Share

Bab 5

"Apa? Koma?"

"Iya."

"Kok Ibu tahu?"

"Saya dulu kerja di rumah itu saat si Nenek masih menempati."

Jadi, tentang rumor itu, sudah tak asing lagi di lingkungan ini? Bahkan mungkin semua orang di sini tahu tentang cerita orang di rumah bercat hijau itu.

"Kalau boleh tahu, memang komanya sudah lama, Bu?" tanyaku lagi. Sepertinya, si Ibu tipe-tipe orang yang suka bergosip, makanya gampang sekali dikorek informasinya. Tak sia-sia aku datang ke sini.

"Lumayan. Mungkin tiga tahun yang lalu? Kabarnya cucunya itu, Pak Haris, sudah menikah di kecamatan sana. Tempat tinggal kedua orang tuanya. Yah, Ibu sih ngebayangin jadi istrinya aja. Pasti sakit banget kalau tahu kenyataan itu. Suaminya malah mengurus mantan tunangannya yang koma di sini setiap sebulan selama seminggu."

Tiga tahun? Itu artinya, ketika Mas Haris mengambil sebuah foto bersama perempuan muda itu. Tiba-tiba saja, hatiku merasa sakit. Ah, beginikah rasanya tahu jika bukanlah kita yang di hati suami melainkan orang lain?

Jadi benar, jika seminggu yang dijadikan alasan dinas itu, merupakan kunjungannya ke sini? Menjenguk tunangannya itu? Jika ia memang masih mencintai tunangannya, kenapa harus menikahiku? Toh bukan aku yang memintanya.

"Neng, kenapa?"

"Oh, nggak papa, Bu. Terus kalau Pak Haris gak di sini, sama siapa dong itu yang koma?"

"Ada perawatnya. Dua orang."

Aku mengangguk. Setelahnya aku menyuap lagi nasi dan menghabiskannya. Tak ada tanda-tanda Mas Haris ke sini atau pun di sini karena rumah itu sepi. Sebaiknya aku ke rumah Kalisa mumpung suaminya lagi ada dinas di tempat orang tuanya, di Sulawesi.

"Assalamu'alaikum," ucapku sambil mengetuk pintu rumah Kalisa.

"Wa'alaikum salam. Arumi!" Kalisa memelukku. Kami sudah lama tak bertemu. Saat pernikahanku, dia sedang berada di Sulawesi karena adik iparnya juga menikah di bulan yang sama denganku.

"Kangen," ucapku sambil menahan tangis.

"Sama. Kok mau nangis gitu? Kangen banget sama gue?"

Aku terbahak, lalu mengusap air mata yang hampir saja turun. Bukan. Ini bukan air mata rindu, tapi air mata menyesakkan. Sungguh sakit hatiku saat mengetahui kenyataan ini semua.

"Are you okay?"

"Yes," jawabku sambil berusaha tersenyum.

Namun, Kalisa mengeluarkan jurus andalannya. Ia terus menatap mataku, hingga akhirnya aku tak tahan dan menangis tersedu-sedu di depannya.

"Yah, gue tahu ada yang nggak beres sama lu."

"Sakit, Lis."

"Kita ke kamar dulu. Nanti kamu ceritain."

Aku mengangguk, lalu mengikutinya menuju kamar. Sungguh, hari ini begitu melelahkan. Mendengar dengan telinga sendiri, bagaimana kenyataan itu? Tapi, apa sebaiknya aku membuktikannya sendiri? Mengingat jika ini hanya mendengar dari orang yang pernah bekerja di sana.

"Nih, minum."

Kiambil gelas berisi air putih hangat yang disodorkan oleh Kalisa. Sahabatku itu memang tahu pasti, kebiasaanku ketika panik dan bingung seperti ini.

"Sekarang jelaskan, ada apa?"

Aku pun menceritakan semuanya. Mulai dari aku yang mendapat buku diary milik Mas Haris dulu, sampai tadi yang mendengar cerita versi ibu warung nasi. Kalisa beberapa mengucapkan kata sabar sambil menepuk pundakku.

"Aku tahu mungkin saat ini kata sabar tak bisa membuatmu tenang. Tapi, salat lah. Adukan semua pada Allah. Ini sudah mau jam setengah 5, sudah saat ashar?"

Aku menggeleng. Aku bahkan lupa salat dzuhur. Ya Allah, ampuni lah hambamu ini! Sungguh besar dosaku, mengejar fakta namun melupakan pencipta-Nya. Ampuni hamba!

Aku berjalan mengambil wudhu di belakang, lalu mulai melaksanakan salat dzuhur terlebih dahulu dengan membaca niat, lalu melaksanakan salat ashar setelahnya.

Kuangkat tanganku tinggi. Mulai berdo'a pada Allah.

"Ya Allah, Ya Rahman, Ya Rahim. Ampuni lah telah melalaikan salat. Beri hamba kekuatan, ya Allah! Semoga semua ini segera terkuak. Hamba benar-benar ingin semuanya terbongkar. Tolong ya Allah, lancarkan lah semuanya. Aamiin."

Selesai salat, aku diajak makan oleh Kalisa. Sambil ia melontarkan beberapa guyonan. Namun sayang, semuanya tak bisa menghibur. Aku tahu jika ia melakukan ini semua supaya aku tertawa, maka aku tertawa meski terdengar sumbang.

"Terus, Haris ada ngehubungi elu?" tanya Kalisa.

"Belum, Kal. Dari kemarin sejak sampai. Dia bahkan gak ngasih kabar."

"Kok bisa, sih? Apa dia lupa?"

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Atia Atia
misi keluarga Harris mendapatkan keturunan atau mau ambil sesuatu dari Arumi untuk si Arumi satunya .........
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status