Pov Deni
Ada meeting di kantor, tapi aku belum juga sampai. Jalan ibu kota hari senin begini, MasyaAllah macetnya. Sampai di kantor, aku bergegas berlari ke ruangan meeting. BRUUGG"Aw ...," teriak seorang wanita kesakitan saat tak sengaja aku menabraknya. "Maaf mbak...." Kubereskan berkas-berkasnya yang berantakan. Ku berikan berkas itu. "Deni ya? Deni Permana," ucap wanita itu,kuinggat-inggat siapa gerangan wanita cantik nan seksi ini?Mataku sampai tak berkedip melihat body nya yang, aduhai. Bikin hasratku naik saja. Hahahahaa... "Iya siapa ya?" Mataku tak bisa lepas darinya. Dag dig dug, jantungku malah semakin berdetak. "Lupa ya? aku Kamila, teman sekelas kamu waktu SMA dulu," Jelasnya.Ku ingat-ingat, bukannya Kamila dulu yang suka mengejarku, si gendut tapi sekarang duh bodynya...Hemmm. Aku sampai menahan air liur menatapnya. "O,ya aku ingat," ku berikan kartu namaku,"aku buru-buru, lain waktu kita ngobrol lagi." Kutinggalkan dia, bergegas melangkah ke ruang meeting. ***Hari demi hari aku dan Mila semakin dekat, baru aku tau dia satu kantor denganku. Ternyata dia seorang janda yang ditinggal suaminya.Ah,semakin lama rasanya aku mulai tertarik dengannya. Apalagi ditambah rasa kesal karena Nita tak kunjung bisa memberiku keturunan. Hingga suatu hari, saat aku masuk kantor. Tiba-tiba dia mengeluh sakit kepala dan memintaku mengantar ke rumahnya. Dengan senang hati aku mengantarkannya tentu setelah izin. Kreeekk... Pintu rumah Mila dibuka, tak ada orang, ya karena Mila memang tinggal seorang diri. Rumahnya pun sederhana hanya ada dua kamar, ruang tamu dan dapur. "Duduk,Mas, sebentar aku buatin minum.""Gak usah repot-repot Mil, aku cuman sebentar kok.""Gak ngrepoti kok mas, itung-itung ucapan terima kasih." Mila beranjak ke dapur membuatkanku minum. "Ini Mas, diminum. Tapi maaf adanya cuman teh." Mila memberikan secangkir teh padaku. "Makasih lho,Mil." Aku meminumnya sampai tertinggal sedikit di cangkir. "Mas, aku ganti baju dulu ya, gerah nih."Ku anggukan kepala ini. Setelah meminum teh itu, entah kenapa aku merasa gerah yang luar biasa. Detak jantungku pun semakin kencang. Hasratku semakin menggebu-gebu. Sebenarnya apa yang diberikannya padaku? "Ahh ... Mas Deni tolong!" teriak Mila dari dalam kamar. Aku berlari ke kamarnya, takut terjadi apa-apa. Kubuka pintu kamarnya, kebetulan pintunya tak dikunci. "Astaghfirullah...." Aku terkejut saat tiba-tiba Mila memelukku. "Itu...itu ada tikus mas, di sana." Mila menarikku ke dalam kamarnya. "Tidak ada apa-apa,Mil." Kucoba melepas pelukannya, tetapi justru pelukannya semakin erat. Melihat Mila yang hanya mengenakan tank top dan hot pants, membuat hasratku semakin tak terkendali. Aku lelaki normal mana mungkin tahan dengan keadaan seperti ini. Kucium Mila, dia hanya diam, pasrah. "Maaf Mil, aku kelepasan." Aku melangkahkan kaki ingin keluar kamarnya. Takut dia marah padaku. Entahlah kenapa aku jadi agresif seperti ini. Mila tak menjawab, dia justru menarik tangan ku. Syok, BRUUGG...Kami pun terjatuh,Mila tepat berada dibawahku. Tak ada jarak antar aku dan dia. Kucoba berdiri,tapi Mila justru memelukku semakin erat. Seperti kucing mendapat mangsa, takku sia-siakan kesempatan ini.Tak kupikirkan apa yang akan terjadi ke depannya. Yang aku pikir hanya bagaimana menuntaskan hasratku yang kian memuncak. Tak hanya sekali, bahkan kami sampai melakukan tiga kali pertempuran. Mila sungguh luar biasa, dia pandai memanjakanku di atas ranjang. Kucium keningnya, kupeluk tubuhnya erat. "Makasih,Sayang." Dia menenggelamkan kepalanya di dada bidangku. Tak sia-sia aku izin tak bekerja hari ini,puas aku. Hehehe...