Bukan Pernikahan impian

Bukan Pernikahan impian

last updateHuling Na-update : 2025-06-01
By:  Catatan_SajakIn-update ngayon lang
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Hindi Sapat ang Ratings
90Mga Kabanata
209views
Basahin
Idagdag sa library

Share:  

Iulat
Buod
katalogo
I-scan ang code para mabasa sa App

Tidak sedikitpun terfikir dalam benak Safa kalau laki-laki yang dia cintai, tega mencampakkannya tepat dua hari sebelum akad mereka dilangsungkan. Dan parahnya lagi, lelaki itu malah memposting akad pernikahan dengan gadis lain di sosmed nya. Belum sembuh dari luka itu, lagi-lagi Safa dibuat hancur dan jatuh sedemikian rupa ketika sang nenek yang kembali jatuh sakit dan permintaannya untuk menikah dengan Afnan. Laki-laki yang sangat ingin Safa hindari karena beberapa insiden memalukan tiap kali mereka saling berpapasan. Ketika akad yang sudah matang dalam perencanaan bisa kandas dan hancur tak tersisa, lalu bagaimana dengan akad yang dilangsungkan karena paksaan? Bisakah berakhir bahagia?

view more

Kabanata 1

Insiden Memalukan

Entah sudah keberapa kali aku menguap karena menahan kantuk, dalam menyimak persidangan atas kasus yang dialami oleh Paman dari sahabatku, Nilam. Kalau bukan karena kasihan, tentu sudah sejak tadi aku meninggalkan ruangan ini. Tak betah sekali rasanya. Belum lagi, telinga yang terasa panas mendengar adu debat yang dilakukan kuasa hukum tersangka dengan kuasa hukum penuntut.

“Masih lama nggak sih selesainya, Nil?” tanyaku dengan mata berair karena efek menahan kantuk ini. “Aku udah nggak kuat, aku keluar duluan aja ya.”

Aku sudah bangun dari kursi dan hendak pergi, tetapi urung saat Nilam memegang tanganku. “Yah, Saf. Bentar dulu,” cegahnya dengan tatapan memelas. Tatapan yang membuatku merasa tak tega meninggalkannya.

Aku menghela nafas pelan. Baiklah! Aku akan bersabar menunggu sebentar lagi. Selang beberapa menit kemudian, pandanganku spontan menoleh ke arah Nilam begitu hasil sidang diputuskan. Dia mendesah panjang dengan tatapan penuh kekecewaan karena kasus yang dialami pamannya kini mengalami kekalahan. Wajahnya berubah mendung.

“Padahal aku yakin banget Om aku cuma difitnah. Dia nggak mungkin melakukan penggelapan dana ke Bagaskara Group. Aku yakin itu cuma jebakan.”

Berhubung tak tahu asal masalahnya seperti apa, yang kulakukan saat itu hanya manggut-manggut saja sambil sesekali mengusap punggungnya yang sudah bergetar. Tak tahu siapa yang salah dan siapa yang benar, tetapi jika dilihat dari pembelaan serta bukti yang ditunjukkan kuasa hukum penuntut tadi, rasanya mustahil kalau itu cuma jebakan. “Sekarang gimana? Kamu mau langsung pulang?” tanyaku.

“Aku mau nemuin Om aku dulu ya, San. Kamu keluar dulu aja!” sahut Nilam.

Aku mengangguk dan bangkit dari duduk meninggalkan ia yang sudah melangkah duluan menemui pamannya. Sebenarnya, ada rasa prihatin yang hadir dalam benakku untuk Nilam. Satu-satunya anggota keluarga yang sudah mengurus sejak kecil dan setia menemaninya hingga sebesar sekarang, kini harus hidup dalam jeruji besi. Setelah ini, Nilam akan sendirian.

