Nathan dan Dewi tiba di perbatasan, mereka mengamati bagaimana ketatnya pemeriksaan di perbatasan tersebut. Semua barang-barang yang di bawa para pedagang diperiksa. Untunglah walau kerajaan itu adalah kerajaan musuh, tetapi mereka tak pernah melarang para pedagang untuk berjualan di daerah kekuasaan mereka.Nathan duduk bersila di atas kuda lalu merapal mantera untuk mendatangkan beberapa jenis buah-buahan. Dalam sekejap mata, empat keranjang besar berisi buah kini berada di hadapan mereka."Ayo kita masuk," ajak Nathan. Dia menyembunyikan pedangnya sehingga terlihat hanyalah sebatang kayu penyanggah buah-buahan. Hal yang sama pula dilakukan Dewi.Cukup lama para penjaga daerah perbatasan memeriksa mereka berdua. Mungkin karena wajah baru jadinya para penjaga harus ekstra ketat memeriksanya."Kalian pedagang baru ?""Ayah dan ibu kami pedagang, saat ini mereka sedang sakit jadi kami yang menggantikannya."Alasan yang cukup masuk akal. Setelah para penjaga itu berembuk, akhirnya Natha
Kedua remaja ini sedang duduk menikmati hidangan yang di suguhkan di kedai itu. Tak ada pembicaraan yang berarti, seakan mereka terhanyut dalam pikiran masing-masing."Di ujung Istana mereka membangun sebuah bangunan yang kokoh, aku dengar bangunan itu di persiapkan raja untuk di tempati Putera Mahkota Batista dengan isterinya."Walau sangat pelan namun Nathan mendengarkan pembicaraan kedua pria yang duduk di belakangnya. Nathan segera mengerahkan tenaga dalamnya untuk mendengarkan pembicaraan itu lebih jelas."Bukankah Putera Mahkota pergi mencari Puteri Sahara di dunia manusia ?" ucap salah seorang di antara mereka."Benar, puteri Sahara sudah meninggal namun Putera Mahkota mengatakan pada ayahnya jika dia telah menemukan seorang pengganti. Tapi yang aku dengar wanita itu dari kalangan manusia."Nathan terhenyak, jantungnya berpacu. Dia teringat adiknya Nela. "Ada apa ?" tanya Dewi saat melihat ketegangan di wajah Nathan."Ah tidak apa-apa, aku hanya ingin melihat istana kerajaan B
Mendapat dukungan penuh dari Raja, Nathan segera memberitahu Dewi. Tentu saja ini kabar gembira baginya, dia benar-benar penasaran dengan dunia yang pernah di dengarnya penuh dengan gemerlapan. Dewi menyampaikan hal itu pada ayahnya. Kini Nathan dan Dewi sudah berada di depan pintu gebang istana. "Kita pergi melewati hutan atau menggunakan jalan pintas ?" tanya Dewi."Jalan pintas saja," jawab Nathan sambil mendorong tangannya ke depan dan terlihatlah pintu cahaya berkilau.Tanpa di komando, keduanya segera masuk melalui pintu cahaya dan tiba di garis polisi tepi hutan lindung. Untunglah hari sudah malam, sehingga tak ada warga yang melihatnya. Dengan menenteng sebuah tas di punggung, Nathan berjalan tergesa-gesa di susul Dewi yang berjalan di belakangnya.Setibanya di rumah, Nathan berdiam diri sebentar di depan pintu, dia mencoba mendengarkan percakapan dari dalam rumah."Nela, siapkan air panas untuk ibu. Ibu mau mandi."Nathan menajamkan pendengarannya. Ada pembicaraan di dalam
Ayam jantan berkokok bersahutan, Nela menggeliat. Diliriknya jam tangannya sudah menunjukkan pukul 05.00 pagi. Dia bangun dengan tergesa-gesa, masuk ke kamar mandi membasuh wajahnya dan keluar dari kamar. Dia melihat rumah dalam keadaan bersih, bahkan lebih bersih dari biasanya. Nela tertegun beberapa saat lalu menuju ke dapur. Saat melewati meja makan, di lihatnya meja sudah terisi penuh dengan beberapa jenis masakan. Siapa yang memasak ? Tidak mungkin ibu. Ini pasti Nathan. Pikirnya.Nela segera mengetuk pintu kamar kakaknya.Tok...tok...!"Kakak...buka pintunya...!"Masih dengan mengucek-ngucek matanya, Nathan membuka pintu kamarnya."Ada apa dek, pagi-pagi kau sudah membangunkan tidurku."Nela mengernyitkan keningnya, di tatapnya wajah kakaknya yang terlihat sedang menahan kantuk."I..itu kakak..." Nela tak bisa melanjutkan ucapannya dan menunjuk ke arah meja makan.Nathan segera tersadar, dilihatnya Dewi sedang duduk di kursi ruang makan. Dengan isyarat Dewi memberitahu jika dia