***Semakin lama hubunganku dengan Mila, semakin intim saja. Saat di kantor, aku selalu dimajakan Mila. Aku juga sering ke rumahnya. Dan dia selalu memenuhi kebutuhan batinku. Sampai saat ini Nita tak pernah sedikitpun curiga. Terbukti saat di rumah Nita melayaniku dengan baik. Sungguh nikmat sekali jika hidupku seperti ini terus. Aku sangat senang mendengar Nita terlambat datang bulan dan menyuruhku membelikan testpek. Aku sangat berharap ada janin di dalam rahim isteriku. Tapi nampaknya aku harus bersabar lagi, Nita memberitahuku kalau dia tidak hamil.Kecewa,sedih.Ya, itulah yang kurasakan. Hingga rasanya aku jenuh harus menunggu. Mila menjadi pelarianku saat aku sedang galau begini,aku lebih sering meminta jatah padanya. Mila pun selalu dapat memuaskanku. Tak kenal tempat, sering aku melakukannya di kantor, di rumah Mila, di hotel.Aku jadi sering izin dan membolos hanya untuk menuntaskan hasratku. Hingga suatu hari, Mila menyuruhku datang ke rumahnya, terpaksa aku meminta izin dengan alasan ibu sakit. Untung pihak kantor mengizinkan. ***"A-apa? Kamu hamil Mil?" tanyaku saat Mila memberikan bukti testpek padaku.Harusnya aku senang, tapi entah kenapa aku jadi takut kalau harus bertanggungjawab dan menikahi Mila, padahal aku masih sangat mencintai Nita. Aku tak mau kehilangan Nita. "Kamu harus tanggung jawab,Mas, Aku gak mau tau! Nikahi aku! Kalau tidak akan kubongkar aibku di depan istrimu!" ancam Mila. Kuanggukan kepalaku, pasrah. Mila memelukku erat. ***Sampai rumah, bingung harus bagaimana, tak mungkin aku jujur pada Nita. Bisa-bisa dia minta cerai kalau tau aku sekingkuh. Huft... "Kenapa kamu,Den? Masam begitu mukamu," tanya ibu, ku ajak ibu kekamarnya. Aku tak mau sampai Nita mendengarnya. "Ibu akan segera dapat cucu." Wajah ibu tampak berbinar bahagia. "Nita hamil?" "Bukan Bu, calon anakku dengan Mila." Menundukkan kepala takut ibu murka. "Kamu punya selingkuhan? Tak masalah, kenalkan dia pada ibu." Lega rasanya ternyata ibu mendukungku. "Dia, minta aku menikahinya,Bu." "Ok, besok minggu ajak dia ke pesta Om Mahmud tanpa Nita tentunya. Ibu akan pamerkan dia sebagai menantu ibu. Tak sabar ibu punya cucu. Setelah itu ibu akan tinggal di rumah Rani untuk merencanakan pernikahan sirimu. Kamu hanya perlu siapkan uangnya saja." Ku anggukan kepalaku. Masalah satu beres, tinggal mencari uang. Tadi dari mana aku akan dapat uang. Tak mungkin aku meminjam kantor. Kemarin saja aku sudah pinjam kantor untuk membelikan tas branded Mila. Ahha... Aku punya ide bagus, akan kugadaikan BPKB mobil Nita, toh selama ini dia tak begitu memperhatikannya. Hahahahaa ***Sah... Aku dan Mila akhirnya sah menjadi suami isteri. Walau hanya nikah siri, untung saja Mila tak banyak menuntut.Hahaha, enaknya punya dua istri. Mila selalu memanjakanku