Sama sepertiku. Setelah Mama dan Papa pergi saat usiaku masih 7 tahun, aku memutuskan tinggal bersama Nenek di desa. Hanya Nenek satu-satunya yang selalu ada untukku baik suka ataupun duka. Kalau suatu saat Nenek pergi, hidupku juga akan hancur.

...

Pandanganku menatap sekitar. Tidak ada yang menarik perhatian di ruang persidangan ini, aku memutuskan melangkah menuju taman di depan sana. Sambil berjalan ke sana, aku mengambil ponsel dari dalam tas, berniat untuk menghubungi Nenek dan menanyakan keadaannya. Sudah lebih dari tiga jam aku meninggalkannya sendiri, semoga tidak terjadi apapun pada beliau.

Loh? Kenapa tidak ada sinyal? Oh, mungkin di depan sana ada. Dengan langkah lebar-lebar sambil terus menatap ke arah ponsel, aku mencoba mencari sinyal agar bisa menghubungi Nenek.

Namun, sesuatu yang tak terduga dan hampir membuat jantungku lepas dari tempatnya terjadi saat sampai di belokan koridor. Tubuhku menabrak seseorang dengan keras hingga jatuh menimpanya. Mataku membulat sempurna saat sadar minuman yang sejak tadi kupegang tumpah mengenai jas lelaki yang kutabrak barusan.

Astaghfirullah ....” Dengan cepat, aku langsung bergerak bangun dan menatap nanar jas yang dikenakan lelaki itu. Sudah basah akibat ketumpahan minumanku tadi.

Lelaki pemilik netra tajam setajam elang itu ikut bangun dan menghadapku dengan tatapan sangar. Dengan gugup dan ketakutan yang mencuat, aku menelan ludah dengan berat, tak berani menatap matanya.

“kamu sadar apa yang sudah kamu lakukan?” tanyanya yang terdengar begitu dingin di telingaku.

Aku mengangguk kaku. Menarik nafas dalam-dalam, aku memberanikan diri mengangkat wajah dan menatap pada sepasang mata hitam legamnya. “A-aku minta maaf.”

“Maaf?” terlihat senyum miring di wajah tampannya. Ya, tampan. Ku akui dia memang tampan.

“Kamu sudah menabrak saya dan membuat pakaian saya basah! Maka—”

“Apa? Maka apa? Mau bilang maka saya akan menikahi kamu?” serobotku dengan cepat tanpa permisi.

“Hah?”

Aku berdecak, lalu menyilangkan tangan di depan dada.”Nggak usah cosplay kaya di novel-novel gitu, Mas! Kita itu tabrakan nggak sengaja, Allah Maha tahu dan Allah Maha Pengampun.” Dia memang tampan. Tetapi, aku tak mau kalau harus menikah hanya karena insiden kecil ini. Memang sih, di satu novel yang aku baca, cerita mereka berakhir happy ending. Tapi belum tentu berakhir sama kalau terjadi di dunia nyata.

“Apa maksud kamu?” Lelaki itu malah geleng-geleng kepala. Loh? Kenapa dia?

 “Saya mau katakan makanya kalau jalan hati-hati!”

Hah? Ya Allah!

Kedua mataku sontak terbelalak lebar. Gawat! Aku sudah salah persepsi. Oh Tuhan, tolong tenggelamkan aku ke dasar bumi sekarang juga!

“Apa kamu fikir saya sudah gila karena mau menikahi wanita yang saya tabrak begitu saja?” ucapnya terdengar sangat lantang.

Aku menggigit bibir bawah kuat-kuat. Kepalaku tertunduk dalam. Melalui ekor mata, aku melirik lelaki itu yang kini berdecak pelan, lalu mengedarkan pandangan ke sekitar. Mata tajam itu rupanya tengah mencari benda pipih yang berada tak jauh dari posisiku berdiri kini.

Menelan ludah sejenak. Aku langsung mengalihkan pandangan ke arah lain saat lelaki itu mengambil ponselnya dan kembali melanjutkan telepon. Sepertinya tidak rusak. Baguslah! Aku tidak perlu repot-repot ganti rugi.

