Home / Romansa / Hey, Mama! / 3. Kembali

Share

3. Kembali

Author: dian_nurlaili
last update Last Updated: 2022-07-31 09:53:14

Hamil di luar nikah.

Astaga, Ify rasanya ingin menangis sambil guling-guling di trotoar.

"Gue serius, Kak! Semua tetangga bergunjing tentang lo yang hamil di luar nikah. Mama belum kering kuburannya, dan semua rumor itu semakin meluas."

"Yang penting kenyataannya nggak begitu, Ray!" Ify menyahut kalem. Ia tak punya tenaga untuk sekedar membantah atau klarifikasi kepada para tetangga.

"Memangnya lo baik-baik aja, Kak? Mereka semua bilang lo bekerja jadi wanita malam. Mereka bilang lo anak kurang ajar karena nggak ada pas mama sekarat. Mereka bilang lo--" Ray tergugu, Ify meraih adik kesayangannya itu dalam pelukan. Mengelus rambutnya dengan sayang.

"Kakak nggak apa-apa, Ray! Selama bukan kamu yang berpikir kaya gitu, Kakak baik-baik aja. Maaf karena kakak nggak ada di samping kamu dampingin mama."

Tangis Ray pecah dalam pelukan kakaknya. Bagaimana pun, ia hanyalah sesosok adik kecil yang selalu dimanjakan sang kakak. Ia tau semua pengorbanan Ify demi menghidupi keluarga mereka. Maka, akan tak tahu diri jika Ray sampai tak mempercayai kakak satu-satunya.

"Mama, kakak ganteng kenapa?" Atan datang setelah bosan bermain dengan robot-robotan milik Ray dulu.

Ify merentangkan tangan kirinya, memberi isyarat kepada Atan agar mendekat yang langsung disambut balita itu dengan sukacita. Ify kini memeluk dia orang, menciumi kepala Ray dan Atan bergantian. Ini aneh, Atan tak ada hubungan darah dengannya tapi Ify menyayanginya seperti ia menyayangi Ray.

"Sudah selesai ujian 'kan?" tanya Ify saat dirasa Ray sudah tenang.

Ray mengangguk. "Tinggal nunggu ijazah keluar."

"Ya udah, besok kita balik ke Surabaya, kasihan Atan kalau dicari orangtuanya."

"Gue ikut, Kak?"

"Kenapa? Lo nggak mau? Gue nggak bisa tinggal di sini, Ray! Kerjaan gue di sana soalnya! Nanti lo juga bisa sambil kuliah."

Ray menggeleng. "Gue ikut, Kak! Tapi biarin gue kerja, ya?"

Ify menggeleng. "Jangan! Bukannya lo udah submit SNMPTN? Kalau misal lolos dan nggak lo ambil kan percuma."

"Gue nggak yakin bakalan lolos, Kak!"

"Emang lo ambil universitas mana?"

"UNAIR sama UNESA."

"Universitas yang bagus! Gue yakin lo bakalan lolos, kan lo lebih pinter dari gue kalau soal pelajaran, hehehe!"

Kekehan Ify mau tak mau membuat Ray ikut terkekeh bangga. Memang, dalam hal akademik ia patut berbangga hati karena otaknya yang encer.

"Mama, Atan ngantuk," obrolan mereka terpotong oleh celotehan Atan yang sejak tadi menenggelamkan wajahnya di lekukan leher Ify. Bocah itu terlihat sangat nyaman saat berada dalam pelukan Ify hingga terus merasa ngantuk. Ify pun menyamankan posisi gendongannya dan menepuk-nepuk pantat Atan agar cepat tidur.

"Gue penasaran siapa bapaknya," Ray berucap setengah berbisik karena tidak mau mengejutkan Atan.

"Apalagi gue? Di sana gue dituding ibu nggak becus, di sini dituding hamil di luar nikah. Lihat aja kalau gue ketemu ayahnya gue bakalan minta ganti rugi yang besar," gerutu Ify yang membuat Ray terkekeh.

"Kalau bapaknya tajir sih oke aja, kalau bapaknya juga miskin gimana, hayo?"

"Nggak mungkin, sih! Dilihat dari merk pakaian Atan aja gue bisa taksir harganya satu kali gaji gue."

"Terus, kalau dia anak orang kaya, kenapa bisa hilang di pinggir jalan gitu?"