di atas ranjang, dan Nita melayaniku dengan baik. Nikmatnya. Karena sudah dua hari aku dirumah Mila, ku putuskan nanti malam pulang ke rumah. Aku tak mau Nita curiga karena aku tak pulang pulang. ***Sampai rumah kulihat ada yang berbeda dengan Nita. Ya, dia semakin cantik dan mempesona. Kalau Nita dandan seperti ini, dia lebih cantik dari Mila. Kuciumi Nita bertubi tubi, tapi justru dia mendorongku. Katanya aku bau asem. Memang benar badanku bau asem. Kuturuti dia, ku tunda dulu hasratku. "Dek..." panggilku saat kami sudah berada di atas ranjang. "Hemm." Masih asyik memainkan gawainyaAku memeluknya dari belakang, semakin lama semakin erat. Diam, Nita tak membalas pelukanku. "Dek, mas pengen ehem -ehem," bisikku di telinganya. Perlahan kuciumi dia bertubi tubi,tak ada jeda. Berusaha mencumbunya melampiaskan hasratku yang tadi tertunda. "Mas..." Sengaja kuabaikan panggilannya. Terus saja aku melancarkan aksiku. "Mas,aku baru dapet nih," ucapnya tepat di telingaku. Sontak aku hentikan aksiku. Kecewa...Ya begitulah,harus ku pendam lagi hasratku. "Mas...""Iya dek." Masih ku peluk Nita dengan erat. Rasanya enggan melepasnya."Kok BPKB mobil gak ada ya? Mas taruh dimana sih? " Terkejut ku lepas pelukanku,bingung harus menjawab apa. "Em,ya di dalam lemarilah,Dek," dustaku. "Kemarin tu aku rapiin isi lemari mas, iseng buka tempat biasanya mas taruh bpkb. Tapi gak ada. Mas pindah ya? ""Emm...besok pagi aja ya dek, Mas capek mau istirahat. Besok kan mas harus kerja." Memutar badan membelakanginya. Aku harus mencari alasan yang tepat agar Nita tak curiga. Pusing Mendadak kepala ini tak bisa diajak kompromi. Sial.Tok... Tok... "Nita buka pintunya!"Kudengar suara orang memanggil, seperti ibu. Kulihat dari balik jendela.Ow,ternyata ibu tapi dengan seorang wanita. Siapa gerangan?Kubuka pintu, lalu meberikan seulas senyum.Senyum palsu tepatnya. Namun tak dihiraukan ibu, wanita itu masuk begitu saja."Nita, itu tas Mila bawakan masuk!" ucapnya seraya menunjuk dua tas besar di teras. "Mila ayo masuk!"DEG! Tunggu, Mila? Bukannya itu nama maduku? Kutoleh wanita itu, benar saja itu Mila, sama persis di foto yang Indah kirim padaku tempo hari. Astaghfirullahalazim... Kuelus dada, mencoba menahan emosi yang semakin memuncak. Bisa-bisanya Mas Deni mengizinkan pelakor itu tinggal di rumah ini. Memang benar ini rumah orang tua Mas Deni, tapi setidaknya hargai aku sebagai istrinya.Ya Allah, kuatkan Aku! Kubawa masuk tas-tas itu ke dalam kamar tamu.Ah, malang benar nasibku, seperti jadi babu simpanan suamiku.Sabar-sabar Nita, demi mobil kembali ke tangan.Kusugesti diriku sendiri.Aku tak boleh men
Aku siapkan sarapan pagi di meja, teh hangat pun sudah tersedia. Mas Deni sudah duduk di kursi biasanya. Mila keluar dari kamarnya, ditariknya kursi di dekat Mas Deni.Tunggu dulu, tak akan ku lbiarkan itu terjadi. Dengan cepat kilat kududuki kursi itu. "Lho mbak, aku kan mau duduk di sini!" protesnya sambil menyilangkan kedua tangan di dada."Oh, kukira kamu mempersilahkan aku duduk. Inikan tempat biasanya aku duduk," jawabku santai. "Hemm, istri kamu tu mas nyebelin!" adunya."Udah, kamu duduk dekat ibu saja sana,lagian ini juga tempat duduk Nita." Mas Deni membelaku.Semakin di tekuk muka Mila, tambah sinis dia melihatku.Kupindahkan nasi dan ayam goreng ke piring Mas Deni, tak lupa sambal pete dan lalapan. Mas Deni paling suka ayam goreng dengan sambel pete.Sarapan kali ini, dengan suasana hening tanpa suara.Seperti biasa, selesai makan kuantar Mas Deni ke depan. Lho, lho, kok Mila ikut-ikutan ke depan sih?"Mas berangkat dulu ya,Dek, Mila ayo!" hendak ku cium tangan Mas Deni,
