“Aku, anak kepala sekolah tempat kau sekolah,” jawab pria itu dengan senyuman jahatnya.
Alih-alih kaget dan takut dengan jawaban pria asing di depannya itu, Winter hanya menggerakan sebelah alisnya tampak meremehkan dan tidak peduli. Winter memalingkan wajahnya dan bersedekap melihat lurus ke depan.
Winter merasa sedikit setres dan membutuhkan sedikit penenang dengan sebatang rokok, namun dia tidak bisa mendapatkannya karena masih di bawah umur. Neydish adalah negara yang paling banyak aturan, untuk sebungkus rokok saja, seseorang harus memberikan kartu identitasnya untuk memastikan bahwa dia sudah legal mendapatkan rokok.
Kebungkaman Winter membuat Marius melihat ke sisi dan memperhatikan Winter yang sedikit berbeda dengan yang terakhir kali dia lihat setengah tahun yang lalu di sebuah pesta.
Setengah tahun yang lalu mereka pernah bertemu dan berkenalan karena ibunya Marius yang bekerja sebagai kepala sekolah mengenal baik ayah Winter.
Winter yang Marius lihat setengah tahun yang lalu berbeda dengan Winter yang sekarang.
Setengah tahun yang lalu Winter adalah gadis polos, sangat pemalu dan lebih suka sendiri, bahkan gadis itu tidak pernah mau menatap mata orang yang berbicara dengannya, Winter tidak memiliki keberanian mengeluarkan suaranya sedikit lebih lantang. Winter hanya menghabiskan waktunya dengan merenung sambil makan sendirian mengasingkan diri dari keramaian.
Sikap Winter saat itu tidak lebih seperti puteri malu, hanya mendapatkan sedikit sentuhan saja langsung memilih menutup diri.
Kini Winter terlihat berbeda, gadis itu memiliki aura yang kuat dan tenang.
Bahkan setelah ketahuan ingin merokok, Winter tidak menunjukan diri bahwa dia khawatir dan takut bahwa Marius akan melaporkannya kepada ibunya yang menjadi kepala sekolah di tempat Winter sekolah.
“Kau” panggil Marius lagi terdengar dingin, Winter langsung menengok dan menatapnya lagi. “Apa kau baik-baik saja?” tanya Marius.
Bola mata Winter yang biru itu terlihat sedikit gelap. Winter tidak mengerti mengapa orang asing yang ada di hadapannya itu berkata sesuatu yang tidak pahami ke mana arah tujuannya.
“Memangnya ada apa denganku?” tanya balik Winter.
Bibir Marius sedikit memiring. Marius ingat, satu hari setelah Winter di temukan pingsan di sekolah karena perundungan, Benjamin langsung datang menemui ibunya secara langsung ke rumahnya dan menuntutnya.
Benjamin berbicara banyak hal dan menuntut ibunya Marius untuk mengusut tuntas atas perundungan yang menimpa Winter, termasuk bullyan yang mengarah kepada Winter setelah menyatakan cinta kepada seorang pria dan di tolak dengan hinaan.
Saat itu Benjamin sangat marah, kemarahan Benjamin bisa di pastikan bahwa apa yang terjadi pada Winter bukan hal yang sepele.
“Untuk apa kau datang ke tempat ini?” Tanya Marius lagi tanpa menjawab pertanyaan Winter yang sedikit sensitif untuk Marius katakan bila memberitahu jawabannya.
Tidak sepatutnya Marius membicarakan hal pribadi orang lain, apalagi jika hal pribadi itu bukan berita baik.
“Bertemu dokter gizi” jawab Winter dengan jujur.
“Kau seperti tidak membutuhkan dokter gizi.”
Winter langsung mendengus tidak suka sambil bersedekap dan mengangkat dagunya. “Kau tidak lihat tubuhku atau memang tidak bisa melihat? Aku jelas-jelas butuh dokter gizi untuk menurunkan berat badanku. Sama sepertimu yang datang ke sini, mungkin kau membutuhkan dokter syaraf untuk menyembuhkan kakimu yang belum bisa berjalan.” Komentar Winter dengan sangat pedas dan tidak sopan.
Pupil mata Marius sedikit bergetar, rahangnya mengeras terlihat marah. Sudah lebih dari satu tahun ini dia selalu rutin datang untuk menyembuhkan kakinya yang lumpuh pasca kecelakaan.
