“Aku bawain sarapan buatmu, Mbak. Nasi uduk. Tadi aku pengen banget makan terus inget kamu jadi sekalian aku beliin.”
Sari masuk ke rumah kecil sambil meletakkan bungkusan kertas nasi ke atas meja. Ia menarik napas setelah menutup pintu.
“Sekalian minta tolong, Mbak Elok,” ucap Sari lagi. “Bisa bantu masak roti kukus buat sarapan rumah utama? Bu Retno masih sakit.”
Elok yang sedang duduk di depan meja, memandangi layar ponselnya, menoleh pelan. “Roti kukus? Sekarang?”
“Iya,” angguk Sari. “Tadi Bu Rima bilang langsung. Gak enak juga kalau dapur kosong. Aku aja udah siap bantu motongin bahan.”
Elok tersenyum kecil. “Iya, nanti aku buatin. Sekalian biar otakku enggak meledak,” jawabnya setengah bercanda.
Sari mendekat lalu duduk di seberang meja. “Masih soal foto sama bukti transfer itu?”
Elok mencondongkan ponselnya ke arah Sari. “Lihat ini.”
Sari menatap layar. Foto rak gudang toko. Jam dinding menunjukkan pukul 20.07. Sosok samar terpantul di kaca bingkai.
“Bukan Gilang. Bukan Teguh.