Livia duduk di bangku taman, menikmati bekalnya dengan penuh semangat. Di sampingnya, Rayhan sesekali mengobrol, menanyakan hal-hal sederhana tentang bagaimana perkuliahan pertamanya. Livia, dengan kepolosannya, menjawab semua pertanyaan itu dengan antusias tanpa sadar bahwa pria di sampingnya tengah menikmati kesempatan untuk mengobrol lebih lama dengannya.
Bagi Livia, berteman dengan siapa saja adalah hal yang wajar. Ia tidak pernah berpikir bahwa tidak semua orang memiliki niat yang sama dengannya. Setiap orang yang bersikap baik padanya akan ia anggap sebagai teman, tanpa sedikit pun memikirkan kemungkinan lain.
Dari kejauhan, Zayn menyaksikan pemandangan itu dengan rahang mengatup erat. Tangannya mengepal di samping tubuhnya, berusaha menahan keinginan untuk menghampiri dan menarik gadis itu menjauh dari pria yang bahkan baru dikenalnya. Bagaimana bisa Livia begitu mudah membuka diri? Begitu mudah menerima orang asing ke dalam kehidupannya tanpa sedikit pun rasa curiga?
Ketika ak