เข้าสู่ระบบSetelah Indah melahirkan bayi Down Syndrome, perselingkuhan sang suami bersama mantan kekasihnya semakin menjadi. Indah berhenti dinafkahi dan terusir dari rumahnya. Membuat Indah mau tak mau kembali bekerja memenuhi kebutuhan bayi spesialnya. Dalam kehidupan yang serba sulit dan hampir putus asa, Indah dikejutkan oleh lamaran atasannya di kantor. Apa motif Arsya Anggara—pemilik salah satu perusahaan tambang nikel terbesar—menjadikan Indah; ibu tunggal dengan bayi istimewa sebagai istrinya?***Kunjungi Insstagram @juskelapa_ untuk informasi seluruh karya penulis***
ดูเพิ่มเติม“Kamu harus hati-hati sama tetangga. Meski istrimu baru sekali ke sini, tetap aja dia lebih leluasa buat ngobrol sama tetangga.” Mayang menoleh kanan-kiri sebelum keluar dari barisan kursi paling belakang. “Aku lapar, Ca. Kamu udah makan? Kalau belum sekalian pesan makan, gih.” Bicaranya masih berbisik-bisik dan langsung masuk melalui pintu belakang rumah tanpa berani menoleh mana-mana.
“Makannya boleh ditunda? Habis begituan aja ya …. Aku kangen banget. Dari kemarin kebayang terus.”Mayang menepuk lengan Panca. “Baru sehari nggak ketemu. Dan tiap ketemu pasti begituan. Masih kangen aja.”Panca meremas pinggang Mayang yang berbalut rok span sebatas lutut. Kerinduannya pada Mayang memang menggebu-gebu. Sekian tahun terpaksa berpisah dan akhirnya bisa bertemu di satu gedung perkantoran membuat Panca berjanji tak akan melepaskan wanita itu lagi. Baginya Mayang adalah wanita yang sejak dulu harusnya ia lindungi. Banyak perasaan bersalahnya pada Mayang.Panca meletakkan kunci mobil dalam bokor kuningan di sebelah televisi. Satu tangannya yang lain menenteng tas Mayang. “Dari kemarin Indah ngotot mau datang ke sini. Belum aku bolehin.” Ia merangkul Mayang dan membawa wanita itu ke kamar.Mayang mencebik. “Aku nggak mau kamu kayak gitu ke Indah. Semakin kamu menghalangi dia datang, dia pasti bakal semakin ngotot. Aku nggak mau kamu ribut besar. Aku mau ngejaga kamu, Ca.”Panca mencampakkan tas Mayang ke ranjang. “Nggak bakal ribut besar. Indah itu cinta banget sama aku. Dia naksir aku belasan tahun. Dan kamu tahu sendiri kalau aku menikahi Indah semua karena kesalahan kamu juga.” Panca meraih pinggang Mayang dan menekan tubuh mereka. Panca menangkup wajah Mayang dan menatap mata wanita itu lekat-lekat. “Aku selalu cinta kamu, Mayang. Andai kamu dulu nggak menerima perjodohan itu kita pasti udah jadi suami-istri sekarang. Bisa jadi kita udah punya anak banyak. Kamu nggak menyesal ninggalin aku?” Bibir Panca sudah bersentuhan dengan Mayang karena saat itu jarak mereka tak lebih dari sesenti.Mulut Mayang setengah terbuka. Bersiap kalau-kalau Panca melumat bibirnya. Tapi ternyata pria itu sedang mengulur waktu dengan menceritakan masa lalu.Akhirnya Mayang harus mengatakan sesuatu untuk menyudutkan Panca dengan rasa bersalah, “Aku enggak menyesal. Aku jadi tahu sosok Panca itu seperti apa. Dia cuma pria yang merenggut keperawananku dan langsung menikah dengan perawan lainnya sebegitu aku dijodohkan. Kamu nggak pernah ngerasa bersalah? Aku ditinggalkan pria yang baru sebulan menjadi suamiku karena aku nggak perawan lagi. Dan kamu nggak pernah mau repot nyari aku untuk sekedar nanya kenapa aku mau dijodohin.” Mayang membusungkan dada.Panca menyusurkan ujung lidahnya di sepanjang bibir Mayang. “Kita udah bahas ini belasan kali sejak beberapa bulan yang lalu. Sejak aku mengusahakan untuk pindah ke Jakarta biar kita bisa dekat, sejak itu pula kamu harus tahu kalau aku selalu berusaha untuk hubungan kita.” Dengan tangan masih menangkup wajah Mayang, Panca melumat bibir wanita itu dengan rakus. Rakus dan cepat. Sampai ketika ciuman itu usai membuat wajah mereka langsung memerah.Tatapan sayu Mayang menaut ke sepasang mata