Suara mobil memasuki halaman rumah, Mas Bayu baru saja pulang dari kantor. Kuintip dia dari balik jendela.Ih ... menjijikkan! Mas Deni dan Mila saling berhadapan,tangan Mila melingkar di leher Mas Deni. Aku tahu apa yang mereka lakukan di dalam mobil. Walau tak begitu jelas,aku yakin mereka melakukan hal terlarang. Setelah mereka cukup puas, keluarlah dua insan tak memiliki urat malu dari mobil. Tangan Mila bergelayut manja di tangan Mas Deni. "Assalamuallaikum,Dek.""Wa'alaikumsalam," jawabku jutek,tak kucium tangan mas Deni. Kutinggalkan lelaki itu begitu saja mereka."Mbak, buatin minum dong! Haus nih!" perintah Mila."Kamu punya kaki dan tangan kan? Sana buat sendiri! Aku bukan babumu!" jawabku ketus, kutinggalkan mereka berdua."Tu mas, istri kamu gak tau apa, aku lagi hamil.""Huss, jangan keras-keras, nanti Nita dengar."Walau sudah di dalam kamar, aku masih bisa mendengar percakapan mereka. Mila hamil? Ya Allah Ya Robb. Drama macam apa ini?Bulir bening jatuh membasahi pipi
"It--itu mobil mobil Nita,Buk," jawabnya tergagap. "Tetap mobil itu tak akan kuberikan padamu, anggap saja itu bayaran kami tinggal di sini." Ibu tak mau kalah. "Sekarang kamu tinggalkan rumah ini, aku tak sudi punya mantu macam kamu...!""Jangan usir Nita Bu, Deni mohon.""Buat apa sih mas kamu pertahanin wanita mandul kayak Nita. Lagian sudah ada aku yang jelas-jelas sedang hamil anak kamu!" Mila tersenyum mengejak ke arah ku. Ku seka air mata yang jatuh, berlari ke kamar. Akan ku beresi barang-barangku dan pergi dari sini.DEERKubanting pintu kamar, kubuka koper, kutata baju-baju agar muat di dalam koper besar. Ternyata satu koper besar tak muat menampung pakaianku. Belum lagi hijab dan yang lain. Kumasukkan lagi baju-baju dan beragam hijab ke dalam ransel besar. Tinggal sepatu, tas, alat kosmetik. Tapi bagaimana aku membawa semua ini?Aku ingat masih punya tiga tas karung yang biasanya untuk laundry. Kucari di dalam almari.Alhamdulillah ketemu, kumasukan bermacam model tas, d
Pov AnitaAku bangun saat azan subuh berkumandang, mandi pagi dan kulanjutkan aktivitas pagi dengan beres-beres rumah. Barang bawaan, kubiarkan begitu saja, tak kusentuh. Biar nanti saja kutatasetelah sarapan pagi. Kubuka kulkas,zonk. Tak ada apapun, hanya ada air putih saja. Ya Allah... Kok aku bisa sampai lupa, kalau di rumah tak ada bahan makanan. Beras apalagi. Kuambil hijab di dalam almari, tak lupa kaos kaki. Kusambar tas dan ponsel yang ada di atas ranjang. Kemudian aku keluarkan motor. Tak lupa kukunci rumah terlebih dahulu. Aku nyalakan motor, lalu melajukan perlahan menuju pasar tradisional. Sengaja aku memilih berbelanja di pasar tradisional, bukan tanpa alasan selain harga yang lebih miring, sayur dan buah pun lebih segar.Dua puluh menit, akhirnya aku pun sampai di pasar tradisional. Aku mulai membeli beras 10 kg, telur 1kg, ayam 1 kg,dan bumbu dapur dari kecap, garam, gula merica dan lain sebagainya. Kini tinggal membeli sayur dan buah,kuputar arah,kembali ke parki
