Share

Bertemu seseorang

Lingga bergegas keluar dari kamar, pintu yang tadinya terbuka, kini terlihat kosong.

"Tidak ada orang? Lalu, siapa yang membuka pintu tadi?" Lingga nampak mengerutkan keningnya.

"Apa ini ulah gadis itu? Tapi, gadis itu tidak terlihat di mana pun," lanjut Lingga, terus bermonolog sendiri.

Lama Lingga berdiri di depan pintu kamar. Intan yang merasa kondisi sudah mulai aman, melangkah santai menghampiri Lingga. "Sedang apa Pak?" tanya Intan, bersikap biasa saja.

Lingga menatap tajam Intan, matanya terus menelisik gadis yang kini berdiri di depannya. "Dari mana saja kamu? Apa tadi kamu sempat kembali?"

"Dari makan Pak. Kembali ke mana maksud Bapak?" tanya Intan, pura-pura tidak mengerti.

"Tidak ada apa! Lupakan saja! Sekarang bersiap, kita akan ke perusahaan Giant Super!" Lingga memilih masuk ke kamar lebih dulu.

'Sepertinya gadis itu tidak tau apa-apa. Mungkin benar bukan dia pelakunya.' batin Lingga.

Intan tersenyum penuh kemenangan. Sandiwaranya berhasil, Lingga tidak memperpanjang masalah pintu itu lagi.

'Lebih baik aku langsung bersiap, mumpung bos mesum itu sudah melupakan kejadian tadi,' batin Intan, bergegas menyusul Lingga.

Baru saja Intan masuk, Lingga dengan santainya membuka kemejanya. Melihat itu, Intan langsung terdiam di tempatnya. 'Sempurna' batin Intan, tanpa sadar, mulutnya terbuka. Melihat dada bidang dan perut sixpack Lingga, membuat Intan menelan air liurnya kasar. Matanya bahkan tidak berkedip sama sekali.

"Tutup mulutmu itu! Awas lalat ada yang masuk, atau mata kamu itu keluar dari tempatnya!" ujar Lingga, membuat Intan langsung tersadar.

Intan menutup mulutnya, dan kembali menormalkan ekspresi wajahnya. "Kalau mau ganti pakaian itu, minimal pintu dikunci dulu, Pak!" gerutu Intan, melangkah melewati Lingga yang sudah berpakaian rapi.

"Ini kamar siapa? Terserah saya, mau menguncinya atau tidak. Kamu saja yang main masuk sembarangan. Biasakan ketuk pintu dulu!" sahut Lingga.

Intan mendengus kesal. Kata-kata Lingga, selalu saja membuat darahnya seperti mendidih. "Bapak tunggu di luar sana! Saya mau ganti pakaian," usir Intan.

"Kalau mau ganti, ya, tinggal ganti saja. Kenapa kamu mengusir saya? Saya tidak mau keluar," tolak Lingga.

Mendengar penolakan Lingga, Intan langsung berbalik menatap tajam atasannya. "Bapak sudah gila, ya? Kita ini bukan muhrim, untuk apa Bapak di sini, sementara saya ganti pakaian? Bapak mau melihat tubuh seksi saya ini?"

"Tubuh apa kamu bilang? Seksi? Hahaha... Lihat saja tubuh kamu itu! Jangankan melihatnya polos tanpa satu helai benang pun, melihat kamu berpakaian lengkap saja, saya tidak tertarik sama sekali. Semuanya rata, seksi dari mana?" ejek Lingga, tertawa keras.

Dengan kesalnya Intan menghentakkan kakinya, berjalan melewati Lingga dengan membawa pakaiannya menuju kamar mandi. Berdebat dengan atasannya itu, membuat kepala Intan semakin terasa pusing.

'Dasar bos gila, kalau begini caranya, beban masalah yang ada dalam hidupku semakin bertambah. Baru juga mau melupakan pengkhianatan dua pasangan brengsek itu. Eh, malah harus bertemu bos gila seperti pak Lingga,' gerutu Intan di dalam kamar mandi.

Intan berdiri di depan kaca wastafel kamar mandi. Matanya terus memperhatikan setiap inci lekuk tubuhnya. "Tidak rata, seperti yang bos mesum itu bilang. Masih ada bagian yang menonjol, kok. Dada cukup besar, bagian belakang juga. Apa penglihatan bos mesum itu minus? Bisa-bisanya mengataiku rata, padahal aku ini bahenol," gumam Intan.

Waktu sudah semakin mepet, meeting sebentar lagi dimulai. Sedangkan Intan masih berdiam diri di dalam kamar mandi, sambil terus merapikan penampilannya.

"Kenapa kamu lama sekali? Intan Sasmita, cepat keluar!" teriak Lingga, sudah terlalu lama menunggu.

Intan bergegas keluar dari dalam mandi. Keningnya berkerut melihat Lingga berdiri tepat di depan pintu. "Bapak ngapain di sini? Bapak mengintip saya?" tuduh Intan.

"Siapa yang mau mengintip kamu? Lihat, jam berapa sekarang? Meeting sudah mau dimulai, sedangkan kamu dari tadi di dalam sana. Kamu tidur atau ganti pakaian?" omel Lingga.

"Maaf Pak, saya hanya merapikan pakaian dan penampilan saja. Saya harus terlihat rapi dan menarik, bukan? Masa iya, saya tampil dengan dandanan acak-acakan," sahut Intan, tanpa rasa bersalah sedikitpun.

"Terserah kamu saja! Cepat ikuti saya! Kalau seperti ini terus, kamu akan saya pecat sungguhan!" ketus Lingga, berjalan mendahului Intan.

'Salah terus, semuanya selalu saja salah,' gerutu Intan pelan, berlari kecil mengimbangi langkah Lingga yang sangat cepat.

Keduanya akhirnya tiba juga di tempat meeting. Walaupun terlambat, tetapi semua orang hanya bisa memakluminya saja tanpa mau berkomentar apa-apa. Diantara banyaknya para rekam kerja Lingga. Ada satu orang yang membuat Intan terkejut bukan main saat melihatnya.

'Astaga. Kenapa bisa bertemu di sini? Kalau sampai aku ketahuan tidur satu kamar dengan bos mesum itu, bisa bahaya. Dan, lagi. Kalau sampai bos mesum itu tau, siapa aku sebenarnya. Dia pasti akan langsung memecat aku. Dia pasti akan menganggap aku sudah membohonginya,' batin Intan terlihat gugup, kepalanya terus menunduk.

Sementara orang yang dilihat oleh Intan, malah tersenyum samar. Kemudian, mengabaikan Intan tanpa ada satu orang pun yang menyadarinya.

"Kenapa kamu terlambat datang? Apa yang kamu lakukan dengan bos baru kamu itu?" batin seseorang itu, nampak memikirkan sesuatu.

"Intan, mana berkas yang kemarin saya minta siapkan?" tanya Lingga, setengah berbisik.

Intan sedikit menjaga jarak dari Lingga. Apalagi saat merasa dirinya sedang diperhatikan. "Ada Pak, sebentar saya siapkan," sahut Intan, bergeser mengambil tas berkasnya.

"Kenapa kamu terlihat aneh? Ada apa?" tanya Lingga, heran.

Intan diam saja, tangannya terlihat gemetar saat memberikan berkas itu kepada Lingga. Tanpa berani mengangkat kepalanya, Intan terus saja menunduk.

"Dasar Intan, ada apa dengan dia?" batin seseorang itu, kembali tersenyum.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status