Panca yang menatapnya tajam. Panca memang tampan dan selalu membuatnya luluh. Meninggalkan Panca bukanlah kemauannya. Ia harus mengiyakan permintaan ibunya karena sebuah janji antar orang tua yang sulit ditampik. Pria itu anak teman akrab ayahnya dan ada setumpuk hutang masa lalu para orang tua yang harus ia tebus. Dan kini, orang tuanya menelan rasa malu yang begitu besar setelah perceraiannya.Ternyata karma itu tidak perlu menunggu lama. Panca; pria yang bertahun-tahun menjalin hubungan dengannya juga menerima perjodohan dan menikahi wanita lain. Sayangnya, Panca tidak mencampakkan istrinya karena tidak perawan. Istri Panca malah hamil anak pertama. Nama istri Panca adalah Indah. Sosok yang sangat ia benci karena mengandung benih pria yang ia cintai. Tapi rasanya tak mungkin terlalu terang-terangan menyatakan kebencian itu. Ia mencoba kembali merebut kepercayaan dengan meyakinkan pria itu bahwa mereka memang diciptakan untuk satu sama lain.Di rumah itu, di kamar Panca dan istrinya, Mayang sudah bercinta puluhan kali bersama mantan kekasihnya itu. Mereka bercinta di hotel hanya ketika istri Panca datang berkunjung.Kadang Mayang pulang setelah menghabiskan minimal dua sesi bercinta bersama Panca. Kadang kalau dua sesi bercinta tak cukup, ia menginap untuk bercinta semalam suntuk di akhir pekan. Mereka berdua pernah terjaga sampai dini hari dengan lutut bergetar. Untuk Panca, hasrat bercinta Mayang selalu ada.“Aku laper,” kata Mayang.Napas Panca sudah memburu dan makan malam bukan menjadi prioritasnya saat itu. Ia kembali menciumi Mayang dengan rakus dan membopong wanita itu ke ranjang. Waktu-waktu yang lalu pun begitu. Mereka selalu membuka pertemuan dengan bercinta. Panca mengabaikan ucapan Mayang soal makan malam. Ia malah membuka kancing kemeja wanita itu dan membenamkan wajahnya di cekungan dada Mayang setelah berhasil melepaskan semua penghalang.Panca menyergap Mayang dengan rakus dan posesif. Tak membiarkan ada waktu dan celah yang tersisa malam itu. Setiap Mayang mengungkap soal masa lalu ia selalu dikepung rasa bersalah. Mayang menjadi seorang janda karenanya. Setiap memikirkan hal itu pun membuat Hasratnya semakin membuncah. Ia menggumuli Mayang bak orang kesetanan. Staminanya tumpah ruah dan tak pernah cukup hanya sekali. Seperti malam itu ia sudah menggenangi Mayang dengan kehangatan pertama kali dan akan melanjutkan untuk kenikmatan kedua yang tak sabar dicecapnya ketika dering telepon mengganggu sesi bercinta itu.“Istri kamu ya?” tanya Mayang. Wajahnya langsung cemberut. Panca sedang berada di atas tubuhnya dan pria itu baru saja akan kembali memulai. “Jawab sekarang, Ca. Kasian kalau Indah harus nunggu.” Padahal dalam hatinya menginginkan Panca terus melanjutkan permainan mereka. Tak disangka Panca langsung melepaskan kelekatan mereka. Membuat ia terhenyak dan spontan mendorong tubuh pria itu. Panca menegakkan diri dan berjalan menjauhi ranjang masih dengan kondisi tak berbusana. Ia melengos dan ikut bangkit dari ranjang untuk masuk ke kamar mandi. Lapar yang tadi hilang kembali datang.“Halo? Ya? Mau ke Jakarta malam ini? Jangan ngaco, deh. Ini udah malam, In. Kamu lagi hamil. Apa, sih? Tiba-tiba keras kepala gitu.”Suara Panca terdengar jelas dari dalam kamar mandi. Mayang menoleh punggung Panca yang sekarang duduk di tepi ranjang masih dengan kondisi yang sama. Pelan-pelan ia menutup pintu kamar mandi dan mulai membersihkan sesuatu yang ditumpahkan Panca dalam tubuhnya. Malam itu ia sepertinya tidak mungkin menginap meski disayangkan karena besok adalah akhir pekan.Mayang sedikit jengkel. Ia memilih satu sikat gigi yang ia tahu siapa pemiliknya.