Share

Bab 6

last update Terakhir Diperbarui: 2022-09-06 18:47:59

Tok... Tok...

"Nita buka pintunya!"

Kudengar suara orang memanggil, seperti ibu. Kulihat dari balik jendela.Ow,ternyata ibu tapi dengan seorang wanita. Siapa gerangan?

Kubuka pintu, lalu meberikan seulas senyum.Senyum palsu tepatnya. Namun tak dihiraukan ibu, wanita itu masuk begitu saja.

"Nita, itu tas Mila bawakan masuk!" ucapnya seraya menunjuk dua tas besar di teras.

"Mila ayo masuk!"

DEG!

Tunggu, Mila? Bukannya itu nama maduku? Kutoleh wanita itu, benar saja itu Mila, sama persis di foto yang Indah kirim padaku tempo hari.

Astaghfirullahalazim...

Kuelus dada, mencoba menahan emosi yang semakin memuncak. Bisa-bisanya Mas Deni mengizinkan pelakor itu tinggal di rumah ini. Memang benar ini rumah orang tua Mas Deni, tapi setidaknya hargai aku sebagai istrinya.

Ya Allah, kuatkan Aku!

Kubawa masuk tas-tas itu ke dalam kamar tamu.

Ah, malang benar nasibku, seperti jadi babu simpanan suamiku.

Sabar-sabar Nita, demi mobil kembali ke tangan.

Kusugesti diriku sendiri.Aku tak boleh menangis.

Aku harus kuat agar tak diinjak injak mereka semua.

"Nita sini!" titah ibu.

"Iya bu, sebentar." Aku berjalan menuju ruang keluarga di mana ibu dan Mila berada.

"Kenalin ini Mila saudara sepupu Deni." Tangannya menunjuk Mila.

"Mila ...." Mila mengulurkan tangannya.

"Nita ...." Kusambut tangan Mila.

Tak sudi sebenarnya, apa ibu bilang sepupu? Sepupu tapi memadu kasih? Cuiihh! Aku tak sebodoh itu bu.

"Mulai sekarang Mila akan tinggal di sini,kamu harus hargai dia."

"Oh...," jawabku datar.

"Maaf,Bu, Nita ke kamar dulu." Aku melangkah pergi meninggalkan mereka berdua.

Mencoba kuat namun nyatanya hati tak bisa berdusata, ada luka yang begitu perih di sanubari. Aku wanita biasa yang bisa sakit melihat simpanan suamiku di depan mata.

***

"Assalamu'allaikum,dek." Kudengar suara Mas Deni dari teras.

Kusambar hijab, kukenakan lalu berjalan menuju pintu depan.

Astaghfirullah...

Pemandangan macam apa ini, Mila memeluk mesra Mas Deni. Pakai cipika cipiki segala. Geram. Kusilangkan tangan di dada. Marah? Ya, aku sangat marah. Mana ada wanita tak marah dipertontonkan adegan seperti itu di depan matanya.

Dilepasnya pelukan secara sepihak oleh Mas Deni, Mila yang tadinya keberatan, kini diam membisu saat mengetahui aku ada di dekatnya.

"Baru pulang,Mas?" Kucium tangannya dengan takzim lalu mengambil tas kerjanya.

Kulihat rona cemburu dan tak suka dari mata Mila. Sengaja kulakukan itu, biar Mila tau rasanya cemburu dan sakit hati.

"Iya dek, Mas capek ke kamar yuk." Mas Deni menggandeng tanganku.

Kulihat ada yang sedang kebakaran jenggot. Memang enak?

***

"Bobog yuk,Dek!" ajak mas Deni saat kami sudah diatas ranjang.

"Tapi aku belum ngantuk mas, baru juga jam delapan." Kulihat jam tepat diangka delapan.

"Tapi mas sudah ngantuk." Dipeluknya tubuhku erat, akhirnya mas Deni terlelap.

Kupandangi wajahnya, wajah yang dulu selalu kurindukan. Wajah yang dulu selalu terlintas dalam doaku. Tapi kini semua sirna.Tak ada lagi cinta atau rindu, yang ada hanya tinggal benci.

Lama kelamaan mataku menjadi berat, akhirnya diriku pun ikut terlelap dipelukan Mas Deni.

Perlahan kubuka mata, kulihat ke samping. Kosong, tak kutemukan sosok Mas Deni. Aku berjalan ke kamar mandi, aku terbangun juga karena ingin buang air kecil.

Kreek...

Pintu kamar mandi kubuka, Mas Deni belum juga ada di kamar. Kulihat jam menunjukkan pukul 11.30.

Sepertinya aku tau dimana Mas Deni sekarang. Keluar kamar, kini aku menuju kamar tamu,kamar yang dipakai Mila. Aku berjalan mengendap-ngendap seperti maling.

Aku tepat berada di depan pintu kamar Mila. Lalu kutempelkan telinga tepat di pintu. Terdengar jelas suara orang berdesah-desahan. Aku tau apa yang sedang mereka lakukan.Menjijikkan kamu mas!

