Darah Arsya sedikit berdesir saat mendengar apa yang barusan diucapkan Panca. Ia melirik Indah dan sedikit tenang karena melihat istrinya itu memandang Panca dengan tatapan mengasihani.
“Ngapain ke sini? Mau lihat seberapa hancur aku sekarang?” Panca kembali bersuara karena melihat Indah tidak bereaksi dengan ucapan pertamanya tadi.
Indah menggeleng malas. “Aku kira kamu punya kalimat baru untuk bikin aku marah. Ternyata masih itu-itu aja. Ck,” Indah berdecak, lalu kembali melihat ke dalam bilik kaca. “Bayiku juga sakit, In?” Indah mengulangi ucapan Panca dengan kalimat tanya.
“Iya. Bayiku juga sakit. Kamu pasti dengar dengan jelas apa yang barusan aku bilang.” Panca ikut menatap ke mana Indah memandang. Sorot matanya kosong. “Lahir kemarin nggak nangis. Sekarang masih pakai ventilator. Katanya … aritmia serius.”
Indah memandang Panca. “Gangguan jantung seperti Alif bayi aku, kan? Alif bayi aku juga memiliki kelainan jantung dari lahir. Sampai di titik ini apa kamu belum menyadari ses