Dokter menyarankan Nela untuk istirahat dan menyerahkan resep obat yang harus di minumnya secara teratur."Jika dalam tiga hari demamnya tidak turun, langsung opname ke rumah sakit saja."Badar mengangguk, setelah menerima resep dari dokter dan menebusnya di apotik, mereka segera kembali ke rumah. Untuk cuaca yang sangat dingin seperti ini, Nela harus makan bubur untuk menghangatkan perutnya.Di rumah Ningsih sangat marah, dia lalu memasak bubur dengan menambahkan garam yang banyak. Saat makanan itu masak, dia mencicipinya sedikit lalu mulutnya tersungging senyuman licik."Rasakan olehmu Nela. Makan ini masakanku, hahahaha."Suara deru dan klakson mobil di halaman membuat Ningsih buru-buru menyambut mereka."Apa kata dokter ?""Dia harus istirahat, saat ini jangan biarkan dia bekerja dulu. Besok aku akan memintakan izin pada wali kelasnya.""Anak ini terlalu keras kepala, lihat nih hasilnya." Ningsih pura-pura memapah Nela ke dalam kamar, diiringi tatapan tajam Badar. "Makanya kau ha
Hujan mulai reda, namun Badar enggan meninggalkan rumah itu. Dia sudah mengirimkan pesan pada isterinya jika dia akan pulang pada malam hari. Selang setengah jam kemudian, Budi datang membawa pesanan. Dari kantong plastiknya, Badar yakin jika soto ayamnya masih panas. Dia segera bergegas ke dapur dan menyalin makanan itu ke dalam mangkuk. Tak lama kemudian dia masuk ke dalam kamar dan membangunkan Nela yang sudah tertidur. Ningsih terlihat masih tetap duduk di kursi, seakan menunjuklan jika dia sangat perduli pada anak tirinya."Apa itu ?" tanya Ningsih saat melihat Badar membawa mangkuk dan membangunkan Nela.Badar tak menjawabnya. Dia meletakkan soto ayam di meja belajar dan membangunkan Nela dengan pelan."Nela, ayo bangun sayang, perutmu sedang kosong dan kau harus minum obat," Badar mengguncang perlahan tubuh kurus Nela.Nela menggeliat dan bangun perlahan. Dilihatnya pamannya mengambil mangkok dari atas mejanya, gadis cantik ini masih trauma, sehingga dia menggeleng dengan kera
Seorang wanita cantik datang memberi salam, Ningsih keluar dan memandangi tamu itu dari ujung kaki sampai ujung rambut. Wanita berparas ayu dan anggun berdiri di depan pintu."Maaf ada apa ?" tanya Ningsih dengan ketus."Saya Karmila isterinya Badar."Ningsih sudah menduganya, dia lalu bersikap seolah-olah tidak menginginkan kehadiran wanita itu di rumahnya."Kupikir kalian punya rumah, mengapa mencari suamimu di sini ?"Karmila yang sudah mendengar cerita soal ibu tiri Nela ini hanya tersenyum simpul mendengar ucapan tuan rumah yang tidak tau diri ini."Anda benar nyonya, aku datang bukan untuk mencari Badar, aku datang untuk melihat Nela, bolehkah aku masuk ?" Karmila masih dengan sabar meladeni Ningsih."Nela sedang tidur." Jawabnya sambil menutup pintu.Dari perlakuannya, Karmila sudah bisa menduga karakter buruk Ningsih. Dia sudah bisa membayangkan apa yang di alami Nela hidup bersama ibu tiri yang jahat ini. Karmila dudul di teras walau tidak ada yang mempersilahkan, dia menungg
Baru sekarang Nela benar-benar merasakan perhatian dari seorang ibu. Karmila merawatnya dengan sangat baik. Setelah tiga hari berlalu Nela sembuh dari sakitnya. Selama itu pula Ningsih tak pernah lagi masuk ke kamar Nela."Bu, mengapa ibu sangat baik padaku ?" tanya Nela pada Karmila saat wanita paruh baya itu menyisir dan mengikat rambut Nela."Ibu tak punya anak perempuan, anak kami tiga orang semuanya laki-laki. Jadi ibu menganggapmu sebagai anak ibu juga.""Terima kasih bu, maaf sudah merepotkan.""Tidak apa-apa nak, kesembuhan adalah hal yang utama. Apakah kau sudah merasa baikan sekarang ?""Alhamdulilah sudah bu, besok aku ingin ke sekolah, aku sudah ketinggalan pelajaran.""Jangan khawatir, temanmu Linda sempat menjengukmu tapi kau tidur, dia membantu menyalinkan catatan untukmu. Ibu sudah menaruhnya di meja belajar."Waktu yang di tunggu Ningsih tiba, saat suami isteri berpamitan pulang ke rumahnya, Ningsih merasa sangat gembira."Terima kasih bu sudah membantu merawat anak k
