“Jangan tebak sekarang. Aku enggak mau berprasangka.” Elok buru-buru menutup kotak.
Sari tampak ragu. “Kalau ternyata itu Mas Teguh?”
“Enggak mungkin,” bisik Elok. Tapi nada suaranya sendiri terdengar tidak yakin.
Mereka kembali terdiam. Hanya suara burung dari halaman belakang yang terdengar samar. Elok memejamkan mata sejenak, tubuhnya masih terasa lemas sejak pagi.
Sari menyentuh lengan Elok lembut. “Mbak, kamu yakin enggak mau istirahat? Wajahmu pucat banget.”
“Aku enggak mau tidur. Kalau tidur, aku malah mimpiin hal-hal aneh lagi,” gumam Elok. “Tadi malam, aku mimpi Ayah berdiri di toko itu... terus bilang sesuatu soal api dan keheningan.”
Sari menatapnya lekat. “Kadang mimpi itu tanda.”
Elok menatap ke luar jendela. "Atau cuma isi kepalaku yang lelah."
Lalu, tanpa peringatan, suara pesan masuk terdengar dari ponsel Sari. Dia mengecek cepat. Bukan pesan penting, hanya notifikasi dari grup RT. Tapi getaran itu membuat Elok tiba-tiba tersadar akan sesuatu.
“Sari, kamu bilang kemari