Ruangan itu seolah menahan nafas. Tegangan di dalam kamar makin menebal seakan dinding-dindingnya pun ikut menahan gejolak yang nyaris meledak. Papa Himawan berdiri dengan wajah merah padam dan menatap Sarah tajam, sementara Sarah semakin tersudut di atas ranjangnya.
“Bicara, Sarah! Jelaskan! Kenapa kamu tega melakukan ini semua?!” desak Papa Himawan lagi. Suaranya meninggi, tak mampu lagi menahan kekecewaan dan amarahnya.
Air mata Sarah semakin deras. Bahunya bergetar hebat, dan akhirnya, dengan suara serak, ia pecah juga. “Aku udah bilang sama Mama, sama Papa, kalau aku cinta sama Kak Afnan!” teriaknya di antara tangisnya.
Ruangan itu hening seketika seolah semua baru saja dipukul kenyataan yang menyakitkan.
Sarah terisak, matanya basah, wajahnya merah. “Mama juga tahu, penyebab aku kecelakaan sampai koma dua tahun itu karena aku mau nemuin Kak Afnan! Aku mau nyusulin Kak Afnan waktu dia lagi kuliah di luar kota! Tapi kalia