Pov MilaPertemuan tanpa sengaja dengan cinta pertamaku. Deni Permana, ya, dialah cinta pertamaku, sungguh aku tak pernah bisa melupakannya.Setelah pertemuan itu, aku dan Deni semakin sering bertemu. Dari caranya memandangku, aku tau dia menyukaiku.Pucuk di cinta ulam pun tiba. Hingga terpikir ide gila untuk memilikinya. Saat masuk kerja aku pura-pura pusing dan meminta Deni untuk mengantarku pulang. Untung saja dia juga mau.Sesampainya di rumah, kuberikan secangkir teh hangat yang telah kucampur dengan obat perangsang. Pasti sebentar lagi akan bereaksi.Kutinggalkan Deni untuk ganti baju. Sengaja aku hanya memakai tank top dan Hot pants agar Deni semakin menginginkanku.Aku pura-pura menjerit minta tolong karena ada tikus. Padahal tak ada apapun.Setelah Deni datang, kutarik dia ke dalam kamar. Ternyata tak sia-sia aku memancingnya, dia begitu menikmati setiap sentuhanku. Hingga yang kuinginkan pun terjadi, tak hanya sekali. Kami melakukannya hingga tiga kali.Semenjak kejadian itu
Aku asyik melihat sinetron dicenel ikan terbang sambil tiduran di sofa. Ah, nasibku kenapa bisa persis seperti sinetron yang baru aku tonton.Ditinggal suami selingkuh.Kurang apa sebenarnya diriku ini? Kurang cantik atau semok? Kalau dari sononya sudah begini, mau diapain lagi coba? Huft... Nasib-nasib!Tok... Tok .... "Assalamuallaikum ...."Suara pintu diketuk, disusul ucapan salam dari seorang laki-laki. Aku masih hafal betul suara itu. Suara orang yang berjanji membantuku mengambil mobil dari tangan Mas Deni. Kulangkahkan kaki menuju pintu depan dan membukanya. "Wa'alaikumsalam,mari duduk,Pak." Kutawarkan duduk di teras. Rasanya tidak baik kalau seorang laki-laki bertamu di rumah seorang wanita tanpa adanya orang ketiga. Apalagi malam-malam begini, takut terjadi fitnah. "Kedatangan saya ke sini untuk memberikan mobil dan suratnya,Mbak," ucap Pak Tomo sambil memberikan kunci dan STNK di meja. "Alhamdullillah, terima kasih,Pak. Saya jadi penasaran bagaimana ekspresi Mas Deni saa
"Nita, kok ngelamun?" tanya Indah mengagetkanku."Em ... anu ... Itu ...." Tiba-tiba hilang semua berbagai macam pertanyaan yang ingin ku tanyakan padanya. Semua hilang begitu saja. "Penasaran ya? Kenapa aku bisa bisa dapat foto Mila dengan seorang pria?" Kuanggukan kepala, bertanda menyetujui apa yang dikatakan Indah. "Tadi aku gak sengaja lihat Mila dengan seorang pria bergandengan tangan dengan mesra lewat toko pakaian yang kita masuki tadi. Karena jiwa kepoku meronta-ronta akhirnya aku ikuti mereka. Tak lupa kuabadikan moment itu," ucap Indah panjang lebar. "Apa mereka ada main ya,Ndah?""Aku juga sependapat sama kamu. Aku gak di pesenin makan atau minum gitu?" "Maaf maaf tadi kelupaan, hahahahaaa... "***Sepanjang perjalanan pulang, pikiranku masih melayang ke Mas Deni. Entah perasaan apa aku pun tak tahu , antara benci, sedikit cinta, dan kasihan. Semua berkolaborasi hingga menimbulkan perasaan tidak enak di hati. "Kok melamun lagi,Nit?" tanya Indah membuka pembicaraan. "