Apakah ISBN Diperlukan Untuk Menjual Buku Kecil Di Toko Buku?

Mulai dari pengalamanku menerbitkan zine kecil untuk teman-teman, aku bilang: ISBN itu seperti kartu identitas resmi untuk bukumu—berguna tapi bukan selalu wajib.

Kalau kamu mau bukumu masuk rak toko buku besar, didistribusikan lewat grosir, atau masuk katalog online, biasanya mereka minta ISBN dan barcode supaya bisa diproses di sistem inventori. Distributor dan toko butuh nomor itu untuk pesanan, pengembalian, dan pencatatan penjualan. Tanpa ISBN peluang masuk ke jaringan distribusi jadi lebih sempit; banyak toko indie masih mau terima buku tanpa ISBN asalkan jual lewat konsinyasi atau langsung ke pemilik toko, tapi itu sering berarti jangkauan terbatas dan margin yang lebih kecil.

Di sisi lain, kalau kamu bikin beberapa lusin eksemplar untuk event, komik kecil, atau zine yang dijual langsung di festival, kamu bisa skip ISBN dan hemat biaya serta waktu. Perlu diingat bahwa setiap format (softcover, e-book, cetak ulang) idealnya punya ISBN terpisah. Untuk penerbitan kecil, pertimbangkan dulu tujuan distribusimu: kalau mau profesional dan jangka panjang, minta ISBN. Kalau sifatnya lokal, terbatas, atau eksperimental, jual tanpa ISBN dulu tidak apa-apa.

Secara pribadi, aku memilih pakai ISBN saat ingin serius masuk toko buku karena rasanya seperti loncatan kecil: lebih repot di awal, tapi membuka banyak pintu—sedangkan untuk zine temen nongkrong, kadang aku malah senang sederhana tanpa nomor resmi.

Di toko buku tempat aku sering bantu urus rak indie, aturan praktisnya jelas: ISBN memudahkan semua proses. Aku sering dapat kiriman penulis indie tanpa ISBN; toko kecil masih menerima lewat konsinyasi, tetapi ada konsekuensinya—penempatan di rak kurang menonjol, susah dipindai di kasir, dan kalau mau masuk jaringan distribusi atau dikirim ke cabang lain, hampir pasti ditolak.

Selain itu, pencatatan pajak dan laporan penjualan juga jadi rapi kalau ada ISBN. Untuk buku tanpa ISBN, pemilik toko biasanya minta label harga manual dan data stok dicatat secara terpisah—merepotkan untuk volume banyak. Kalau tujuanmu adalah memperluas jangkauan dan mempermudah pembelian konsumen, aku rekomendasikan mengurus ISBN sebelum mendekati distributor besar. Namun kalau kamu pengen tes pasar lokal dulu, opsi konsinyasi tanpa ISBN itu sah-sah saja, asal sadar batasannya.

Pengalaman paling berkesan bagiku adalah ketika sebuah buku kecil tanpa ISBN tiba-tiba viral: toko kami tetap jual dan bantu promosi, tapi proses restock dan ekspansi nyaris mustahil tanpa nomor resmi. Jadi kalau ada ambisi lebih dari sekadar penjualan lokal, ambil ISBN.

Kalau dari sudut pandang pembuat zine yang santai, aku sering bilang: kamu nggak wajib punya ISBN kalau yang dijual cuma beberapa eksemplar ke teman atau di acara komunitas. Banyak zine dan komik indie bermula tanpa ISBN, dan itu nggak mengurangi value kreatifnya.

Tapi kalau kamu mau buku itu bisa dibeli lewat toko besar, masuk katalog online, atau dibeli oleh perpustakaan, ISBN jadi penting. Selain itu, setiap format (misal ebook atau edisi revisi) idealnya punya ISBN sendiri. Praktisnya, kalau modal terbatas dan target pasar lokal, skip ISBN dulu; kalau respons bagus dan mau scale up, daftar ISBN untuk cetakan berikutnya. Aku sendiri sering mulai tanpa ISBN untuk eksperimen, lalu mendaftar setelah ada bukti pembaca—lebih hemat dan tetap fleksibel.

Kalau ditanya dari sisi praktis, aku biasanya bilang: tergantung mau dijual ke mana. Untuk marketplace online dan toko besar, ISBN hampir selalu dibutuhkan supaya buku bisa masuk katalog dan diproses oleh sistem mereka. Tanpa itu, biasanya opsi yang tersisa adalah jual langsung ke pembaca (event, pameran, atau lewat media sosial) atau menitipkan ke toko lokal dengan skema konsinyasi.

Perhatikan juga soal format—setiap edisi atau format beda perlu ISBN sendiri. Untuk penulis baru yang belum mau modal banyak, alternatifnya pakai satu kali cetak terbatas tanpa ISBN dulu, lalu kalau respons bagus, daftarkan ISBN saat cetak ulang. Aku pernah melakukan itu: awalnya cetak kecil tanpa ISBN, lalu setelah ada permintaan, daftar ISBN untuk cetakan kedua supaya bisa masuk toko dan distributor. Rasanya lega ketika buku akhirnya punya nomor resmi dan bisa dilacak di katalog.