GADIS POLOS MILIK CEO KEJAM

GADIS POLOS MILIK CEO KEJAM

last updateHuling Na-update : 2025-05-07
By:  Adelia tpnIn-update ngayon lang
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Hindi Sapat ang Ratings
55Mga Kabanata
24views
Basahin
Idagdag sa library

Share:  

Iulat
Buod
katalogo
I-scan ang code para mabasa sa App

Livia Everleigh adalah gadis polos dan kekanakan yang hidup dalam kemewahan tanpa mengetahui betapa gelapnya dunia di sekitarnya. Sebagai anak tunggal dari pasangan Richard Everleigh dan Eleanor, ia selalu dimanja dan tidak pernah menghadapi kesulitan. Livia memiliki kebiasaan unik ia sangat menyukai permen kapas dan cokelat panas. Bagi Livia, hidup adalah tentang menikmati hal-hal kecil yang manis dan menyenangkan. Ia sering membawa sekantong permen dalam tasnya dan tidak bisa tidur tanpa menyeruput cokelat panas sebelum tidur. Namun, dunia yang ia kenal hancur dalam sekejap. Ayahnya terbukti menggelapkan uang dalam jumlah besar dari perusahaan Vanderbilt Corp, yang dipimpin oleh Zayn Vanderbilt seorang CEO kejam dan berkuasa. Zayn tidak percaya pada belas kasihan. Baginya, pengkhianatan hanya bisa dibayar dengan nyawa. Ketika Richard Everleigh hampir kehilangan segalanya, Zayn memberikan satu pilihan: menyerahkan Livia sebagai jaminan, atau menghadapi konsekuensi yang lebih mematikan. Demi menyelamatkan keluarganya, Livia terpaksa masuk ke dalam dunia yang jauh berbeda dari kehidupannya yang nyaman. Di sisi Zayn, Livia menjadi seperti boneka dalam sangkar emas diperlakukan seperti tahanan, tetapi tetap dikelilingi kemewahan. Gadis polos itu tetap membawa sekantong permen di kantong bajunya, bahkan di bawah ancaman Zayn. Sementara Zayn melihatnya sebagai alat untuk membalas dendam, Livia justru berusaha memahami pria dingin yang menguasai hidupnya. Namun, apakah kepolosan dan keceriaan Livia cukup untuk meleburkan kebekuan hati Zayn? Atau ia justru akan hancur dalam permainan sang CEO kejam?

view more

Kabanata 1

Bab 1

Ruang rapat dipenuhi hawa mencekam. Di ujung meja panjang dari kayu mahoni, seorang pria duduk dengan ekspresi dingin. Matanya yang gelap dan tajam menatap pria tua di hadapannya Richard Everleigh, seorang pengusaha terhormat yang kini tak lebih dari seorang terdakwa di pengadilan pribadi milik Zayn Vanderbilt.

“Berani sekali kau menggelapkan uangku,” suara Zayn terdengar begitu pelan, namun penuh ancaman. Ia mengetuk ngetukkan jemarinya di atas meja, matanya menatap Richard seperti singa yang siap menerkam mangsanya.

Richard menelan ludah, tubuhnya bergetar hebat. "A-aku... bisa menjelaskan, Tuan Vanderbilt... aku—"

“Diam.”

Satu kata itu cukup untuk membuat Richard membisu seketika. Keringat dingin membanjiri pelipisnya.

Di sekitar ruangan, para pengawal berdiri dengan ekspresi tak terbaca. Mereka semua tahu, Zayn tidak pernah memberi kesempatan kedua kepada siapa pun yang mengkhianatinya.

Zayn mengangkat tangan, dan layar besar di ruangan itu menyala. Sebuah siaran langsung dari kamera pengintai memperlihatkan seorang wanita paruh baya duduk di ruang tamu sebuah rumah mewah.

“Istrimu,” kata Zayn santai.

