Sementara itu, Aleena duduk di balkon rumahnya, memandangi langit sore yang mulai berwarna jingga. Angin berembus pelan, membawa aroma tanah kering yang sebentar lagi akan basah oleh hujan.
Di pangkuannya, Eve tertidur dengan napas teratur, tangan mungilnya menggenggam ujung syal milik Aleena.
Di dekat jendela, Aiden duduk dengan serius, matanya menelusuri halaman-halaman buku dongeng kesukaannya. Suasana terasa damai, sejenak seperti tidak ada apa-apa yang salah di dunia.
Ponsel Aleena bergetar pelan di sampingnya. Ia menoleh dan meraihnya dengan hati-hati agar tidak membangunkan Eve. Sebuah pesan singkat masuk, dari nomor yang tak ia simpan:
Kita perlu bicara. Bukan sebagai mantan. Tapi sebagai ayah dan ibu dari dua anak luar biasa.
–LiamAleena menatap layar itu lama. Jemarinya gemetar ringan, tapi bukan karena dingin.
Ia tahu, pembicaraan itu bukan sekadar pertemuan biasa. Apa pun yang akan dikatakan Liam nanti, itu akan menja