Tak lama kemudian, Hanif kembali dengan sebungkus bubur ayam dan sebotol air mineral yang ia beli di kantin rumah sakit. Selina menoleh ketika pintu ruangannya terbuka. Hanif menyodorkan bungkus bubur ayam yang telah dilengkapi oleh sendok dan mangkuk kertas itu kepada Selina.
“Ini, silakan dimakan. Sementara Mbak Selina harus mengisi perut dengan makanan lunak agar perut Mbak Selina nggak kaget. Itu pesan dari dokter,” tutur Hanif kemudian mengambil tempat duduk di samping ranjang.
Selina menerima makanan tersebut dengan perasaan malu. Aroma gurih bubur ayam dan topping di atasnya membuat perut Selina kembali bergejolak. Setelah mengunyah obat tadi, mual di perut Selina sedikit bekurang.
“Terima kasih ya, Lettu Hanif. Maaf saya terus merepotkan Lettu Hanif,” ucap Selina lirih.
Hanif menggeleng pelan. “Tolong, jangan dipikirkan, Mbak. Habiskan saja makanannya dulu lalu sebentar lagi saya akan mengantar Mbak Selina pulang.”
“Ah, saya bisa pulang sendiri. Lettu Hanif pasti ada keperluan