Richard terperanjat. “Jangan sakiti dia! Aku mohon”

Zayn tidak menggubrisnya. Ia melirik layar lain yang kini menampilkan seorang gadis muda duduk di taman, mengenakan gaun kuning pastel dengan rambut dikepang longgar.

Livia Everleigh.

Gadis itu tidak sadar sedang menjadi objek perhatian di ruangan rapat penuh pria bersetelan mahal. Ia duduk di bangku taman, menggoyangkan kakinya dengan riang sambil memberikan sebatang cokelat kepada seekor kucing berbulu putih yang duduk di sebelahnya.

Zayn mengangkat sebelah alis.

Di saat ayahnya hampir kehilangan nyawa, gadis ini malah sibuk bermain dengan kucing dan cokelat?

Zayn menyipitkan mata, memperhatikan ekspresi gadis itu dengan penuh minat. Bibirnya yang mungil melengkung dalam senyum kecil saat kucing itu menjilat cokelatnya.

"Manis, kan? Aku juga suka cokelat ini!" Livia berbicara dengan suara lembut, seolah sedang berbincang dengan teman lamanya.

Zayn menghela napas pendek.

"Dia... polos sekali."

Begitu polosnya hingga Zayn tak bisa memutuskan apakah itu hal yang menyenangkan atau menyebalkan.

“Tuan Vanderbilt!” suara Richard menyadarkan Zayn dari lamunannya. “Aku akan mengembalikan uangnya! Beri aku waktu! Kumohon, jangan sakiti keluargaku!”

Zayn menyeringai kecil. Ia kembali menatap layar di mana Livia masih sibuk memberi makan kucing dengan cokelat tanpa tahu bahwa hidupnya akan berubah dalam hitungan detik.

Ia bersandar di kursinya, lalu menatap Richard dengan tatapan penuh arti.

“Baiklah,” katanya akhirnya.

Richard terperangah. “T-Tuan Vanderbilt... maksud Anda?”

Zayn mengetuk meja sekali, lalu mencondongkan tubuhnya ke depan.

“Aku akan membiarkan istrimu hidup.”

Richard hampir menangis lega, tapi kemudian Zayn menyeringai.

“Sebagai gantinya, aku ingin putrimu.”

Ruangan itu jatuh dalam keheningan yang menegangkan.

Richard membelalakkan mata. “A-apa?”

“Livia Everleigh.” Zayn melirik layar sekali lagi. Gadis itu masih tersenyum bahagia, tidak menyadari bahwa nasibnya sedang dipertaruhkan oleh permainan kekuasaan yang tak ia pahami.

“Aku ingin dia,” Zayn mengulang dengan suara lebih tegas. “Serahkan putrimu padaku, dan aku akan mengampuni nyawamu.”

Richard menatapnya tak percaya. “T-Tidak mungkin! Livia masih anak-anak! Dia bahkan tidak tahu apa-apa soal urusan bisnis—”

"Justru karena itu aku tertarik," potong Zayn cepat. "Gadis itu... terlalu polos untuk dunia ini."

Zayn mengangkat bahu, lalu menatap Richard dengan ekspresi mengerikan.

“Kau hanya punya dua pilihan, Richard,” katanya dengan nada santai, seolah sedang mendiskusikan cuaca. “Menyerahkan putrimu, atau aku membunuh seluruh keluargamu dalam waktu kurang dari lima menit.”

Richard hampir jatuh pingsan di tempat.

Zayn tersenyum tipis, lalu berdiri dari kursinya. Ia meraih jasnya, mengenakannya dengan santai, lalu berjalan menuju pintu.

“Keputusan ada di tanganmu.”

Zayn melangkah keluar, meninggalkan Richard yang masih terhuyung dengan wajah pucat. Saat pria itu pergi, matanya kembali melirik layar kamera pengintai.

Livia sedang mencoba menari-nari kecil di sekitar kucing, tertawa sendiri karena kucing itu terus mengejar ujung gaunnya.

Zayn tersenyum samar.

Akan menarik melihat bagaimana reaksi gadis polos itu saat dunianya dihancurkan oleh tangannya sendiri.