Melalui ekor mata juga, aku melihat dia sempat melirikku sekilas, kemudian melenggang pergi. Saat itulah, aku akhirnya dapat bernafas lega. Namun, jantungku lagi-lagi mencelos saat merasakan tepukan lembut di bahu. Apa jangan-jangan ada orang lain di sini?

Segera aku membalikkan tubuh dan mataku melotot sempurna melihat Nilam. Dia tidak melihat yang terjadi tadi, ‘kan?

“Ni-Nilam, kamu sejak kapan di sini?”

Bukannya menjawab, Nilam malah terkekeh geli sambil menggeleng berulang kali. “Saf, barusan kamu ... ngira dia bakal nikahin kamu? Ya Allah, Safa! Safa! Kamu ada-ada aja.”

 Seketika seluruh persendianku terasa lemas. Lengkap sudah harga diriku jatuh hari ini. Ternyata Nilam juga melihat pertunjukan menyebalkan nan memalukan tadi.

“Nggak semua adegan di novel berakhir sama juga di kehidupan nyata,” celetuk Nilam masih dengan tawa yang mengudara.

Aku mendengus. Ingin rasanya mencubit dia yang masih asyik tertawa. Dasar teman durhaka. Awas saja.

“Kamu udah minta maaf sama dia belum?” tanyanya yang membuat aku langsung menatap ke arahnya dengan wajah sangar. Minta maaf? Seketika aku meringis kecil.

“Gimana mau minta maaf? Lihat mukanya aja aku nggak bisa karena malu, Nilam. Hih! Semoga aja aku nggak pernah nemuin dia lagi.” Aku menarik nafas dalam-dalam. Menatap sinis pada Nilam yang masih saja tertawa.

“Kamu mau sampai kapan ngetawain aku? Yaudah, aku pulang duluan!” Dengan wajah kesaldan hati yang teramat dongkol, aku melangkah pergi meninggalkan Nilam.

“Safa, tungguin!”

Teriakannya sama sekali tak kugubris. Aku justru semakin mempercepat langkahku. Menyebalkan! Ini semua karena laki-laki tak jelas itu.

...

Sampai di penginapan, aku langsung membuka pintu kamar dengan masih mempertahankan wajah cemberut. Langsung duduk di sofa dan menyandarkan kepala di sana, mataku mendelik tajam pada Nilam yang lagi-lagi membahas soal kejadian tadi.

“Iya-iya, aku tahu aku memang konyol.” Setelah berkata demikian, aku langsung memindahkan posisi ke samping kiri untuk membelakanginya. Niat untuk tidur seketika urung saat ponsel yang di dalam tas bergetar. Segera, kuambil ponsel itu dan hatiku langsung membuncah bahagia melihat di room chat, ada satu chat masuk dari dia.

“So sweet!” Hampir saja aku melemparkan ponsel dalam genggaman karena terlonjak kaget dengan Nilam yang tiba-tiba menyahut.

“Jangan kepo ya!” Tatapan sengit kukeluarkan pada perempuan itu.

Nilam geleng-geleng kepala. “Udah punya pacar juga, tapi kenapa malah ngarep dinikahin sama cowok lain?” ledeknya.

Lagi dan lagi dia membahas kejadian tadi. Tak berminat meladeni, akupun langsung melenggang pergi menuju kamar mandi.

Siapapun laki-laki itu, aku berharap kita tidak akan pernah dipertemukan lagi. Tak terbayang mau di kemanakan wajahku nanti kalau kembali berpapasan. Ya, semoga saja pertemuan tadi adalah pertemuan pertama dan terakhir.

Palawakin
Susunod na Kabanata
I-download

Pinakabagong kabanata

Higit pang Kabanata

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Mga Comments

Walang Komento
90 Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status