Bulir bening kembali menetes di pipi. Ternyata rasanya masih sakit.

Tanganku sudah memegang knop pintu. Ingin rasanya kulabrak mereka berdua saat ini juga.

Tapi tunggu, aku harus memiliki video atau foto saat mereka memadu kasih. Biar jadi bukti yang memberatkan di pengadilan nanti.

Berfikir Nita, ku ketok-ketok kepalaku.

Ahaa... Aku punya ide brilian. Kutinggalkan kamar Mila perlahan, agar mereka tak curiga aku sudah menguping.

***

Azan subuh berkumandang, kubuka mata perlahan. Mas Deni tak ada di ranjang. Apa mungkin Mas Deni masih di kamar Mila? Bodo amatlah!

Melangkahkan kakiku menuju kamar mandi, terdengar dari luar gemercik air jatuh dari kran. Tampaknya Mas Deni sedang mandi. Kutunggu di depan pintu kamar mandi.

Klik...

Kreeekk...

Pintu kamar mandi dibuka, Mas Deni keluar dengan rambut basah.

"Tumben keramas pagi buta gini,Mas?"

"Em,anu dek, Mas gerah semalaman jadi mas keramas aja biar seger," ucapnya agak gugup.

Ya ialah Mas, kamu mandi besar orang semalam habis tempur dengan istri keduamu.

"Ow, masak sih mas, aku aja semalam kedinginan lho mas. Buktinya aku pakai selimut."

"Kan beda,Dek, kamu buruan mandi,dek."Mas Deni menuju almari.

Masuk ke kamar mandi, melepas baju yang kukenakan. Air mengguyur pucuk kepala hingga ujung kaki. Memijat-mijat kepala setelah kuberi shampoo.Eiit...Ada yang lupa. Kubuka sedikit pintu kamar mandi. Ku keluarkan kepala.

"Mas, shalatnya jangan lupa!" teriakku.

"Iya dek, ini mas mau shalat. Kamu itu nyuruh mas shalat atau mau ngajak mas mandi bareng nih?"godanya.

"Gak kok." Kumasukkan lagi kepala ini, lalu kukunci pintu. Tak ingin ada adegan yang tak ku nginkan terjadi.

"Hahahahaaa... "Mas Deni tertawa terbahak - bahak.

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Maaf Mas, Aku Tega!    Bab 100

    "Ayo naik, ada yang ingin saya bicarakan." Aldi segera masuk ke mobil. Dengan berat hati Indah pun masuk ke mobil Aldi. "Dasar manusia kutub egois!" umpat Indah dalam hati. Kendaraan roda empat milik Aldi berjalan meninggalkan kantor. Hening, tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut kedua orang itu. "Kamu sudah sholat?" tanya Aldi memecah keheningan. "Baru tanggal merah, Pak." Aldi tersenyum mendengar jawaban Indah. Bukan, bukan karena tanggal merah. Namun rencananya akan berjalan lancar tanpa kendala. Mobil melaju dengan kecepatan tinggi. Aldi ingin segera sampai tempat tujuan. Karena jarak kantor dan pantai yang ia tujuh hampir dua jam. "Pak, ini bukan jalan menuju rumah saya!" protes Indah karena arah jalan menuju pinggiran kota. Bukan menuju tempat tinggal gadis berambut panjang itu. "Jangan protes!" jawab Aldi dengan mata fokus melihat depat. Tak ia hiraukan wajah Indah yang menjadi masam. "Nanti orang tua saya khawatir, Pak. Putar balik, Pak. Saya ingin pulang!""

  • Maaf Mas, Aku Tega!    Bab 99

    Kini usia kandungan Intan sudah memasuki lima bulan. Selama itu pula Romi dan Intan tidur terpisah. Intan tidur di kamar tamu sedang Romi berada di lantai atas. Mereka berdua hanya bertegur sapa menggunakan ponsel. Pernah suatu ketika Romi sangat merindukan Intan. Ingin mencium istri dan bayi kembar yang ada di dalam kandungan. Namun saat bertemu Intan bukan kemesraan ya ia terima. Melainkan istrinya yang lemas karena muntah. Hampir lima bulan Intan dan Romi bagai orang asing. Romi selalu menyingkir saat bertemu Intan, begitu pula sebaliknya. [Sayang, Mas kangen. Pengen peluk.]Satu pesan masuk dari Romi, Intan tersenyum kala membaca pesan sang suami. Namun kemudian ia meneteskan air mata. Intan merasa belum bisa menjadi istri yang baik. Belum bisa melayani suami. Dalam hati wanita berhijab menjuntai itu sangat merindukan pelukan Romi. Namun lagi-lagi terhalang dengan rasa mual yang mendera. Hingga sebuah ide muncul dalam kepala Intan. Ia berharap ide ini berhasil. Dan menepis jar