**********"

Richard Everleigh pulang ke rumah dengan langkah berat. Hatinya seperti diremas ribuan tangan tak kasat mata, napasnya pendek-pendek, dan pikirannya berkecamuk dalam lautan penyesalan yang tak berujung.

Bagaimana mungkin seorang ayah bisa menyerahkan putrinya sendiri? Gadis yang telah ia besarkan dengan penuh kasih sayang, yang selalu tersenyum cerah meski dunia di sekelilingnya penuh kebusukan

Tetapi di hadapan Zayn Vanderbilt, Richard bukanlah siapa-siapa.

Lelaki itu bukan sekadar pebisnis kejam. Dia adalah predator. Seorang raja dalam dunia bisnis yang tidak mengenal kata belas kasihan. Jika Richard mencoba melawan, hanya ada satu hasil kematian.

Dan jika ia mati, siapa yang akan melindungi istrinya? Siapa yang akan memastikan Livia tetap hidup?

Langkahnya terhenti di depan pintu rumah. Tangannya gemetar saat ia meraih gagang pintu, menarik napas panjang sebelum akhirnya mendorongnya perlahan.

Ceklek..

Ruangan itu sunyi.

Lalu, suara riang yang sudah dikenalnya selama dua puluh satu tahun menyambutnya dari ruang tengah.

“Papa!”

Livia berlari kecil menghampiri ayahnya dengan senyum cerah yang biasa ia tunjukkan. Rambut panjangnya yang kecokelatan dikepang dua, dan gaun tidur kuning pastel yang ia kenakan membuatnya tampak seperti gadis kecil yang baru bangun dari tidur siang.

Namun, yang membuat Richard tercekat adalah cokelat leleh yang mengotori ujung bibir putrinya.

Livia masih menggenggam sebatang cokelat, sementara di pangkuannya, seekor kucing berbulu putih mengeong pelan, menjilati sisa cokelat di tangannya.

Ayahnya hanya bisa menatapnya tanpa suara.

Sungguh ironis.

Baru beberapa jam yang lalu, ia menyaksikan Zayn Vanderbilt menatap putrinya dengan mata elangnya yang tajam, penuh intensitas yang sulit diartikan. Dan sekarang, gadis itu ada di hadapannya begitu polos, begitu tak tahu apa-apa, begitu jauh dari kebengisan dunia yang akan segera menyeretnya ke dalam kegelapan.

Livia memiringkan kepala, menyadari ekspresi ayahnya yang tampak... berbeda. “Papa?”

Richard tersentak dari lamunannya. “Ah, iya. Maaf, Papa hanya lelah.”

Livia mengernyit, lalu bergegas menarik tangan ayahnya ke sofa. “Kalau lelah, duduk dulu! Aku tadi baru saja nonton kartun, Papa mau nonton juga?”

Dia masih bisa tertawa.

Dia masih bisa tersenyum seakan dunia tidak sedang runtuh di hadapannya.

Richard ingin menangis.

Tetapi ia tidak boleh.

“Livia...” suaranya serak, matanya menatap putrinya dalam-dalam. “Ada sesuatu yang harus Papa bicarakan denganmu.”

Livia berkedip beberapa kali, lalu meletakkan cokelatnya di meja. “Hah? Kok serius banget? Apa ada masalah di kantor?”

Richard terdiam sesaat.

Ia tidak tahu bagaimana harus menjelaskan ini.

Bagaimana mungkin ia bisa berkata, ‘Papa telah menyerahkanmu pada pria yang bahkan lebih kejam dari setan’?

Namun, waktu tak akan menunggu.

Dan sebelum semuanya menjadi lebih buruk, ia harus jujur.

“Papa...” ia menarik napas dalam-dalam. “Papa telah melakukan kesalahan besar.”

Livia mengerutkan kening. “Kesalahan?”

Richard menatap mata putrinya mata indah yang selalu penuh cahaya. Ia menelan ludah, sebelum akhirnya melanjutkan, “Papa telah melakukan korupsi di perusahaan seseorang.”

