Satu regu pasukan elit segera dikerahkan menuju kediaman Albert, regu yang beranggotakan 30 pasukan darat dan 10 pasukan udara dipimpin langsung oleh Hans. Dari ke-30 pasukan darat, Hans hanya membawa 20 orang untuk bersamanya, sementara 10 yang lain disiagakan diatas kendaraan masing-masing, sedangkan 10 pasukan udara tetap berjaga di atas untuk menjaga kemungkinan kaburnya dari atas.
“Hai…ada apa ini?” tanya seorang pengawal yang berjaga di kediaman Albert.
“Buka pintunya jika kalian ingin selamat,” ucap Hans dengan arogan.
“Ini kediaman Tuan Albert, bagaimana mungkin Tuan Hans bisa seenaknya memberi perintah kepada kami?”
Zaaaap!
Sebuah tembakan laser langsung merobohkan penjaga itu. Sementara seorang penjaga lainnya tak bisa berbuat apa-apa dan hanya menuruti perintah Hans.
“Cepat buka pintunya!”
“Ba—baik, Tuan Hans.”
Setelah pintu terbuka, Hans kembal
Suara ledakan yang ditimbulkan oleh bom yang dilemparkan Toni menciptakan guncangan yang sangat dahsyat, getaran dan kerusakan yang ditimbulkan memicu sistem alarm di kediaman Albert. Tot! ... tot! … tot! Lampu menyala merah diiringi raungan sirine di ruangan laboratorium bawah tanah tempat Lilia dan Peter berada untuk menjaga Princess Sabrina. “Suara apa itu?” tanya Peter yang merasakan getaran diiringi suara alarm yang menggema. Lilia hanya menatap ke arah Peter seakan sama-sama mencari jawaban. “Pasti sesuatu telah terjadi di atas sana,” ucap Princess Sabrina yang tanpa sepengetahuan Peter dan Lilia sudah duduk di atas tempat tidurnya. “Sabrina?” ucap Peter dan Lilia bersama-sama karena terkejut melihat Princes Sabrina yang sudah siuman. Sabrina bangkit dan menoleh ke kanan dan ke kiri seperti mencari sesuatu, setelah melihat sebuah layar monitor yang berada di atas meja yang tak jauh dari tempat duduk Peter dan Lilia, Sabin
Tubuh ramping Anaxtra berlari dengan cepat di antara pohon-pohon hutan Lembah Dieng. Sesekali dia melakukan lompatan ke atas pohon yang besar, berayun dari satu pohon ke pohon yang lain. Lalu dia menukik ke bebatuan kecil sepanjang tepi sungai. Sesekali juga dia berlari diatas air, jangkauan lompatannya yang mampu mecapai 10 meter membuatnya seolah-olah terbang. Busur panah otomatis yang selalu menempel di lengan kirinya selalu siap menembakan anak panah laser jika ia memerlukannya. Anaxtra melompat ke sebuah batu besar yang berada di tengah sungai. Sementara di depannya sebuah tembok batu raksasa yang menyucurkan air yang jernih mencipatakan air terjun yang sangat indah. "Dari mana asal air yang mengalir ini?" kata Anaxtra dalam hati. Air terjun ini merupakan sumber air utama dari Lembah Dieng, menglir melalui sungai yang melintasi hutan dengan satu sisi merupakan bebatuan tinggi yang menjadi tembok p
"Bukankah ayahmu sedang mengembangkan papan selancar itu?" Anaxtra mengakat bahunya, "Tapi belum ada kemajuan sampai sekarang." "Sebenarnya papan selancar itu peninggalan kakekku, dalam catatan kakek, dia pernah berencana memodifikasi dengan menambahkan sensor yang berfungsi pengendalian jarak terhadap suatu benda, selain mencegah tabrakan, sensor itu berfungsi menjadikan benda apapun sebagai pijakan." "Jadi nantinya tidak hanya bertumpu pada grafitasi bumi, dengan katalain, meski menaiki tembok yang tinggi, selama bisa menahan keseimbangan, papan selancar akan tetap terbang berdasarkan jarak pada tembok itu, bukan lagi berdasar grafitasi bumi." "Namun sayang, ayahku samapai saat ini belum bisa mengaplikasikannya ke dalam papan selancar itu." "Berapa lama ayahmu akan menyelesaikannya," tanya Peter lagi masih penasaran. "Entahlah," kata Anaxtra seraya berdiri. Lalu sebelum dia berlari dengan cepat, dia kembali berkata. "Sebentar
Pegunungan Dieng adalah kawasan terdingin dengan suhu terendah mencapai 9°C. Kabut tebal sering turun bahkan sebelum matahari benar-benar tenggelam. Anaxtra masuk ke dalam rumahnya dan mendapatkan ayahnya sedang duduk sambil mengamati Papan Selancar di atas meja di depannya. "Apakah kau berhasil menambahkan sensor ke dalam papan selancar itu ayah?" tanya Anaxtra sambil ikut duduk di samping ayahnya. Pada dasarnya, Syemin ayah Anaxtra adalah seorang yang pendiam, namun dari sikapnya yang tidak banyak bicara, justru membuatnya menjadi sosok yang bersahaja dan di segani penghuni Lembah Dieng. Tak heran jika masyarakat Lembah Dieng yang hanya berjumlah kurang dari 50 orang mengangkatnya sebagai tetua. Sementara istri Syemin, ibu dari Anaxtra telah meninggal sejak Anaxtra baru lahir. Syemin hanya menganggukan kepalanya, "Tapi aku belum mengujinya, mungkin besok kau bisa mencobanya." Anaxtra menatap ayahnya dengan penuh semangat, "Bena
