Share

BAB 7: Bermulut Kasar

“Aku, anak kepala sekolah tempat kau sekolah,” jawab pria itu dengan senyuman jahatnya.

Alih-alih kaget dan takut dengan jawaban pria asing di depannya itu, Winter hanya menggerakan sebelah  alisnya tampak meremehkan dan tidak peduli. Winter memalingkan wajahnya dan bersedekap melihat lurus ke depan.

Winter merasa sedikit setres dan membutuhkan sedikit penenang dengan sebatang rokok, namun dia tidak bisa mendapatkannya karena masih di bawah umur. Neydish adalah negara yang paling banyak aturan, untuk sebungkus rokok saja, seseorang harus memberikan kartu identitasnya untuk memastikan bahwa dia sudah legal mendapatkan rokok.

Kebungkaman Winter membuat Marius melihat ke sisi dan memperhatikan Winter yang sedikit berbeda dengan yang terakhir kali dia lihat setengah tahun yang lalu di sebuah pesta.

Setengah tahun yang lalu mereka pernah bertemu dan berkenalan karena ibunya Marius yang bekerja sebagai kepala sekolah mengenal baik ayah Winter.

Winter yang Marius lihat setengah tahun yang lalu berbeda dengan Winter yang sekarang.

Setengah tahun yang lalu Winter adalah gadis polos, sangat  pemalu dan lebih suka sendiri, bahkan gadis itu tidak pernah mau menatap mata orang yang berbicara dengannya, Winter tidak memiliki keberanian mengeluarkan suaranya sedikit lebih lantang. Winter hanya menghabiskan waktunya dengan merenung sambil makan sendirian mengasingkan diri dari keramaian.

Sikap Winter saat itu tidak lebih seperti puteri malu, hanya mendapatkan sedikit sentuhan saja langsung memilih menutup diri.

Kini Winter terlihat berbeda, gadis itu memiliki aura yang kuat dan tenang.

 Bahkan setelah ketahuan ingin merokok, Winter tidak menunjukan diri bahwa dia khawatir dan takut bahwa Marius akan melaporkannya kepada ibunya yang menjadi kepala sekolah di tempat Winter sekolah.

 “Kau” panggil Marius lagi terdengar dingin, Winter langsung menengok dan menatapnya lagi. “Apa kau baik-baik saja?” tanya Marius.

Bola mata Winter yang biru itu terlihat sedikit gelap. Winter tidak mengerti mengapa orang asing yang ada di hadapannya itu berkata sesuatu yang tidak pahami ke mana arah tujuannya.

“Memangnya ada apa denganku?” tanya balik Winter.

Bibir Marius sedikit memiring. Marius ingat, satu hari setelah Winter di temukan pingsan di sekolah karena perundungan, Benjamin langsung datang menemui ibunya secara langsung ke rumahnya dan menuntutnya.

Benjamin berbicara banyak hal dan menuntut ibunya Marius untuk mengusut tuntas atas perundungan yang menimpa Winter, termasuk bullyan yang mengarah kepada Winter setelah menyatakan cinta kepada seorang pria dan di tolak dengan hinaan.

Saat itu Benjamin sangat marah, kemarahan Benjamin bisa di pastikan bahwa apa yang terjadi pada Winter bukan hal yang sepele.

“Untuk apa kau datang ke tempat ini?” Tanya Marius lagi tanpa menjawab pertanyaan Winter yang sedikit sensitif untuk Marius katakan bila memberitahu jawabannya.

Tidak sepatutnya Marius membicarakan hal pribadi orang lain, apalagi jika hal pribadi itu bukan berita baik.

“Bertemu dokter gizi” jawab Winter dengan jujur.

“Kau seperti tidak membutuhkan dokter gizi.”

Winter langsung mendengus tidak suka sambil bersedekap dan mengangkat dagunya. “Kau tidak lihat tubuhku atau memang tidak bisa melihat? Aku jelas-jelas butuh dokter gizi untuk menurunkan berat badanku. Sama sepertimu yang datang ke sini, mungkin kau membutuhkan dokter syaraf untuk menyembuhkan kakimu yang belum bisa berjalan.” Komentar Winter dengan sangat pedas dan tidak sopan.

Pupil mata Marius  sedikit bergetar, rahangnya mengeras terlihat marah. Sudah lebih dari satu tahun ini dia selalu rutin datang untuk menyembuhkan kakinya yang lumpuh pasca kecelakaan.