Tangan Marius terkepal kuat menahan emosi dengan ucapan kasar Winter yang sangat keterlaluan. “Sebaiknya kau jaga ucapanmu sebelum menyesal” Marius menggeram marah.
Winter segera beranjak dari duduknya ketika melihat Vincent yang datang dari kejauhan.
Sejenak Winter berdiri di hadapan Marius, Winter tidak peduli siapa orang yang ada di depannya. “Aku tidak menghinamu, harusnya kau bisa membedakan cacat, lumpuh, dan belum bisa berjalan. Aku mengatakan kau belum bisa berjalan karena suatu saat nanti kau akan bisa berjalan.” Jelas Winter dengan ekspresi dinginnya.
Dalam satu gerakan Winter berbalik dan pergi meninggalkan Marius yang diam terpaku melihat punggungnya.
“Mengapa ucapannya mengingatkanku pada seseorang?” Marius bertanya dalam bisikan, tiba-tiba Marius teringat seseorang yang sering dia perhatikan beberapa tahun yang lalu sebelum orang itu pergi.
***
“Kau yakin akan pergi sekolah?” Sebuah pertanyaan yang sama kembali terlontar dari mulut Vincent entah untuk yang ke berapa kalinya.
Vincent merasa ragu dengan keputusan Winter yang ingin kembali pergi sekolah dalam waktu cepat, Vincent masih belum bisa memastikan apakah Winter akan aman jika kembali ke sekolah dengan cepat.
“Ya, tentu saja. Waktunya beberapa hari lagi sebelum libur panjang.”
Winter berjalan di atas treadmill untuk memulai program olahraganya yang paling ringan setelah bertemu dan berkonsultasi dengan dokter gizi yang akan memantau dietnya sejak hari ini.
Tubuh Winter harus mulai terbiasa dari olahraga yang kecil karena setelah ini tubuh itu akan setiap hari di latih untuk bergerak dan olahraga yang lebih berat.
Tugas Winter sekarang tidak hanya memulai diet dan olahraga, Winter juga harus membuang semua pakaian kunonya yang tidak sesuai dengan usianya. Winter benar-benar harus berubah dari nol.
Entah apa yang di lakukan pemilik tubuh Winter sebelumnya, Winter yang berwajah sangat cantik, berkepribadian yang sangat tulus dan terlahir dari keluarga konglomerat lebih dari empat generasi. Semua poin-poin itu adalah kombinasi yang sempurna.
Seharusnya kini Winter menikmati kehidupan remajanya dengan baik, menggali banyak pengalaman, di kelilingi banyak teman, bermain, menciptakan kenalan-kenalan kecil. Anehnya, Winter yang asli malah menjalani kehidupannya dengan sangat menyedihkan dan terlihat tidak berguna.
“Kau bisa pindah sekolah jika tidak nyaman di sana.” Suara lantang Vincent sedikit menyentak lamunan Winter yang tengah sedikit merenung.
Winter mengusap wajahnya yang kini memerah karena panas dan berkeringat, sekilas Winter melihat waktu yang menunjukan bahwa Winter sudah lebih dari tiga puluh menit berjalan cepat di treadmill.
“Aku baik-baik saja. Jangan khawatir,” jawab Winter dengan napas tersenggal.
Kimberly yang kini menjadi pemilik baru tubuh Winter, dia harus tahu seperti apa kehidupan Winter yang sesungguhnya di sekolah.
Jika memang benar Winter di temukan terluka dan kehilangan kesadarannya di sekolah, besar kemungkinan ada sebab tersembunyi di balik itu semua.
Vincent membuang napasnya dengan berat, pria itu tetap tidak bisa mengizinkan adiknya pergi ke sekolah begitu saja setelah mengetahui bahwa Winter adalah korban bully dan menjalani kehidupannya yang sulit di sekolah.
“Aku harus membicarakan masalah ini dengan ayah, aku ingin keselamatanmu di jamin baru kau boleh sekolah, jika sekolah tidak bisa menjamin keselamatanmu, kita akan menuntut mereka ke pengadilan dan kau pindah ke sekolah lain.”
Winter mendengus geli mendengarnya, jiwa muda yang berkobar di dalam diri Vincent mengingatkan Winter pada kehidupannya dulu sebagai Kimberly. Sangat menggebu dan melawan apapun yang menantangnya.