"Ya mana gue tau? Tanya emak bapaknya coba, siapa tau keasikan pacaran sampai lupa kalau mereka bawa anak keluar."

"Tapi kayaknya Atan nggak punya mama, deh!"

"Huss! Jangan ngomong kaya gitu!" Ify menghardik Ray agar berhati-hati dengan ucapan.

"Ya abisnya dia manggil lo pake sebutan Mama. Anak mana yang manggil orang asing pake sebutan mama kalau dia punya mama sendiri?"

Ify hanya terdiam. Meski ucapan Ray ada benarnya, tapi ia tak berani berpikir macam-macam.

"Emangnya lo udah tahu siapa bapaknya?" tanya Ray lebih lanjut.

Ify hanya menggeleng. "Setiap gue tanya, dia cuma jawab 'Ayah io di rumah. Atan kangen ayah io, nggak mau pergi lagi sama tante jelek' dia selalu jawab gitu dan ujung-ujungnya nangis. Gue nggak tega buat desak terus."

"Terus, lo bakalan ngurus nih bayi? Kalau lo kerja gimana?"

"Sebenernya ... gue juga baru keluar dari kerjaan, jadi untuk sementara gue senggang," Ify meringis melihat Ray yang melotot.

"Terus kalau gue ikut ke sana, gue bakalan jadi beban buat lo, Kak!"

Ify mendelik, menatap Ray tidak suka dengan ucapan terakhirnya.

"Lo udah beban dari dulu, kenapa baru sadar sekarang, hah?" sungut Ify yang justru membuat Ray tertawa kencang.

"Iya juga ya? Jadi lo langsung cari kerjaan begitu tiba?"

"Kayaknya enggak, gue masih punya tabungan. Dan kayaknya mau bikin usaha katering kecil-kecilan sama kue-kue yang nanti bisa gue titipin di warung."

"Kenapa nggak bikin branding aja di sosial media? Nanti kakak urusan dapur, gue yang ngurus promosinya, gimana?"

Ify tersenyum cerah. "Waahh, boleh juga ide lo. Ya udah sekarang siap-siap gih, besok kita berangkat pagi-pagi biar Atan nggak kepanasan."

Ray kemudian mengangguk, melangkah menuju kamarnya untuk packing sebelum berbalik.

"Terus rumah ini gimana?"

"Nggak gimana-gimana, kalau kita kangen mama papa kita bisa pulang dan tidur di sini."

*

Pukul sepuluh pagi, Ify, Ray dan juga Atan sudah tiba di kos milik Ify. Meskipun dinamakan kos, tapi kamar ini lebih seperti rumah sewa karena terdapat dua kamar kecil, satu kamar mandi dan juga dapur. Tidak ada ruang tamu, hanya dua kursi dan satu meja di teras.

"Bersih-bersih aja dulu, gue masak! Kasihan Atan juga udah lapar. Kalau udah selesai tolong lihatin Atan sebentar di kamar gue. Dia tadi anteng gue kasih lihat ponsel."

Ray hanya mengangguk, dan mulai berbenah. Tak sampai satu jam, ia sudah bermain dan bercanda bersama Atan di kamar Ify, hingga perempuan itu datang dan mengatakan jika sarapan semi makan siang sudah siap.

Atan begitu antusias untuk menjemput makanannya. Dari kemarin, balita itu terlihat sangat menikmati masakan Ify. Katanya, masakan Ify sangat enak. Padahal Ify memperbanyak sayur dan bocah itu sama sekali tidak protes, semua yang ada di piringnya tandas tak tersisa, termasuk buah-buahan yang sudah ia potong-potong kecil.

"Mama mama, Atan mau makan masakan mama terus setiap hari boleh nggak?" tanyanya setelah selesai makan. Bocah itu duduk bersandar di dinding dengan tangan yang mengelus perut. Kekenyangan.

Ify terkekeh. "Memangnya Atan nggak kangen Ayah? Atan nggak mau pulang?"

Mendengar sang ayah disebut, balita itu murung membuat Ify merasa bersalah. Ray yang mulai merasakan kedekatan dengan bocah itu menyikut Ify dan memberikan kode lewat lirikan mata.

'Katanya nggak tega, kenapa lo ungkit sekarang?'