Tangan Marius terkepal kuat menahan emosi dengan ucapan kasar Winter yang sangat keterlaluan. “Sebaiknya kau jaga ucapanmu sebelum menyesal” Marius menggeram marah.

Winter segera beranjak dari duduknya ketika melihat Vincent yang datang dari kejauhan.

Sejenak Winter berdiri di hadapan Marius, Winter tidak peduli siapa orang yang ada di depannya. “Aku tidak menghinamu, harusnya kau bisa membedakan cacat, lumpuh, dan belum bisa berjalan. Aku mengatakan kau belum bisa berjalan karena suatu saat nanti kau akan bisa berjalan.” Jelas Winter dengan ekspresi dinginnya.

Dalam satu gerakan Winter berbalik dan pergi meninggalkan Marius yang diam terpaku melihat punggungnya.

“Mengapa ucapannya mengingatkanku pada seseorang?” Marius bertanya dalam bisikan, tiba-tiba Marius teringat seseorang yang sering dia perhatikan beberapa tahun yang lalu sebelum orang itu pergi.

***

“Kau yakin akan pergi sekolah?” Sebuah pertanyaan yang sama kembali terlontar dari mulut Vincent entah untuk yang ke berapa kalinya.

Vincent merasa ragu dengan keputusan Winter yang ingin kembali pergi sekolah dalam waktu cepat, Vincent masih belum bisa memastikan apakah Winter akan aman jika kembali ke sekolah dengan cepat.

“Ya, tentu saja. Waktunya beberapa hari lagi sebelum libur panjang.”

Winter berjalan di atas treadmill untuk memulai program olahraganya yang paling ringan setelah bertemu dan berkonsultasi dengan dokter gizi yang akan memantau dietnya sejak hari ini.

Tubuh Winter harus mulai terbiasa dari olahraga yang kecil karena setelah ini tubuh itu akan setiap hari di latih untuk bergerak dan olahraga yang lebih berat.

Tugas Winter sekarang tidak hanya memulai diet dan olahraga, Winter juga harus membuang semua pakaian kunonya yang tidak sesuai dengan usianya. Winter benar-benar harus berubah dari nol.

Entah apa yang di lakukan pemilik tubuh Winter sebelumnya, Winter yang berwajah sangat cantik, berkepribadian yang sangat tulus dan terlahir dari keluarga konglomerat lebih dari empat generasi. Semua poin-poin itu adalah kombinasi yang sempurna.

Seharusnya kini Winter menikmati kehidupan remajanya dengan baik, menggali banyak pengalaman, di kelilingi banyak teman, bermain, menciptakan kenalan-kenalan kecil. Anehnya, Winter yang asli malah menjalani kehidupannya dengan sangat menyedihkan dan terlihat tidak berguna.

“Kau bisa pindah sekolah jika tidak nyaman di sana.” Suara lantang Vincent sedikit menyentak lamunan Winter yang tengah sedikit merenung.

Winter mengusap wajahnya yang kini memerah karena panas dan berkeringat, sekilas Winter melihat waktu yang menunjukan bahwa Winter sudah lebih dari tiga puluh menit berjalan cepat di treadmill.

“Aku baik-baik saja. Jangan khawatir,” jawab Winter dengan napas tersenggal.

Kimberly yang kini menjadi pemilik baru tubuh Winter, dia harus tahu seperti apa kehidupan Winter yang sesungguhnya di sekolah.

 Jika memang benar Winter di temukan terluka dan kehilangan kesadarannya di sekolah, besar kemungkinan ada sebab tersembunyi di balik itu semua.

Vincent membuang napasnya dengan berat, pria itu tetap tidak bisa mengizinkan adiknya pergi ke sekolah begitu saja setelah mengetahui bahwa Winter adalah korban bully dan menjalani kehidupannya yang sulit di sekolah.

“Aku harus membicarakan masalah ini dengan ayah, aku ingin keselamatanmu di jamin baru kau boleh sekolah, jika sekolah tidak bisa menjamin keselamatanmu, kita akan menuntut mereka ke pengadilan dan kau pindah ke sekolah lain.”

Winter mendengus geli mendengarnya, jiwa muda yang berkobar di dalam diri Vincent mengingatkan Winter pada kehidupannya dulu sebagai Kimberly. Sangat menggebu dan melawan apapun yang menantangnya.

“Mengenai Paula”  Winter mengalihkan pembicaraanya seketika “Apakah Kakak menyukai dia?.”

To Be Continue..

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status