan bisik-bisik tetangga yang beracun lebih baik segera pulang saja. Nanti juga ada yang mengabari lewat telepon atau chat pesan singkat."Selamat ya Ratna sudah menjadi istri sah sekarang. Semoga langgeng sampai kakek nenek ya," ucapku."
Bu Lasti mengatakan memang itu adalah daging burung dara bukan daging ayam. Memang ada ayam tapi tidak banyak. Yah mungkin memang dananya tidak ada. Ada sih tapi ya mungkin sedikit."Memang itu burung dara siapa bilang ayam," balas bu Lastri."Pantas kecil sekali. Ya ampun kalau aku pasti sudah malu banyak omong ini itu tapi ya begitu deh. Tidak sesuai kenyataan," ucap bu Sri.Mereka saling mengobrol dan membicarakan keburukan bu Endang yang sedang hajatan. Ketika sore tiba memang datang orang dari rumah sakit tapi hanya sedikit saja. Mereka kembali menggunjing di pojokan."Eh tahu nggak sih kalian kalau teman Ratna sudah pada datang?" tanya bu Arum."Yang sebelah mana teman Ratna? Apakah banyak yang datang rumah sakit kan besar pasti temannya banyak ya," balas bu Mutia yang sudah tidak sabar ingin mengetahui seperti apa teman Ratna.
Bu Lastri menunjuk siapa yang datang. beberapa orang ada yang masih pakai baju dinas. Ada juga yang sudah memakai baju biasa.."Kirain banyak yang dateng. Para perawat dan petugas medis lainnya," balas bu Arum.Iya kok cuman dikit. Apa nitip kali ya," balas bu Sri.Bisik-bisik tetangga saling terdengar di acara pernikahan itu. Sungguh memalukan sekali sudah mengumbar omong besar tapi yang datang hanya segelintir saja. "Tendanya sangat besar sih sama sperti yang dikatakan. Tapi tamunya dikit doang," balas bu Mutia. "Habis magrib kali bu tamunya pada dateng," ucap bu lastri.Mereka masih menunggu habis magrib. Baru asar tamu mereka sepi sekali kayak kuburan.Ibu-ibu banyak bergunjing lagi. Soal tamu saja jadi omongan apalagi yang lain-lain. duh dasar mulut tetangga."Sudah magrib nih ayo kita magriban dulu. Habis ini kita kumpul lagi. Kita lihat tamu yang di undang seribu itu wujudnya seperti apa," ucap bu Mutia."Oke ayo kita magriban dulu. Nanti kumpul lagi di tempat ini saja.," bal
Ibu-ibu itu dengan semangat mengatakan sudah siap untuk bergosip. Mereka sudah rapi dan berkumpul di rumah bu Arum. Mendengar kabar seperti ini membuatku ingin tertawa dengan kelucuan mereka ada tetangga yang menggelar hajatan tapi mereka yang sibuk berkomentar."Aku sih sudah siap bu," ucap bu Sri."Sama dong aku sudah siap sedari tadi. Mengomentari hajatan bu Endang yang suka julit pada warga yang menggelar hajatan. Sekaranf gantian dong," balas bu Arum."Ho'oh bu. Kalau ada yang hajatan tidak luput dari komentarnya. Sekarang giliran kita memberikan komentar pada bu Endang," balas bu Mutia.Masih terngiang di ingatan bu Mutia saat bu Endang mengomentari anaknya yang mau nikahan. Sudah punya anak dua dari pria yang berbeda dapat bujangan yang belum punya anak. Lalu mereka menggelar pesta sederhana di rumah mulut bu Endang sangat pedas dan menyakiti hatinya."Alah bu Mutia. Emangnya bu mutia saja. Waktu saya nikahin dara mulutnya bu Endang juga begitu kok. Lebih ganas," ucap ibuku."I
Bu Endang kesal karena banyak ibu-ibu tetangganya yang mengomentari hajatan yang ia gelar. Dari segala sisi banyak banget mendapatkan komentar. Tidak ada yang sempurnya semuanya diomongin sana-sini sampai membuatnya gerah sendiri."Eh bu Mutia asal kamu tahu saja. Jaman serba canggih banyak banget yang amplopnya di transferin. Emang pada lihat hah. Ih ndeso kalian semua," balas bu Endang."Paling juga satu dua orang itu juga cuma gocap. Gitu aja dibanggain dih najis," balas bu Mutia.Mnedengar berita seperti ini membuatku geli. Ada-ada saja tingkah para ibu-ibu di desaku yang gemar bergosip itu. Perkara hajatan saja sampai bertengkar sama tetangga apa nggak malu sama tamu yang hadir."Sudah jangan ribut lagi bu. Kita ini kan lagi hajatan malu sama tamu. Ayo kita sapa para tamu," ajak pak Nurdin."Mereka membuat ibu kesal pak," balas bu Endang.Pak Nurdin menarin tangan bu Endang dan menasehatinya agar tidak banyak omong lagi. Ada beberapa tamu yang harus mereka sapa. Tidak baik membua
Ibu-ibu sudah pulang ke rumah puas setelah mengomentari acara hajatan di rumah bu Endang. Tentu saja bu Endang menyimpan dendam untuk tetangganya."Awas saja akan aku balas mereka semua," gumam bu Endang."Sudah to bu. Mungkin ini karma karena ibu juga suka mengomentati semua tetangga yang ada di kampung ini," ucap pak Nurdin.Ternyata sakit hati juga di omongin langsung di depan mata seperti ini. Bu Endang sakit hati pada mereka semua. Ini berita yang aku dengar tentang keluhan bu Endang pada suaminya yang tersebar di kampung.Beberapa hari setelah selesai hajatan. Tampak seorang pemilik tenda datang mencari rumah bu Endang."Mencari siapa dek?" tanya bu Sri."Rumah bu Endang bu. Sebelah mana ya," jawab seorang pemuda."Sebelah sana tuh pager biru, ada apa emangnya?" tanya bu sri.Pemuda itu mengatakan kalau bu Endang belum membayar tenda sebesar tiga juga rupiah. Sudah seminggu berlalu makanya pihak penyewa tenda akan menagihnya. Kenapa ada peristiwa seperti ini juga ya."Ohh itu di
Bu Endang tak terima keluarganya dijadikan bahan gosip oleh ibu-ibu di tukang sayur. Biasanya dia yang bergosip. Sekarang dijadikan baham gosip tidak terima."Memangnya kenapa kalau kami menggosipkan bu endang? Nggak terima? Ya posisi bu Endang saat ini seperti yang kami rasakan kalau bu Endang menggosipkan kita!" seru bu Arum."Kalian jangan seenaknya ya mentang-mentang aku menggelar acara tidak semewah bu Siti. Lalu kalian seperti punya hak untuk menyakiti hatiku," ucap bu Endang.keributan terjadi di tempat sayur antara bu Endang dan ibu-ibu yang lain. Dia sangat tidak suka di jadikan bahan gosip. Ramai sekali sampai menimbulkan kebisingan."Bu Endang udah deh nggak usah drama. Kita semua tahu kalau bu Endang itu sudah banyak menyakiti hati orang. Makanya jangan kebanyakan membuat ulah. Biar hati juga adem. Dan tidak banyak musuh," ucap bu Lastri."Bilang saja kalian pro sama bu Siti yang lagi kondisi keuangannya naik. Sedangkan aku terlihat hina dimata kalian. Nanti kalau aku seda