Ify mendengus, lalu beranjak dan memeluk Atan. "Nanti kita cari Ayah sama-sama, ya? Tante janji, tante akan bantu Atan biar bisa ketemu ayah lagi."

"Tapi mama ikut Atan kan nanti?"

Ify melonggarkan pelukannya dan menatap Atan tak mengerti. "Ikut kemana sayang?"

"Ikut pulang ke rumah Ayah. Atan mau makan masakan mama setiap hari. Atan juga pengen main bareng ayah dan mama. Nanti kita ke kebun binatang lihat gajah, ayah gandeng tangan kananku, dan mama gandeng tangan kiriku. Biar aku nggak diejek lagi karena aku udah punya mama," ucap Atan dengan antusias yang membuat Ify meringis. Ia melirik ke arah Ray yang sudah menutup mulut menahan tawa.

'Jangan ketawa bodoh! Ini lagi sedih, dia nggak punya mama,'

Melalui gerakan mulut tanpa suara, Ify menggertak Ray.

'Kan mamanya lo, duh dapat kakak ipar duda nih nanti'

Satu lemparan bantal membuat Ray ngibrit ke kamarnya sendiri dan suara tawa kemudian pecah menghiasi kamar kos yang kecil ini.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Hey, Mama!   47. Extra Part 2

    "Bawa seperlunya saja, Sayang! Kita nanti bisa beli di sana," ucap Rio saat melihat sang istri yang kebingungan karena kopernya yang tidak muat."Apakah boleh?" tanya Ify polos yang membuat Rio terkekeh."Kamu masih belum terbiasa dengan dompet suamimu ini?"Ify mendengus, meski Rio sudah memberinya black card, terkadang Ify terus saja lupa. Kebiasaannya berhemat ternyata sangat susah dihilangkan. "Baiklah, aku akan menghabiskan seluruh uangmu nanti," ancam Ify yang diangguki dengan semangat oleh Rio."Habiskan Sayang! Memang sudah tugasmu menghabiskan uangku. Aku takut pihak bank nanti kewalahan menyimpan uangku.""Sombong sekali," cibir Ify yang membuat Rio gemas dan mencuri kecupan kecil di bibir sang istri."Tapi, Mas! Atan tidak apa-apa ditinggal?" Entah ini pertanyaan ke-berapa kali yang Rio dengar saat mereka akhirnya memutuskan untuk bulan madu selama satu bulan penuh dengan mengunjungi beberapa negara.Rio menutup koper lalu membimbing istrinya untuk duduk di ranjang."Sayang

  • Hey, Mama!   46. Extra Part 1

    "Taruh di sana, awas jangan sampai telurnya pecah!" "Sayurannya di sini."Ify terus memberikan pengarahan demi kenyamanan dapurnya. Agar ia bisa bergerak cepat, ia juga harus mengetahui letak bahan-bahannya dengan baik. Ify melihat lawan-lawannya yang juga melakukan hal yang sama. Sebagai yang terpilih mewakili Jade Imperial, Lintang memiliki harapan yang tinggi dan itu sedikit membuat gugup. Apalagi head chef-nya itu hadir di barisan para juri.Tangan Ify terasa agak gemetar karena gugup. Ini adalah kali pertama ia mengikuti acara kontes memasak. Tidak seperti saat ia mengikuti tes interview, kali ini semua orang akan melihat karena acaranya diliput secara exclusif oleh salah satu stasiun TV terkenal."Semangatt!! Kamu bisa!!" Sivia mengepalkan tangannya, memberi semangat kepada sang sahabat yang dibalas Ify dengan senyuman tipis. Apron sudah terpasang apik di tubuhnya. Ia kembali mengingat semua resep yang telah dihapalnya. Matanya memejam sembari berdoa agar ia bisa menyelesaika

  • Hey, Mama!   45. Epilog (21+)