“Aku pulang, ya,” ucap Mayang saat melihat Panca masuk ke kamar mandi dengan lilitan handuk. Sepertinya sudah selesai bertelepon dengan istrinya. Tak tahu apa hasil bertelepon itu.Panca tak menjawab perkataan Mayang. Malah mengangkat wanita itu ke wastafel dan memeluknya erat-erat. “Aku sayang kamu, Yang. Aku cinta.” Panca mengecup lembut leher Mayang dan menyusurkan lidahnya.“Jangan lagi, Ca. Istri kamu sebentar lagi datang. Kamu harus menyiapkan stamina buat dia. Istri kamu pasti kangen disentuh. Bagaimana pun … dia masih punya suami. Beda dengan aku. Aku dicampakkan. Aku adalah wanita yang dicampakkan suaminya hanya dalam waktu satu bulan pernikahan.” Air mata Mayang mulai menetes.Panca kembali menangkup wajah Mayang dan menciumnya. Kali ini tidak tergesa-gesa. Mayang masih terisak dan ia ikut mencecap rasa asinnya. “Jangan nangis …,” kata Panca. “Aku nggak bisa lihat kamu nangis.”“Istri kamu bakal datang, kan? Malam ini? Aku mau pulang.” Mayang berusaha melompat turun dari wastafel. Panca menahannya hanya dengan sedikit tenaga.Mayang sudah membayangkan bahwa Panca akan menghabiskan malam itu bersama istrinya. Ia semakin terisak karena merasa sangat perlu meyakinkan sesuatu.“Setiap kali Indah menelepon hatiku seperti ditusuk-tusuk,” ucap Mayang sedih.Dering ponsel kembali terdengar. Panca mengerling pintu kamar mandi yang sedikit terbuka, lalu melihat air mata sedih mantan kekasihnya.“Sudahlah … abaikan telepon itu. Malam ini dia nggak mungkin datang.” Panca menyusupkan pinggulnya di antara kaki Mayang dan memeluk erat wanita itu.-TBC-Setelah jatuh bangun menyelesaikan novel Istri Nakal Mas Petani di tahun 2023 karena sebuah penyakit serius yang paling ditakuti manusia di muka bumi, saya langsung memutuskan menulis novel Atasanku, Suami Keduaku. Tujuannya saat itu hanya satu. Saya harus tetap melatih kemampuan menulis sambil berusaha untuk sembuh dan kembali sehat. Atasanku, Suami Keduaku adalah sebuah cerita rumit yang direncanakan memiliki ratusan bab tanpa kehilangan cerita si tokoh utama. Hanya menceritakan soal Arsya dan Indah. Dua manusia yang sebenarnya keinginannya sederhana saja. Ingin bahagia dengan keluarga kecilnya. Perjalanan awal menulis novel ini di 2023 yang awalnya mulus, ternyata tidak semudah menulis bab demi bab novel di masa lalu. Akhir tahun 2024 sekali lagi saya harus berjuang untuk penyakit yang sama tapi dengan jenis yang berbeda. Malah kali itu, yang menghampiri saya ikut mengganggu kemampuan saya berkonsentrasi dan fokus. Kepala rasanya penuh, tapi sulit sekali mengeluarkan kata demi kata
Udara lembap Morowali langsung menyapa ketika pintu bandara terbuka. Angin membawa aroma asin laut bercampur debu tanah yang khas wilayah tambang. Di pelataran, sinar matahari memantul dari mobil-mobil yang berjajar. Arsya menggandeng tangan Indah, sementara tangan satunya memegang koper kecil berwarna biru tua.“Panaanya luar biasa, Bang,” keluh Indah pelan, mengipasi wajahnya dengan kertas boarding pesawat yang sudah kusut.Arsya terkekeh, menunduk sedikit agar bayangan tubuhnya menutupi Indah. “Kita sudah terbiasa AC terlalu lama, Sayang. Ini namanya kembali ke alam. Wajahnya Rakha juga sudah merah tuh.” Ia mengerling Rakha yang berada di gandengan Indah. Arsya tersenyum, menggandeng tangan Indah yang berjalan perlahan di sampingnya. Perut Indah sudah terlihat semakin membesar di usia kehamilan lima bulan. Membuat langkahnya harus lebih hati-hati.Hari itu mereka baru tiba di Morowali bukan untuk urusan kerja melainkan kunjungan ke kediaman Vino dan Mika. SB Industrial Energy seda
