"Mas, bangun! Mas ....!" Ify terus menggoyang-goyangkan tubuh Rio, berharap suaminya itu terbangun. Pasalnya, Rio tengah merintih dalam tidurnya dengan air mata yang berderai."Sudah bangun suamimu, Fy?" "Belum, Ma! Mas Rio susah banget dibangunin. Nggak tahu mimpi apa sampai nangis kaya gini." Ify terus mengusap peluh dan air mata Rio. Sedikit khawatir karena Rio seperti sedang berada di dimensi mimpi yang sangat jauh sehingga sulit meraih kesadaran."Coba guyur pake air, Fy!" Zahra sudah datang dengan segayung air setelah sebelumnya masuk ke kamar mandi pengantin baru itu."Kasihan Mas Rio dong, Ma!""Ya terus gimana? Takutnya mimpinya terlalu jauh itu, Fy! Susah banget dibilangin jangan tidur menjelang maghrib juga, malah istrinya ditinggal sendirian," omel Zahra."Mas Rio kecapekan, Ma! Biar Ify usap aja siapa tahu Mas Rio bangun." Ify lantas mengambil alih gayung air dari tangan mertuanya, mencelupkan tangan lantas mengusapkan di wajah Rio. Dua kali usapan, kerjapan mata dari s
"Taruh di sana, awas jangan sampai telurnya pecah!" "Sayurannya di sini."Ify terus memberikan pengarahan demi kenyamanan dapurnya. Agar ia bisa bergerak cepat, ia juga harus mengetahui letak bahan-bahannya dengan baik. Ify melihat lawan-lawannya yang juga melakukan hal yang sama. Sebagai yang terpilih mewakili Jade Imperial, Lintang memiliki harapan yang tinggi dan itu sedikit membuat gugup. Apalagi head chef-nya itu hadir di barisan para juri.Tangan Ify terasa agak gemetar karena gugup. Ini adalah kali pertama ia mengikuti acara kontes memasak. Tidak seperti saat ia mengikuti tes interview, kali ini semua orang akan melihat karena acaranya diliput secara exclusif oleh salah satu stasiun TV terkenal."Semangatt!! Kamu bisa!!" Sivia mengepalkan tangannya, memberi semangat kepada sang sahabat yang dibalas Ify dengan senyuman tipis. Apron sudah terpasang apik di tubuhnya. Ia kembali mengingat semua resep yang telah dihapalnya. Matanya memejam sembari berdoa agar ia bisa menyelesaika
"Bawa seperlunya saja, Sayang! Kita nanti bisa beli di sana," ucap Rio saat melihat sang istri yang kebingungan karena kopernya yang tidak muat."Apakah boleh?" tanya Ify polos yang membuat Rio terkekeh."Kamu masih belum terbiasa dengan dompet suamimu ini?"Ify mendengus, meski Rio sudah memberinya black card, terkadang Ify terus saja lupa. Kebiasaannya berhemat ternyata sangat susah dihilangkan. "Baiklah, aku akan menghabiskan seluruh uangmu nanti," ancam Ify yang diangguki dengan semangat oleh Rio."Habiskan Sayang! Memang sudah tugasmu menghabiskan uangku. Aku takut pihak bank nanti kewalahan menyimpan uangku.""Sombong sekali," cibir Ify yang membuat Rio gemas dan mencuri kecupan kecil di bibir sang istri."Tapi, Mas! Atan tidak apa-apa ditinggal?" Entah ini pertanyaan ke-berapa kali yang Rio dengar saat mereka akhirnya memutuskan untuk bulan madu selama satu bulan penuh dengan mengunjungi beberapa negara.Rio menutup koper lalu membimbing istrinya untuk duduk di ranjang."Sayang
Ify mengusap peluh, meski lelah tetapi semua itu terbayar saat banyak orang tersenyum ketika menikmati masakannya. Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam dan restoran sudah hampir tutup. Tak ada lagi pengunjung dan Ify pun berniat siap-siap untuk pulang saat salah satu rekannya menghampirinya. "Fy, dipanggil Pak Riko tuh!""Gue?" Ify menunjuk dirinya sendiri. Merasa heran karena tak biasanya sang manager berada di restoran sampai larut malam. Rekannya hanya mengangguk lalu melanjutkan pekerjaannya.Ify lantas melepas apron yang melekat di tubuhnya dan bergegas menuju ke kantor Riko. Ia tak mengerti tujuan pria itu memanggilnya. Ini hanya akan meninggalkan gosip baru lantaran berita bahwa sang manager menyatakan cinta padanya kemarin sudah menyebar ke seluruh karyawan restoran. Ify hanya tak nyaman karena terus diledek.Gadis itu memandang pintu di depannya dengan gugup. Sedikit merasa canggung karena insiden kemarin jadi salah satu penyebab Ify terdiam selama beberapa menit seb