    "Mas, bangun! Mas ....!" Ify terus menggoyang-goyangkan tubuh Rio, berharap suaminya itu terbangun. Pasalnya, Rio tengah merintih dalam tidurnya dengan air mata yang berderai."Sudah bangun suamimu, Fy?" "Belum, Ma! Mas Rio susah banget dibangunin. Nggak tahu mimpi apa sampai nangis kaya gini." Ify terus mengusap peluh dan air mata Rio. Sedikit khawatir karena Rio seperti sedang berada di dimensi mimpi yang sangat jauh sehingga sulit meraih kesadaran."Coba guyur pake air, Fy!" Zahra sudah datang dengan segayung air setelah sebelumnya masuk ke kamar mandi pengantin baru itu."Kasihan Mas Rio dong, Ma!""Ya terus gimana? Takutnya mimpinya terlalu jauh itu, Fy! Susah banget dibilangin jangan tidur menjelang maghrib juga, malah istrinya ditinggal sendirian," omel Zahra."Mas Rio kecapekan, Ma! Biar Ify usap aja siapa tahu Mas Rio bangun." Ify lantas mengambil alih gayung air dari tangan mertuanya, mencelupkan tangan lantas mengusapkan di wajah Rio. Dua kali usapan, kerjapan mata dari s

  • Hey, Mama!   44. Hari Bahagia (Ending)

    Gugup. Satu kata yang cukup menggambarkan bagaimana kacaunya Rio. Berkali-kali ia merapikan jas yang sudah rapi. Berjalan bolak-balik dari ranjang ke depan kaca karena takut penampilannya tidak memuaskan. Tangannya menggenggam tisu karena keringat dingin yang terus keluar. "Tenang Rio, tenang ... tarik napas ... buang ..." Rio terus menyugesti dirinya sendiri agar tak terlalu gugup. Suara pintu terbuka membuat Rio berjengit kaget. Ia menekan dadanya sendiri karena detak jantung yang semakin menggila seolah jantung itu bisa keluar dari dadanya dengan sendirinya."Mama ngangetin!" pekik Rio begitu mendapati entitas penyebab jantungnya semakin berdetak anomali."Padahal mama udah ketuk pintu, loh!" Zahra berjalan masuk perhalan. Menahan senyum melihat kegugupan sang anak yang terlihat sangat jelas."Gugup? Padahal bukan pertama kali loh!""Ish, Mama! Meskipun ini bukan pertama kali buat Rio, tapi sensasinya tetep aja bikin gugup, Ma!""Cih, cemen!" cibir Zahra yang membuat Rio melotot

  • Hey, Mama!   43. Resign

    Ify menghela napas panjang usai mendengar semua penjelasan Rio dan melihat rekaman CCTV. Memang terlihat jelas bagaimana Rio mencoba untuk menjaga jarak, tetapi perempuan itu mengambil kesempatan, dan entah kenapa momen itu tepat saat Ify tiba. Klasik, seperti momen-momen yang sering Ify baca di novel. Namun, itu juga alasan kenapa Ify mau mendengarkan penjelasan dari Rio. Ify hanya tak ingin menjadi orang yang menyesal karena kesalahpahaman."Sayang, jangan marah lagi ya! Aku minta maaf," Rio menatap Ify dengan pandangan memelas. Ify hanya mengangguk singkat. Meski tak lagi marah, tapi rasa kesal masih ada. Ingin rasanya ia menjambak rambut wanita itu hingga botak.Rio menghela napas melihat Ify yang setia dengan kebungkamannya. Harusnya ia memang mulai membuat peraturan tak tertulis kalau wanita itu kini dilarang datang ke kantornya."Aku harus apa biar kamu maafin aku?"Ify menoleh, mendapati Rio dengan ekspresi putus asa."Aku sudah maafin kamu, Mas! Lagian bukan salah Mas juga,

  • Hey, Mama!   42. Ujian

    "Ikut aku ke kantor aja gimana?" tawar Rio sebelum masuk ke mobil. "Mau ngapain, Mas? Jadwalku nanti masuk siang."Rio mencebik. "Kalau gitu nanti makan siang bareng ya?""Aku kan harus siap-siap ke restoran, Mas!""Sayaaang, nggak bisa apa bolos sehari gitu nemenin aku kerja?" Ify terkikik geli, Rio yang bertingkah clingy benar-benar sesuatu yang baru. Sisi yang cukup mengejutkan mengingat kesan pertama yang Ify lihat dari Rio adalah hot daddy."Ada ya, bos yang nyuruh karyawannya bolos?" "Ya lagian kamu sibuk banget, padahal di sini bosnya aku.""Kan aku ikut bantu ngurus persiapan pernikahan kita, Mas! Justru yang sibuk itu Mas Rio tau. Masa kita yang mau nikah tapi Mas Rio pasrah aja gitu nyerahin semuanya ke WO."Kali ini Rio menyengir dengan penuh rasa bersalah. "Maaf, sayang! Aku lagi ngebut kerjaan buat tiga bulan ke depan biar abis kita nikah, bisa honeymoon keliling dunia."Mendengar ucapan Rio, tak ayal dada Ify kembang kempis, perutnya terasa tergelitik mengundang sen