Gadis itu terdiam sejenak, seolah mencoba memproses ucapan ayahnya.

“Korupsi?” ulangnya dengan suara pelan. “Kayak di berita-berita itu? Yang ambil uang kantor diam-diam?

Richard mengangguk.

Livia memiringkan kepala, lalu menatap ayahnya dengan polos. “Terus... kenapa Papa kasih tahu aku? Bukannya itu urusan kantor? Aku kan nggak ngerti soal itu.”

Richard memejamkan mata. Ini jauh lebih sulit daripada yang ia bayangkan.

Ia ingin sekali menjawab, ‘Karena akibatnya kau harus menyerahkan hidupmu kepada pria yang bahkan iblis pun takut padanya’, tapi ia tahu itu bukan cara yang tepat.

Jadi, ia mengatur napas dan berkata, “Karena akibat dari kesalahan Papa... ada seseorang yang menginginkanmu sebagai jaminan.”

Livia terdiam.

Gadis itu mengedip beberapa kali, lalu tertawa kecil. “Hah? Jaminan? Maksudnya, kayak di drama-drama gitu? Ditukar buat bayar utang?”

Richard tidak menjawab.

Senyum di wajah Livia perlahan memudar saat menyadari bahwa tidak ada canda di wajah ayahnya.

“P-Papa?” suaranya melemah.

Richard menelan ludah, tangannya gemetar saat menggenggam tangan putrinya. “Livia... Papa tidak punya pilihan lain. Jika Papa menolak, kita semua akan mati.”

Gadis itu membeku.

Lalu, setelah beberapa detik yang terasa seperti selamanya, ia tersenyum—senyum kecil yang kaku dan dipaksakan.

“Hahaha, Papa bercanda, kan?”

Richard tidak tertawa.

“Papa...?” suara Livia kini terdengar bergetar.

Tiba-tiba, bunyi bel rumah memecah keheningan.

Ting-tong!

Richard tersentak. Darahnya seolah berhenti mengalir.

Livia juga menoleh, lalu berlari kecil ke pintu. “Aku buk—”

“LIVIA, JANGAN!”

Tetapi sudah terlambat.

Begitu pintu terbuka, angin malam menerpa wajah Livia, dan di baliknya, seorang pria berdiri dengan ekspresi dingin.

Zayn Vanderbilt.

Pria itu mengenakan setelan hitam, dengan mata tajamnya yang langsung mengunci pandangan ke arah gadis itu

Livia mematung.

Matanya bertemu dengan mata pria itu, dan untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ia merasakan sesuatu yang aneh.

Bukan ketakutan.

Tapi perasaan asing yang membuat jantungnya berdetak sedikit lebih cepat.

Dan di detik itu juga, Zayn menyadari satu hal.

Gadis ini tidak tahu bahwa hidupnya akan berubah selamanya.