Semua orang yang ada di ruangan begitu gelisah. Terutama seorang pria akhir dua puluhan yang begitu frustasi. Ia berjalan mondar-mandir, berkali-kali mengecek ponsel dan sesekali menatap tajam wanita muda yang kini tertunduk takut. "Belum ada kabar lagi, Yo?" tanya seorang wanita paruh baya yang hampir menangis. Bahunya diusap lembut sang suami untuk menenangkan. "Belum, Ma!" jawab Rio gusar. "Semua ini gara-gara kamu!" Wanita paruh baya itu bangkit dari duduknya dan menuding si wanita muda dengan tatapan marah. "Kalau saja kamu tidak sok baik dengan membawa cucu saya keluar, cucu saya tidak akan hilang! Dan kamu, Yo! Berapa kali Mama bilang kalau wanita ini tidak baik untuk kamu. Lihat sekarang! Dia menghilangkan cucu mama satu-satunya.""Ma, udah! Mama tenang dulu! Nathan pasti ketemu. Anak buah Rio kan sekarang sudah mencarinya." Ayah Rio memberi isyarat kepada sang anak untuk membawa wanita itu keluar dari rumah. "Kamu pulang dulu, Shill! Saya sudah memesankan taksi di depan,"
Hamil di luar nikah. Astaga, Ify rasanya ingin menangis sambil guling-guling di trotoar. "Gue serius, Kak! Semua tetangga bergunjing tentang lo yang hamil di luar nikah. Mama belum kering kuburannya, dan semua rumor itu semakin meluas.""Yang penting kenyataannya nggak begitu, Ray!" Ify menyahut kalem. Ia tak punya tenaga untuk sekedar membantah atau klarifikasi kepada para tetangga. "Memangnya lo baik-baik aja, Kak? Mereka semua bilang lo bekerja jadi wanita malam. Mereka bilang lo anak kurang ajar karena nggak ada pas mama sekarat. Mereka bilang lo--" Ray tergugu, Ify meraih adik kesayangannya itu dalam pelukan. Mengelus rambutnya dengan sayang. "Kakak nggak apa-apa, Ray! Selama bukan kamu yang berpikir kaya gitu, Kakak baik-baik aja. Maaf karena kakak nggak ada di samping kamu dampingin mama."Tangis Ray pecah dalam pelukan kakaknya. Bagaimana pun, ia hanyalah sesosok adik kecil yang selalu dimanjakan sang kakak. Ia tau semua pengorbanan Ify demi menghidupi keluarga mereka. Mak
"Gimana, Vin? Ini udah ganti hari tapi kenapa belum ada juga kabar tentang putraku?" tanya Rio begitu Alvin, sang asisten masuk ke ruangannya. "Karena itu saya ke sini, Pak! Tadi siang saya sudah bertemu dengan pihak pengelola taman tempat pertama kali Atan hilang. Dan dari kamera CCTV, kita bisa melihat kalau Bu Shilla meninggalkan Atan cukup lama sehingga Atan berjalan sendirian keluar taman."Belum selesai penjelasan Alvin, rasanya darah Rio mendidih karena emosi. "Lanjutkan!" titahnya. "Melalui rekaman CCTV di traffic control system, dari taman kota, Atan berjalan menyusuri Jl. Kangean hingga berhenti di sebuah halte dekat restoran kita. Atan di sana sampai malam karena tak ada seorang pun yang berhasil membujuknya. Ada beberapa polisi juga yang datang tapi tak berhasil membuat Atan angkat bicara. Sekitar pukul sepuluh malam kemudian, ada seorang wanita yang tiba-tiba saja membuat Atan bereaksi. Atan langsung menghambur ke pelukan wanita itu dan mereka kemudian pergi.""Cepat la
"Whattt? Lo gilaaa!!"Ify meletakkan jarinya di depan mulut, meminta Via agar tak terlalu berisik karena semua pengunjung kafe kini menatap mereka dengan pandangan terganggu. "Jangan teriak! Malu-maluin aja sih," bisik Ify sambil tersenyum dan mengucapkan maaf kepada semua pengunjung yang terganggu. "Tapi kita-kita sudah menduga sih, soalnya pas Pak Riko turun tuh dia kaya kesakitan dan megangin selangkangan. Tapi gue nggak nyangka kalau si brengsek itu sampai mecat lo. Tapi syukurlah, lo lepas dari orang brengsek kaya dia," ucap Via dengan emosi menggebu. "Syukur pala lo pitak, gue pengangguran anjir!" sungut Ify. "Terus lo kenapa nggak ada kabar setelahnya? Gue hubungin nggak pernah lo angkat, gue ke kos nggak ada orang."Ify menghela napas, sampai juga mereka ke cerita yang sebenarnya. "Mama gue meninggal, Vi!"Via terdiam, ia menatap sosok sahabatnya itu dengan mata yang mulai memburam. Ikut merasakan sakit yang menyayat, melihat sang sahabat yang mencoba tetap tegar ditengah