  • Hey, Mama!   41. Brother Feelings

    Mas Rio :Sayang, aku nanti agak telat nggak apa-apa ya? Masih ada sedikit pekerjaan mendesak :( Me :Nggak apa-apa, Mas!Lagian aku nanti juga mau belanja bentar di supermarketMas Rio : Belanjanya nggak pas kita pulang aja?Me :Nggak deh Mas! Takutnya nanti keburu capek, kita kan nggak tahu fitting-nya nanti sampai jam berapaMas Rio: Ya udah deh, hati-hati ya sayang!Belanja pake kartu yang aku kasih aja!Me :Iya Mas sayaang!Lagian aku cuma belanja dikit doang kok, Mas!Mas Rio: Pokoknya pake aja, Sayang! Aku nungguin notifikasi kartu yang kamu pake, nih!Me :Kamu aneh deh, Mas! Nggak takut apa kalau aku cuma mau porotin kamu doang?Mas Rio: Ngapain takut? Duitku banyak dan tugasmu buat habisinIfy tercengang tanpa bisa berkata melihat balasan terakhir dari Rio. Memang aneh orang kaya satu ini. Saat yang lain menyeleksi calonnya dengan ketat karena takut dimanfaatkan, Rio justru menyodorkan diri untuk diporoti. Jika sudah begini, maka Ify pun tak akan ragu lagi. Dengan se

  • Hey, Mama!   40. Satu Langkah

    "Pulang aja, ya! Aku lebih suka masakanmu."Ini adalah kelima kalinya Rio meminta untuk pulang. Ify hanya terdiam tanpa berniat merespon."Ify .... Sayaaang!" Rio merengek bak anak kecil, sama sekali tidak malu dengan Pak Aziz, sang supir yang tersenyum tipis melihat tingkah majikannya."Apa sih, Mas! Diem, kita hampir sampai!" Rio merengut. Menegakkan tubuhnya dengan tangan bersedekap dan memandang ke depan dengan penuh permusuhan. Bangunan hotel bintang lima itu seolah ingin ia musnahkan dalam sekali pandang."Nggak mau turun, Mas!"Ify tersenyum tipis melihat Rio yang merajuk. Sangat mirip dengan Atan. Sampai merek ke dalam hotel dan masuk ke restoran, Rio sama sekali tak berniat untuk mengubah ekspresi wajahnya yang penuh permusuhan. Semua orang yang menyapanya dengan ramah ia balas dengan pandangan dingin dan menusuk. Terutama saat melihat entitas seseorang yang kini tengah berjalan ke arah mereka dengan senyum lebarnya."Hai, Cantik! Aku udah siapin meja yang spesial buat ka

  • Hey, Mama!   39. Sampai Kapan?

    Keadaan hening di dalam lobi saat Agni, selaku mantan istri dari Rio berhasil diusir meski melibatkan satpam. Ify menghela napas sekali lagi saat Rio tak juga membuka suara."Mau sampai kapan kita kaya gini?" Ify membuka suara yang membuat Rio terlonjak kaget. Sedikit tergagap dan melihat Ify dengan sendu."Maaf," ucapnya lirih."Maaf kenapa?""Maaf karena aku selalu membuatmu dalam posisi yang sulit, aku juga selalu membuatmu berada dalam bahaya."Ify melangkahkan kakinya ke kursi yang memang tersedia di lobby dekat receptionist, duduk disana diikuti oleh Rio."Jadi itu alasan Mas Rio pergi?"Lidah Rio kelu, tak sanggup menatap Ify yang kini memusatkan perhatian padanya.Rio kembali membisu, Ify menghela napas tajam. Meskipun ada rasa tak tega melihat Rio yang sangat kacau, tapi Ify harus melakukannya. Agar Rio tak lagi mencoba kabur dan berani menghadapi ketakutannya."Itukah cara Mas untuk kabur dari tanggungjawab?" Lagi-lagi Rio tak membuka suara."Mau tahu cerita nggak, Mas? Ak

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status