Share

Bab 6

Tok... Tok...

"Nita buka pintunya!"

Kudengar suara orang memanggil, seperti ibu. Kulihat dari balik jendela.Ow,ternyata ibu tapi dengan seorang wanita. Siapa gerangan?

Kubuka pintu, lalu meberikan seulas senyum.Senyum palsu tepatnya. Namun tak dihiraukan ibu, wanita itu masuk begitu saja.

"Nita, itu tas Mila bawakan masuk!" ucapnya seraya menunjuk dua tas besar di teras.

"Mila ayo masuk!"

DEG!

Tunggu, Mila? Bukannya itu nama maduku? Kutoleh wanita itu, benar saja itu Mila, sama persis di foto yang Indah kirim padaku tempo hari.

Astaghfirullahalazim...

Kuelus dada, mencoba menahan emosi yang semakin memuncak. Bisa-bisanya Mas Deni mengizinkan pelakor itu tinggal di rumah ini. Memang benar ini rumah orang tua Mas Deni, tapi setidaknya hargai aku sebagai istrinya.

Ya Allah, kuatkan Aku!

Kubawa masuk tas-tas itu ke dalam kamar tamu.

Ah, malang benar nasibku, seperti jadi babu simpanan suamiku.

Sabar-sabar Nita, demi mobil kembali ke tangan.

Kusugesti diriku sendiri.Aku tak boleh menangis.

Aku harus kuat agar tak diinjak injak mereka semua.

"Nita sini!" titah ibu.

"Iya bu, sebentar." Aku berjalan menuju ruang keluarga di mana ibu dan Mila berada.

"Kenalin ini Mila saudara sepupu Deni." Tangannya menunjuk Mila.

"Mila ...." Mila mengulurkan tangannya.

"Nita ...." Kusambut tangan Mila.

Tak sudi sebenarnya, apa ibu bilang sepupu? Sepupu tapi memadu kasih? Cuiihh! Aku tak sebodoh itu bu.

"Mulai sekarang Mila akan tinggal di sini,kamu harus hargai dia."

"Oh...," jawabku datar.

"Maaf,Bu, Nita ke kamar dulu." Aku melangkah pergi meninggalkan mereka berdua.

Mencoba kuat namun nyatanya hati tak bisa berdusata, ada luka yang begitu perih di sanubari. Aku wanita biasa yang bisa sakit melihat simpanan suamiku di depan mata.

***

"Assalamu'allaikum,dek." Kudengar suara Mas Deni dari teras.

Kusambar hijab, kukenakan lalu berjalan menuju pintu depan.

Astaghfirullah...

Pemandangan macam apa ini, Mila memeluk mesra Mas Deni. Pakai cipika cipiki segala. Geram. Kusilangkan tangan di dada. Marah? Ya, aku sangat marah. Mana ada wanita tak marah dipertontonkan adegan seperti itu di depan matanya.

Dilepasnya pelukan secara sepihak oleh Mas Deni, Mila yang tadinya keberatan, kini diam membisu saat mengetahui aku ada di dekatnya.

"Baru pulang,Mas?" Kucium tangannya dengan takzim lalu mengambil tas kerjanya.

Kulihat rona cemburu dan tak suka dari mata Mila. Sengaja kulakukan itu, biar Mila tau rasanya cemburu dan sakit hati.

"Iya dek, Mas capek ke kamar yuk." Mas Deni menggandeng tanganku.

Kulihat ada yang sedang kebakaran jenggot. Memang enak?

***

"Bobog yuk,Dek!" ajak mas Deni saat kami sudah diatas ranjang.

"Tapi aku belum ngantuk mas, baru juga jam delapan." Kulihat jam tepat diangka delapan.

"Tapi mas sudah ngantuk." Dipeluknya tubuhku erat, akhirnya mas Deni terlelap.

Kupandangi wajahnya, wajah yang dulu selalu kurindukan. Wajah yang dulu selalu terlintas dalam doaku. Tapi kini semua sirna.Tak ada lagi cinta atau rindu, yang ada hanya tinggal benci.

Lama kelamaan mataku menjadi berat, akhirnya diriku pun ikut terlelap dipelukan Mas Deni.

Perlahan kubuka mata, kulihat ke samping. Kosong, tak kutemukan sosok Mas Deni. Aku berjalan ke kamar mandi, aku terbangun juga karena ingin buang air kecil.

Kreek...

Pintu kamar mandi kubuka, Mas Deni belum juga ada di kamar. Kulihat jam menunjukkan pukul 11.30.

Sepertinya aku tau dimana Mas Deni sekarang. Keluar kamar, kini aku menuju kamar tamu,kamar yang dipakai Mila. Aku berjalan mengendap-ngendap seperti maling.

Aku tepat berada di depan pintu kamar Mila. Lalu kutempelkan telinga tepat di pintu. Terdengar jelas suara orang berdesah-desahan. Aku tau apa yang sedang mereka lakukan.Menjijikkan kamu mas!

Bulir bening kembali menetes di pipi. Ternyata rasanya masih sakit.

Tanganku sudah memegang knop pintu. Ingin rasanya kulabrak mereka berdua saat ini juga.

Tapi tunggu, aku harus memiliki video atau foto saat mereka memadu kasih. Biar jadi bukti yang memberatkan di pengadilan nanti.

Berfikir Nita, ku ketok-ketok kepalaku.

Ahaa... Aku punya ide brilian. Kutinggalkan kamar Mila perlahan, agar mereka tak curiga aku sudah menguping.

***

Azan subuh berkumandang, kubuka mata perlahan. Mas Deni tak ada di ranjang. Apa mungkin Mas Deni masih di kamar Mila? Bodo amatlah!

Melangkahkan kakiku menuju kamar mandi, terdengar dari luar gemercik air jatuh dari kran. Tampaknya Mas Deni sedang mandi. Kutunggu di depan pintu kamar mandi.

Klik...

Kreeekk...

Pintu kamar mandi dibuka, Mas Deni keluar dengan rambut basah.

"Tumben keramas pagi buta gini,Mas?"

"Em,anu dek, Mas gerah semalaman jadi mas keramas aja biar seger," ucapnya agak gugup.

Ya ialah Mas, kamu mandi besar orang semalam habis tempur dengan istri keduamu.

"Ow, masak sih mas, aku aja semalam kedinginan lho mas. Buktinya aku pakai selimut."

"Kan beda,Dek, kamu buruan mandi,dek."Mas Deni menuju almari.

Masuk ke kamar mandi, melepas baju yang kukenakan. Air mengguyur pucuk kepala hingga ujung kaki. Memijat-mijat kepala setelah kuberi shampoo.Eiit...Ada yang lupa. Kubuka sedikit pintu kamar mandi. Ku keluarkan kepala.

"Mas, shalatnya jangan lupa!" teriakku.

"Iya dek, ini mas mau shalat. Kamu itu nyuruh mas shalat atau mau ngajak mas mandi bareng nih?"godanya.

"Gak kok." Kumasukkan lagi kepala ini, lalu kukunci pintu. Tak ingin ada adegan yang tak ku nginkan terjadi.

"Hahahahaaa... "Mas Deni tertawa terbahak - bahak.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status