Nela menyeduh teh dan menuangkannya ke dalam termos kecilnya ketika terdengar suara motor berhenti di depan rumah. Nela memang menutup pintu depan, dan dia tak perlu mengintip lebih dulu, sudah pasti itu ibunya. Dia buru-buru membawa termos kecilnya ke dalam kamar. Malam nanti Nela berniat bangun sahur. "Nela....!"Teriakan Ningsih sangat memekakan telinga. Nela berlari membuka pintu."Masih terlalu sore kau sudah menutup pintu rumah, apa yang kau lakukan ?""I..itu bu, aku mandi jadinya menutup pintu."Ningsih yang merasa sangat kesal tak berhasil menyalurkan hasratnya bersama Sonu, segera mencengkram tangan Nela dengan kuat, lalu mendorongnya ke depan sehingga Nela jatuh terjungkal ke belakang."Buatkan makanan untukku.""Makanan sudah siap bu, aku sudah menyiapkannya di meja makan.""Ooww, kau menyiapkan makanan sisa untukku heh ? Sini.....," Ningsih menarik tangan Nela ke ruang makan."I..ibu bisa lihat makanan itu masih utuh bu, aku tak menyentuhnya."Ningsih melepaskan tangan N
Nathan sebenarnya bermaksud untuk pulang lebih awal, Hari ini adalah hari terakhir dia mendalami semua ilmu dari kerajaan Goro. Namun dia sudah berjanji pada Raja seminggu artinya dua hari lagi baru dia bisa kembali ke dunianya. Dia baru saja hendak meninggalkan kediaman Lady Sina, tiba-tiba saja Dewi sudah berada di belakangnya."Kau...sejak kapan kau datang ?""Baru saja, aku ingin bicara denganmu.""Oh baiklah, ayo bicara sambil jalan saja.""Bisakah aku ikut denganmu ke dunia manusia ?""Apa ? Apa aku tak salah dengar ?" Nathan menatap Dewi keheranan. Seingatnya Raja sudah mengeluarkan titah melarang semua rakyatnya ke dunia manusia."Kenapa ? Apa kau tak percaya padaku ?""Bukan itu maksudku, jika Raja sampai tahu maka kau akan di hukum.""Yang dilarang Raja untuk ke dunia manusia itu jika sampai berbaur dengan mereka, tapi jika hanya sekedar ikut saja, kurasa Raja akan mengijinkan aku.""Aha...jangan bawa-bawa namaku kalau meminta izin pada Raja, aku tak mau dituduh mempengaruhi
Nathan dan Dewi tiba di perbatasan, mereka mengamati bagaimana ketatnya pemeriksaan di perbatasan tersebut. Semua barang-barang yang di bawa para pedagang diperiksa. Untunglah walau kerajaan itu adalah kerajaan musuh, tetapi mereka tak pernah melarang para pedagang untuk berjualan di daerah kekuasaan mereka.Nathan duduk bersila di atas kuda lalu merapal mantera untuk mendatangkan beberapa jenis buah-buahan. Dalam sekejap mata, empat keranjang besar berisi buah kini berada di hadapan mereka."Ayo kita masuk," ajak Nathan. Dia menyembunyikan pedangnya sehingga terlihat hanyalah sebatang kayu penyanggah buah-buahan. Hal yang sama pula dilakukan Dewi.Cukup lama para penjaga daerah perbatasan memeriksa mereka berdua. Mungkin karena wajah baru jadinya para penjaga harus ekstra ketat memeriksanya."Kalian pedagang baru ?""Ayah dan ibu kami pedagang, saat ini mereka sedang sakit jadi kami yang menggantikannya."Alasan yang cukup masuk akal. Setelah para penjaga itu berembuk, akhirnya Natha
Kedua remaja ini sedang duduk menikmati hidangan yang di suguhkan di kedai itu. Tak ada pembicaraan yang berarti, seakan mereka terhanyut dalam pikiran masing-masing."Di ujung Istana mereka membangun sebuah bangunan yang kokoh, aku dengar bangunan itu di persiapkan raja untuk di tempati Putera Mahkota Batista dengan isterinya."Walau sangat pelan namun Nathan mendengarkan pembicaraan kedua pria yang duduk di belakangnya. Nathan segera mengerahkan tenaga dalamnya untuk mendengarkan pembicaraan itu lebih jelas."Bukankah Putera Mahkota pergi mencari Puteri Sahara di dunia manusia ?" ucap salah seorang di antara mereka."Benar, puteri Sahara sudah meninggal namun Putera Mahkota mengatakan pada ayahnya jika dia telah menemukan seorang pengganti. Tapi yang aku dengar wanita itu dari kalangan manusia."Nathan terhenyak, jantungnya berpacu. Dia teringat adiknya Nela. "Ada apa ?" tanya Dewi saat melihat ketegangan di wajah Nathan."Ah tidak apa-apa, aku hanya ingin melihat istana kerajaan B