  • Maaf Mas, Aku Tega!    Bab 98

    Bijaklah dalam membaca, yang dibawah umur di skip saja. Pov RomiAku berjalan menuju kamar. Jantung rasanya ingin lepas dari sarangnya, dag ... dig... dug,berdetak lebih kencang. Seperti inikah malam pertama dengan wanita yang ku cinta? Rumah sudah sepi. Mama dan papa sudah tidur di kamar. Ibu Halimah sendiri memilih pulang diantar Pak Yadi. Dan Nadia merengek minta diantar ke rumah sakit. Ku buka pintu perlahan. Intan tak ada di ranjang, pasti sedang di kamar mandi. Ku jatuhkan bobot di atas kasur. Mencoba menetralisir degup jantung ini yang tak menentu. Kreeek... Pintu kamar mandi di buka dari dalam. Mataku melotot melihat seorang wanita yang keluar. Intan memakai setelan celana dan baju lengan panjang. Rambut hitam panjangnya dibiarkan terurai begitu saja. Ia berjalan ke arahku sambil menundukkan kepala. Membuatku semakin gemas melihatnya. Perlahan Intan menjatuhkan bobot di kasur sebelahku. Wajahnya masih menunduk. Apakah ia malu dan deg-degan, seperti yang ku rasakan saat i

  • Maaf Mas, Aku Tega!    Bab 97

    Pov Romi"Ngelamun saja Rom!" Satu tepukan dipundak meyentakku dari lamunan. "Gangguin orang sedang berkhayal saja bro!" Yusuf hanya tersenyum melihat ekspresi kesal yang nampak di wajahku. "Sabar, besok juga sudah halal. Aku salut dengan kejujuranmu." Ku naikkan ujung alis ke atas. Tak mengerti dengan ucapan Yusuf barusan. Kejujuran, kejujuran apa maksudnnya?"Maksudnya apaan?""Ya, kejujuran tentang perasaan kamu sama bini aku tempo hari. Gak nyangka ternyata selama ini kamu memendam rasa pada Anita. Tunggu, apa jangan-jangan bunga waktu itu bukan untuk hadiah kehamilan melainkan untuk istriku." Kutelan saliva dengan susah payah. Ya Tuhan, kenapa Romi bisa tahu. Padahal waktu itu dia tak ada di rumah. Apa jangan-jangan Anita cerita pada Yusuf. Tapi kok rasanya tak mungkin. Anita bukan wanita yang suka mengadu atau membuka aib orang lain. "Bingung kan kenapa aku tahu semuanya padahal aku tak di rumah?" Yusuf seperti bisa membaca isi pikiranku. Apa yang harus ku jawab. Hanya satu

  • Maaf Mas, Aku Tega!    Bab 96

    Pov Intan"Intan, disaksikan kedua sahabatmu." Mas Romi menghembuskan nafas perlahan "maukah kamu menjadi ibu dari anak-anakku?"Mataku melotot mendengar perkataan Mas Romi. Mas Romi sadar kan? Dia sedang tidak membayangkan Mbak Anita kan?Aku masih diam, mulutku enggan menjawab perkataan Mas Romi. Entah mengapa aku belum percaya yang ia ucapkan. Semudah itukah dia melupakan pesona Mbak Anita? Walau tak bisa ku pungkiri, ada rasa bahagia mendengar setiap kata yang keluar dari mulutnya. "Bagaimana Intan? Maukah kamu menjadi istriku?"Jantungku dipacu lebih cepat. Dag dig dug. Jawaban apa yang harus ku katakan? "Bilang iya, Tan! Tak usah kamu merasa tak enak padaku. Aku sadar perkara hati tak bisa dipaksakan. Aku ikhlas jika kamu bersama Romi. Aku yakin suatu saat Allah akan mengirimkan seorang imam padaku." Senyum tergambar di wajah Mbak Indah. Bulir bening nan hangat mengalir tanpa dikomando. Mendengar ucapan Mbak Indah membuat suasana terasa semakin haru. Bukan hanya aku saja yang

  • Maaf Mas, Aku Tega!    Bab 95

    Aku melangkah ke rumah Yusuf dengan perasaan tak menentu. Mobil Indah dan sepeda Intan sudah terparkir rapi di carport. Apakah aku bisa menyelesaikan masalah ini dengan baik? Setelah semua jelas, akankah Intan mau menerima perjodohan kami? Bagaimana jika akhirnya kedua wanita itu justru membenciku? Berbagai prasangaka memenuhi pikiranku. Ya Allah bantu aku. Ting ... Tong .... Suara bel setelah ku tekan. Aku berdiri di depan pintu sambil meremas kedua tangan. Rasa gugup dan takut bercampur menjadi satu. Pintu di buka dari dalam. Jantung di pacu lebih cepat saat menanti siapakah orang yang membuka pintu. Semoga saja bukan Intan atau Indah. Seorang wanita paruh baya tersenyum kala menyambutku. Berjalan berjajar lalu masuk ke rumah bernuansa modern ini. "Apakah ada masalah, Rom?" tanya tante Ningrum. "Sedikit tan, hanya kesalahan pahaman saja. Ini mau diselesaikan."Ternyata masalah ini sudah sampai ke telinga tante Ningrum. Aku menjadi tak enak hati karena ketidak tegasanku yan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status