Tiara bersyukur karena merasa tak perlu capek-capek diet untuk memulai pria pujaannya. Sejak awal pertemuannya dengan Eric, ia sudah tahu kalau pria itu memanggil ke ruangan karena menyukai bentuk tubuhnya. Pinggul dan pahanya berisi, dadanya padat dan memiliki belahan tinggi yang mudah terlihat dari bagian atas kemejanya. Andai waktu diminta mengulang, Tiara tak pernah menyesali pertemuan itu. Tidak apa-apa kalau ia disebut bodoh. Ia memang menyukai Eric yang kejam dan sering bicara kasar. Eric tampan dan bertubuh bagus. Eric juga selalu berpakaian layaknya eksekutif muda sukses dan mahal.Meski keseringan Eric memanggilnya hanya untuk bercinta, tapi ia juga sering dipanggil hanya untuk mendengar pria itu marah dan bersumpah serapah terhadap sesuatu. Jelas sekali kalau pria itu kesepian. Apa pun itu … ia menyukai ketika Eric tak berdaya saat bercinta dengannya. Ia menyukai Eric yang bertekuk lutut karena tergila-gila pada tiap sudut tubuhnya. Ia menyukai cara Eric yang habis-habisan
Eric memang terlihat sedikit lebih tua dibanding terakhir kali Tiara melihatnya. Setidaknya saat itu Eric tidak memiliki rambut keperakan di rambutnya. Juga, sorot pemarah dan angkuh yang selalu dilihatnya dari sosok Eric lima tahun lalu kini seakan meredup. Meski nada bicaranya masih sering terdengar tidak sabar, setidaknya kini Eric lebih mau mendengar. Tidak hanya didengarkan.Kehidupan Tiara lima tahun belakangan mirip seperti roller coaster. Kembali ke Morowali dalam keadaan hamil pasti akan membuat ia hanya ditolak mentah-mentah keluarga yang pasti mementingkan uang dan nama baik. Apalagi kalau sampai ada yang tahu bahwa ia hamil anak Eric Widjaja; pemilik Pelita Sentosa yang merupakan narapidana. Tiara memutuskan tinggal di kos-kosan eksklusif yang cukup private. Selama hampir tujuh bulan ia tinggal di sepetak kamar sambil terus berhemat dan mencari jalan keluar. Selama masa kehamilannya, Tiara mengambil kursus barista singkat selama sebulan dan empat bulan belajar membuat rot
“Ke sini … ke sini.” Tiara memimpin langkah di depan. Ia membuka pintu bagian samping dengan kode kunci otomatis. Langkahnya menuju bagian belakang rumah melewati kursi-kursi cafe yang saling bersandar di meja karena hari itu cafe tak beroperasi. “Biasanya bagian belakang sini lebih cepat penuh karena orang-orang suka pemandangan dari balkon bagian belakang. Banyak pekerja tambang dari ibukota sering mampir ke sini. Kadang mereka menggunakan WiFi di sini untuk bekerja. Hari ini aku meliburkan barista dan dua pelayan karena kubilang akan menjemput Papa Erica yang baru tiba dari luar negeri.” Tiara tertawa sumbang dan menaiki tangga. Eric mengikutinya dari belakang dengan patuh.“Siapa yang memasak roti dan kue? Kamu bisa? Belajar di mana? Atau sebelumnya memang bisa!” Eric fokus untuk memenuhi rasa ingin tahunya dengan melontarkan banyak pertanyaan. Langkahnya pelan mengikuti ke mana Tiara melangkah. Ketika wanita itu berhenti di depan sebuah kamar yang pintunya bertuliskan ‘Erica’ den
Lima tahun kemudian.Di bawah jajaran pohon rindang, seorang wanita sudah cukup lama bersandar pada city car mungil berwarna abu-abu. Sesekali ia terlihat mengerling jam di tangannya. Kadang sesekali ia terlihat menunduk ke jendela mobil dan bicara dengan seseorang. Lima belas menit kemudian ia terlihat menerima telepon, lalu ia kembali bicara pada seseorang di jendela mobil dan setengah berlari untuk kembali ke belakang kemudi.“Kita ke bagian depan bangunan itu, ya. Kamu masih sabar, kan?” Wanita itu menoleh ke belakang. Sosok di belakangnya mengangguk. “Masih ingat apa yang sering kita bicarakan? Kalau ada sesuatu yang mau kamu sampaikan, kamu bisa sampaikan sekarang. Hmmm … kamu bisa sampaikan kapan aja.”“Aku tunggu di mobil aja, kan?”“Iya. Kita nggak perlu turun. Dia akan naik dan duduk di kursi depan. Kamu nggak perlu takut atau gugup. Awalnya dia memang agak terlihat … menakutkan. Tapi sebenarnya nggak. Dia cuma … kesepian.”Setelah mengitari seperempat halaman sebuah banguna
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
ความคิดเห็น