“Mengenai Paula” Winter mengalihkan pembicaraanya seketika “Apakah Kakak menyukai dia?.”
To Be Continue..
“Mengenai Paula” Winter mengalihkan pembicaraanya seketika “Apakah Kakak menyukai dia?.”“Aku hanya menyukaimu,” jawab Vincent secepatnya.“Bukan itu maksudku.” Winter memelankan laju treadmill, seluruh tubuhnya terasa basah dan panas, kakiya benar-benar sangat tersiksa kesakitan menahan beban tubuh yang terlalu besar saat berjalan.Winter mengambil air dan menegaknya beberapa kali karena haus.Kondisi tubuh Winter yang memiliki ukuran lambung besar membuat dia terus menerus merasakan perasakan lapar palsu, Winter mensiasatinya dengan minum air putih lebih banyak agar merasa kenyang.Winter hanya akan makan dua kali sehari apapun yang terjadi, dia tidak akan mengkonsumsi apapun lagi menjelang malam selain air putih.“Apakah Kakak menyukai pertemananku dengan Paula?” Winter memperjelas pertanyaannya.Vincent mengerut bingung, selama ini dia selalu memantau pertumbuhan Wi
Kepala Winter mendongkak menatap gerbang sekolah yang sangat besar terbuka lebar, beberapa bus sekolah berjajaran baru datang dan mengantar anak-anak sekolah.Hiro menghentikan mobilnya dan segera berlari keluar membukakan pintu untuk Winter.Winter menelan salivanya dengan kesulitan, Winter terlihat sedikit panik karena baru ingat bahwa dia tidak tahu di mana kelasnya berada.“Nona, Anda tidak apa-apa?” Tanya Hiro yang memperhatikan Winter masih duduk di kursinya terlihat kebingungan.“Tidak apa-apa.”Winter segera keluar dan memasang ekspresi sedatar mungkin menyembunyikan kepanikannya. Anak-anak sekolah yang semula sibuk sendiri perlahan berhenti berjalan dan terlihat kaget karena Winter sudah kembali ke sekolah dengan penampilan yang sedikit berbeda.Winter terlihat lebih mencolok karena Winter mewarnai rambutnya menjadi terlihat lebih terang, rambut itu tidak lagi di kepang, Winter membiarkan rambutnya terg
“Kau… sejak kapan kau bisa memakai sepatu seperti itu?” tanya Paula bingung. “Tidak seperti biasanya kau juga dandan dan memakai korset.”Alis Winter sedikit bergerak. “Kak Vincent mendandaniku.”“Kak Vincent pulang?”“Ya.”“Senangnya...” senyum Paula terlihat bahagia. “Pasti dia membawa banyak hadiah untukmu.”Winter menyeringai, Vincent memang membawa banyak hadiah untuk Winter, Namun itu semua tidak terlepas dari makanan yang sangat mengganggunya.“Winter, mengenai Hendery, aku sudah menemui dia memarahinya, Hendery tampak menyesal atas apa yang telah dia perbuat padamu, Hendery juga sudah mendapatkan hukumannya dari sekolah. Dia berharap bisa berbicara denganmu dan meminta maaf atas kejadian waktu itu.”“Kau atur saja waktunya.”“Baiklah.”Paula dan Winter kembali berjalan, kebersamaan
Seorang guru yang berdiri di depan kelas segera mengambil laptopnya dan berpamitan pergi usai mendengar suara bel yang berbunyi.Beberapa orang mulai beranjak dari duduk mereka dan pergi keluar menikmati waktu istirahat mereka.Winter sedikit menguap sambil melihat keluar jendela, sudah sangat lama dia tidak pernah belajar, kepalanya terasa sedikit penat dan suntuk begitu kembali harus belajar.Winter segera beranjak dari duduknya dan pergi keluar, sekilas dia melihat pemuda yang berbicara dengannya tadi pagi. Tanpa sengaja mereka saling berpandangan.Pria itu menatapnya dengan lembut, namun ekspresi di wajah tampanya sangat dingin dan tidak tersentuh.Winter langsung memutuskan tatapannya, gadis itu memilih pergi keluar dari kelasnya.Kedatangan Winter keluar dari kelas kembali menjadi pusat perhatian banyak orang seperti tadi pagi, Winter yang sangat percaya diri tetap melangkah dengan tegas melewati orang-orang yang beberapa di anta
