Share

Bab 6

"Ya, dia lagi sama mantan tunangannya. Mana koma, ya mana sempet inget sama gue. Sepertinya, Mas Haris memang punya dendam sama gue. Tapi apa?"

"Masa iya, dia nikahin lu karena dendam? Sejahat itu dia?"

Aku terdiam. Iya juga. Lagi pula, berkali-kali aku memikirkannya, aku tak merasa pernah bertemu dengannya sebelum dia bekerja di tempat yang sama denganku dulu.

"Udah lu inget-inget?"

Aku menggeleng. Sampai kepala pening pun, aku tak menemukan jawabannya. Apa ada alasan lain?

"Sudah lah, kamu istirahat saja. Nanti sore, kita ke cafe yang semalam aku kunjungi. Siapa tahu Haris ada di sana."

Aku mengangguk, kemudian masuk ke dalam kamar Kalisa. Sementara dia membersihkan meja. Padahal aku telah menawarkan bantuan, tapi dia malah menolaknya.

Kupandangi wallpaper ponselku, Mas Haris tersenyum lebar di sana. Tak menunjukkan ada dendam atau kebencian yang ia tunjukkan padaku. Benarkah kalau aku hanya terlalu perasa?

Ting!

Sebuah pesan masuk, dari Mas Haris.

[Rum, maaf semalam Mas lupa ngabarin kalau sudah sampai. Langsung tidur karena kecapekan, terus tadi pagi bangunnya kesiangan dan langsung ke kantor. Sampai lupa belum ngabarin istri Mas yang cantik ini.]

Aku tersenyum kecut. Dia bahkan sudah memikirkan jawaban paling masuk akal untukku. Seandainya aku tak tahu kebenarannya, mungkin saat ini aku tengah memaklumi dan percaya begitu saja padanya.

Sungguh b*d*h diri ini! Selama tiga bulan dibohongi begitu saja. Bukan tiga bulan, tapi hampir dua tahun jika menghitung masa pacaran kami juga.

Allahu Rabbi, Mas! Benar-benar tega kamu.

[Iya, nggak papa kok, Mas. Namanya sibuk dan capek. Asal jangan nyari istri baru aja, ya?]

Kububuhkan emot ngakak, meski ekspresi asliku amat lah datar.

[Oh, nggak dong. Satu aja cukup, ngapain dua.] Balasnya, dengan emot ngakak juga.

Kuletakkan ponsel di atas nakas, lalu kembali menerawang. Mas Haris, mengajakku ke semua tempat yang menjadi favoritenya dengan mantan tunangannya, Arumi juga.

Apa ia, tengah mencoba menemukan sosok Arumi dalam diriku karena nama kami sama? Aku, hanyalah pelariannya saja karena tunangannya kala itu koma?

Sebesar itukah cintanya pada Arumi yang lain, hingga tega mematahkan hati Arumi yang ini? Aku mengusap wajah. Cari tahu nanti. Aku takkan pulang sebelum mendapatkan info aslinya.

--

Malam hari.

Aku diajak oleh Kalisa menuju cafe yang semalam ia kunjungi. Ternyata, cafe ini memiliki konsep outdoor dengan live musik. Pantas saja Mas Haris betah.

Setelah minuman datang, kami menunggu namun tak ada tanda-tanda suamiku itu akan datang. Padahal, kami berdua sudah memakai masker dan topi sebagai penyamaran. Tentu aku tak melupakan hijab.

Baru ketika akan berdiri untuk pulang, muncullah Mas Haris dengan seorang lelaki. Wajahnya nampak murung, tak bersemangat. Aku dan Kalisa pun duduk kembali karena mereka mengambil duduk di belakangku sehingga aku tak kesusahan untuk mendengar semua ceritanya. Entah kenapa aku yakin, kalau Mas Haris akan menceritakan tentang tunangannya, Arumi Putri Nadir.

"Lu yakin semua baik-baik saja? Arumi ditinggal tak apa-apa?"

"Iya. Lagian ada suster yang menjaga."

"Lu alasan dinas lagi sama bini lu?"

"Iya. Masa gue jujur kalau mau nemuin tunangan gue di sini? Orang yang gue cinta."

Deg!

Meski sudah tahu cerita aslinya, namun mendengarnya langsung dari mulut Mas Haris, nyatanya hatiku langsung luluh lantak. Ingin sekali aku bangun dan menyapanya langsung, namun Kalisa sudah menahan dan menggelengkan kepalanya lebih dulu.

"Kasihan gue sama bini lu."

"Ngapain kasihan? Toh rumi jadi kaya gitu karena perbuatan si Arumi juga."

"Bisa aja lu salah, Ris."

"Nggak. Gue kan ada di sana juga."

Deg!

Apa maksudnya? Aku, orang yang telah membuat Rumi, tunangannya Mas Haris jadi koma? Ada apa ini?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status