Ponsel Giri dihubungi beberapa kali oleh Badar namun selalu berada di luar jangkauan. Akhirnya Badar dan Nathan sepakat untuk mencari Giri di kampungnya. Nathan menitipkan motornya pada Budi agar di antar ke rumah."Kampung Giri lumayan jauh, bisa-bisa kita pulang malam.""Tidak apa-apa paman, saya sih tergantung bagaimana dengan paman saja.""Oh kala soal paman tidak masalah nak, yang paman pikirkan Nela. Jangan sampai dia pulang sekolah dan ditinggal berdua saja dengan Ningsih. Aku meragukan ibu tirimu itu.""Paman tau sesuatu ? Soalnya Nela bercerita jika paman dan bibi yang merawatnya saat sakit. Memangnya ibu dimana ?""Sudahlah, terlalu sakit untuk di ceritakan. Paman bersyukur kau sudah kembali. Jika bukan kontrak perjanjian kerjamu dengan perusahaan, paman melarangmu meninggalkan Nela sendiri bersama ibunya."Nathan menarik nafas panjang. Saat ini dia tak khawatir karena Dewi di tinggalkannya di rumah. Sesuai arahannya Dewi tinggal di lantai dua, membersihkan rumah dan memasak
Dari buku catatan aset dan pembukuan yang di sodorkan Giri, tak pernah tertulis hutang pada rentenir. Yang tercatat hanyalah hutang pada tuan Badar seratus juta di awal bulan dan kemudian di bayar pada bulan berikutnya. "Makanya saat rentenir datang dan menyita kendaraan tuan Aris itu saya tidak percaya, sepertinya nyonya sudah bekerja sama dengan mereka. Maaf bukannya menuduh, tapi saya menduga saja," ucap Giri."Untuk aset-aset ini semua surat-suratnya dimana ?" tanya Badar."Tuan punya brankas di belakang lemari, mudah-mudahan saja nyonya tidak menemukannya.""Keteranganmu ini sangat berarti bagi kami, bisakah kau dan isterimu ikut kembali bekerja seperti biasa ?" Sebagai sahabat baik Badar bertindak sebagai pelindung bagi anak-anak Aris. Akhirnya dengan berbagai pertimbangan, Giri dan Nita bersedia ikut kembali ke desa pohe. Sambil menunggu adiknya datang, Giri dan Nita membenahi pakaian yang akan mereka bawa di dalam koper.Selama dalam perjalanan menuju desanya, Nathan tak he
Mereka tidak lama berhenti di tepi hutan lindung. Nathan setengah berlari sambil terus membawa ranselnya masuk ke dalam hutan. Giri dan Nita sedikit bergidik melihat Nathan berlari masuk ke dalam hutan.Ternyata Nathan hanya dalam hitungan detik, sudah kembali ke dalam mobil. Mereka tak tahu jika Nathan mengerahkan ilmunya agar mudah keluar masuk dalam sekejap di hutan itu."Cepat sekali, apakah kau tidak menemukan pohonnya ?" tanya Badar penasaran."Aku menemukannya paman, ayo kita pergi."Hanya butuh berbelok ke kiri mereka memasuki desa pohe. Tak ada yang berubah dengan kondisi desa ini. Belum semua akses jalan di pasangi lampu jalan, sehingga Badar harus berhati-hati tatkala melewati jalan yang tak ada penerangannya itu.Mendengar deru mobil berhenti di halaman rumah, Nela segera berlari menyambutnya. "Paman Giri, bibi...." "Dek Nela kurus sekali, apa dek Nela sakit ?" tanya Nita."Sekarang sudah sembuh kok, ayo masuk.""Ibu dimana ?""Belum pulang."Mereka lalu masuk ke dalam r
Kini tinggallah Nathan dan Dewi saling memandang akhirnya Nathan menuju ke teras dan Dewi mengikutinya. Suasana desa di malam hari sangat lengang, terlihat satu dua motor yang lalu lalang di jalan raya.Nathan duduk di kursi kayu dan menselonjorkan kakinya. Dewi duduk di hadapannya."Kalian kemana saja ?" tanya Nathan."Entah ini kau sudah tahu atau tidak, tadi ibumu ke rumah barunya yang sangat besar dan megah.""Rumah baru ? Ibuku punya rumah baru ?""Iya, sepertinya itu rumahnya, kawasan itu terdiri dari rumah-rumah mewah di sekelilingnya. Aku tak tahu itu dimana. Kami melewati gedung-gedung tinggi dan banyak kendaraan roda empat. Ternyata di duniamu begini indahnya.""Aku nanti akan mengajakmu keliling kota, lalu apa yang kalian lakukan di rumah itu ?""Aku duduk mengawasinya, dia hanya membersihkan seluruh perabotnya lalu tidur."Nathan terdiam beberapa saat, lalu berkata,"Terima kasih untuk bantuanmu hari ini, sekarang tidrurlah. Di sebelah kamarmu ada paman Giri dan Nita. Janga