Sinar matahari menghangatkan Lembah Dieng, udara segar seakan menjadi nafas bagi kehidupan di dalamnya. Anaxtra meliuk-liukan tubuhnya di atas Papan Selancar menyusuri sungai, sesekali melakukan manuver dan terbang lebih tinggi di atas hutan Lembah Dieng. Sejauh dia menyusuri Lembah itu, selalu berujung pada tembok batu yang menjulang tinggi, seakan tak ada jalan keluar untuk bisa meninggalkan Lembah Dieng. Anaxtra menukik ke arah tepian sungai yang tak jauh dari air terjun, lalu mendarat dengan sempurna di atas bebatuan. Sementara tak jauh dari tempat Anaxtra mendarat, berdiri ayahnya, peter dan Lilia, adik Peter yang ikut menyaksikan uji coba Papan Selancar yang dilakukan Anaxtra. "Sensornya bekerja dengan sempurna, Ayah!" katanya kemudian. "Jika sebelumnya Papan Selancar ini hanya melayang di atas permukaan bumi, setelah penambahan sensor, Papan Selancar ini bisa menditeksi benda apapun dan melayang di atasnya, aku tadi mencobanya d
Anaxtra kembali menaiki papan seluncurnya, matanya tertuju ke tembok tinggi yang ada di depannya. Secara perlahan Papan Selancarnya melayang ke arah tembok itu. "Jangan terlalu tegang, rileks aja!" teriak ayahnya dari bawah. "Ayo semangat Anaxtra!" "Kamu pasti bisa!" teriak Peter dan Lilia saling sahut memberi semangat kepada Anaxtra. Anaxtra mengambil posisi badan yang tegak, kaki kiri berada dibelakang sementata kaki kakan di depan seperti layaknya orang mau berlari. Papan Selancar semakin dekat dengan dinding tebing, Anaxtra segera menekuk kaki kanannya dan bertumpu pada kaki kiri yang masih tegak. Dia memiringkan Papan Selancar hingga membentuk sudut 45 derajat. Setelah jarak kurang lebih 7 meter dari dinding tebing, kecepatan laju Papan Selancar agak berkurang, namun Papan itu terus mengapung naik, dan semakin naik. Anaxtra memandang sekeliling, hutan dan tempat dia tinggal terlihat hijau, Papan Selancarnya masih terus nai
Anaxtra mendarat ke atas tanah di depannya. Dia merasakan hawa yang panas langsung membalur sekujur tubuhnya. "Apakah aku di neraka?" pikirnya. Anaxtra melihat sekeliling, hampir tidak ada kehidupan. Sejauh matanya memandang, hanya hamparan kering dan gersang. Anaxtra memegang pelipis matanya, lalu sebuah layar kecil berbentuk kacamata terpampang di depan matanya. Layar itu adalah monitor radar yang mampu menditeksi pergerakan suatu benda. Dengan kaca mata itu Anaxtra kembali melihat sekeliling dengan lebih seksama. "Anaxtra! ... Anaxtra! ... apakah kau mendengarku?" terdengar suara ayahnya memanggil dari chip komunikasi yang tertanam di telinganya. "Aku mendengarmu ayah," kata Anaxtra mengaktifkan mode jawab. "Suaramu terdengar putus-putus, apakah kau baik-baik saja?" kembali suara ayahnya terdengar. Alat komunikasi yang dipakai penghuni Lembah Dieng adalah chip yang ditanam di sekitar telinga, chip ini mampu ber
Sebenarnya Anaxtra masih penasaran dengan penemuannya, namun karna dia tidak ingin membuat ayahnya cemas, dia mengurungkan niatnya untuk menyelidinya lebih jauh.Anaxtra mematikan alat komunikasinya dan menutup radar yang masih terpampang di depan kedua matanya. Dia kembali menaiki Papan Selancar dan melayang berputar untu menuruni tebing menuju ke Lembah Dieng.Jika orang yang belum pernah melihat Lembah Dieng, sesaat dari tempat Anaxtra berdiri, keberadaan lembah Dieng tidak akan pernah di ketahui, dari sana hanya terlihat awan putih. Pantas saja jika Lembah Dieng teramat terlindungi.Anaxtra menukik perlahan sepanjang tepian tebing, dia harus tetap menjaga jarak antara tebing dan Papan Selancar agar sensor bisa bekerja dan menjaganya tetap melayang. Jika tidak, tubuhnya bisa langsung merosot karena jarak sensor dengan benda tidak bisa melibihi 10 meter.Syemin, Lilia dan peter memperhatikan Anaxtra yang melayang turun dengan seksama.Dari tempat