“Memangnya kejadian mana yang sudah membuatku jadi naif?” Tanya Winter dengan senyuman misteriusnya berusaha memancing Marvelo bicara dan memberitahu apa yang sebenarnya telah terjadi.Jiwa Kimberly sendiri mengakui betapa naifnya kehidupan Winter Benjamin yang sebelumnya. Winter yang dulu adalah gadis selalu mengalah demi orang lain, tidak pernah marah, dan menuruti apapun yang orang lain katakan kepadanya.Jiwa Kimberly yang kini ada di dalam diri Winter menjadi sangat marah.Winter yang dulu tidak ada bedanya dengan sampah yang bernilai, tidak berguna namun memiliki nilai mahal.Kening Marvelo sedikit mengerut, pria itu menghadap Winter dan menatap tajam gadis itu.“Saat kau bertengkar dengan Paula, kau sangat marah begitu besar meluapakan emosimu, kau bersikap seperti seseorang yang ingin mati dan tidak memiliki harapan apapun lagi setiap mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Paula. Setelah kejadian itu, seharusnya
Winter melongo, bibirnya menekan menahan makian karena jumlah bayaran yang harus dia bayar sangat besar. Dari mana Winter memiliki uang sebesar itu?.Bahkan jika Winter memiliki uang sebesar itu, dia akan lebih memilih pergi ke klinik kecantikan untuk luluran dan spa selama beberapa bulan.“Aku tidak memiliki uang sebesar itu,” jawab Winter.“Winter, Kau lupa? Kartumu tanpa batasan,” Paula mengingatkan.Seketika Winter berekspresi dingin, dia sudah menebak jika Paula ingin di belikan, namun Winter tidak menyangka jika Paula benar-benar setidak tahu malu itu karena jumlah uang yang harus di keluarkan terlampau sangat banyak.Dengan ragu Winter mengambil dompetnya dari dalam tas dan membukanya, ada banyak kartu yang tersedia di sana.Benjamin benar-benar memanjakan Winter dengan uangnya.Winter memberikannya kartunya kepada kasir dan Winter hanya perlu memasukan beberapa pin dan pembayaran itu langsung selesai.
Winter kembali keluar dari dari toilet kembali dan menemui Paula yang kini duduk sendirian. Tidak berapa lama seorang pria berpakain hitam dan terlihat muda, juga menarik datang menghampiri mereka.Paula tersenyum lebar segera berdiri menyambut kedatangan Hendery yang datang sendirian. Pria itu tidak memakai seragam sekolahnya karena masih di skors atas tindakannya kepada Winter yang menyebar luas di forum sekolah.Winter yang duduk dan bersedekap sedikit mengangkat pandangannya dan membalas tatapan Hendery yang meliriknya saat berbicara dengan Paula.Kening Winter sedikit mengerut dan sedikit berdecih. Wajah dan fisik Hendery benar-benar tidak masuk ke dalam kualifikasi sempurna pria idaman seorang Kimberly.Jiwa Kimberly sedikit tertawa, menertawakan selera Winter yang sangat benar-benar tidak ada levelnya bagi seorang Kimberly.“Hendery, akhirnya kau datang.” Sambut Paula yang langsung memeluk Hendery dengan akrab.Hende
“Nona, ini dompet Anda” Nai menyerahkan dompet Winter yang sempat di buang.Nai memasang ekspresi dingin di balik kacamata hitam yang dia kenakan. Wajahnya yang sudah menua terlihat masih tampan dan gagah, namun belakang kepalanya terlihat berkilau karena rambutnya yang rontok.“Terima kasih.” Winter tersenyum puas melihat dompetnya masih mulus.Nai mengangguk singkat dan segera menutup pintu mobil, pria itu segera pergi mengitari mobil dan menyusul masuk.Nai duduk di kursi depan dan meminta sopir melajukan mobilnya. Nai segera membuka tabletnya untuk membuka catatan kegiatan Winter hari.“Anda mau langsung terapi?” tanya Nai.“Ya, antar aku ke sana.”Nai mengangguk dan langsung bicara kepada sopir yang duduk di sampingnya untuk segera berangkat.Winter menjatuhkan kepalanya ke sandaran kursi untuk meredakan rasa lelahnya. Fisik Winter yang besar membuat dia menjadi cepat merasa lelah dan kesulitan bernapas. Beruntung sekarang musim salju, Winter akan lebih banyak kedinginan di ban