Palawakin
Susunod na Kabanata
I-download

Pinakabagong kabanata

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Mga Comments

Walang Komento
55 Kabanata
Bab 1
Ruang rapat dipenuhi hawa mencekam. Di ujung meja panjang dari kayu mahoni, seorang pria duduk dengan ekspresi dingin. Matanya yang gelap dan tajam menatap pria tua di hadapannya Richard Everleigh, seorang pengusaha terhormat yang kini tak lebih dari seorang terdakwa di pengadilan pribadi milik Zayn Vanderbilt. “Berani sekali kau menggelapkan uangku,” suara Zayn terdengar begitu pelan, namun penuh ancaman. Ia mengetuk ngetukkan jemarinya di atas meja, matanya menatap Richard seperti singa yang siap menerkam mangsanya. Richard menelan ludah, tubuhnya bergetar hebat. "A-aku... bisa menjelaskan, Tuan Vanderbilt... aku—" “Diam.” Satu kata itu cukup untuk membuat Richard membisu seketika. Keringat dingin membanjiri pelipisnya. Di sekitar ruangan, para pengawal berdiri dengan ekspresi tak terbaca. Mereka semua tahu, Zayn tidak pernah memberi kesempatan kedua kepada siapa pun yang mengkhianatinya. Zayn mengangkat tangan, dan layar besar di ruangan itu menyala. Sebuah siaran langs
last updateHuling Na-update : 2025-03-24
Magbasa pa
Bab 2
Livia masih berdiri di ambang pintu, terpaku menatap pria asing yang kini berdiri di hadapannya. Pria itu tinggi, lebih tinggi dari ayahnya, dengan bahu lebar dan aura dingin yang mengintimidasi. Matanya sehitam malam, menusuk ke dalam jiwanya seolah mencoba menelanjangi setiap sisi dirinya. Rahangnya tegas, dan wajahnya tanpa ekspresi, kecuali bibir tipis yang sedikit tertarik ke samping bukan senyuman, lebih seperti ejekan. Livia tidak mengenalnya. Tapi firasatnya mengatakan, pria ini bukan orang baik. “Siapa—” “Apa dia?” suara bariton pria itu memotong kata-kata Livia, mengabaikan keberadaannya seakan ia tak lebih dari sekadar barang. Richard menegang. Tangannya mengepal erat hingga buku-buku jarinya memutih. “Zayn,” katanya dengan suara pelan, nyaris seperti bisikan penuh beban. Livia mengernyit. Zayn? Nama itu terdengar familiar, seakan ia pernah mendengarnya di suatu tempat. Zayn melangkah masuk tanpa izin, gerakannya santai namun penuh otoritas, seolah rum
last updateHuling Na-update : 2025-03-24
Magbasa pa
Bab 3
Setelah beberapa jam kepergian Zayn dan Livia. Dalam rumah keluarga Everleigh yang megah, suasana mencekam menggantung di udara. Eleanor Everleigh duduk di ruang tamu dengan wajah penuh tanda tanya, jari-jarinya mengetuk meja dengan gelisah karena tidak melihat putrinya sejak tadi.Suaminya, Richard Everleigh, yang kini duduk di hadapannya kini terlihat mencoba mengungkapkan sesuatu.Namun ada sesuatu yang berbeda.“Richard, kenapa kau terlihat seperti itu?” tanyanya curiga.Richard tidak langsung menjawab. Pria itu menghela napas berat, seolah sedang mengumpulkan keberanian untuk mengucapkan sesuatu yang tak sanggup diungkapkan.“Ada masalah…” suaranya lirih.Dada Eleanor mulai terasa sesak. “Masalah apa?”Richard menggigit bibirnya, ragu-ragu. Namun, akhirnya ia berkata dengan suara yang bergetar,“Livia… dia…”Eleanor menegang."Apa yang terjadi dengan Livia?"Richard menundukkan kepalanya. “Aku… aku tidak bisa berbuat apa-apa… Aku sudah mencoba segalanya…”BRAK!Eleanor menampar m
last updateHuling Na-update : 2025-03-24
Magbasa pa
Bab 4
Mobil mewah itu berhenti di depan mansion megah yang menjulang tinggi, terpencil dari dunia luar. Gerbang hitam raksasa perlahan terbuka, seolah menyambut kedatangan mereka dengan kesan dingin dan angkuh. Di dalamnya, taman yang luas membentang, dihiasi dengan lampu-lampu taman berkilauan yang seharusnya terlihat indah, tetapi di mata Livia, tempat ini lebih menyerupai istana iblis yang mengerikan. Dia masih mengenakan gaun tidurnya, kaki telanjangnya menyentuh permukaan lantai mobil yang dingin. Air mata masih mengalir di pipinya, sesekali ia mengusapnya dengan lengan baju yang sudah basah karena tangisan yang tak kunjung berhenti sejak mereka meninggalkan rumah. “Aku ingin pulang…” suaranya lirih, hampir tak terdengar. Tidak ada jawaban. Pria di sebelahnya, Zayn Vanderbilt, tetap diam. Wajahnya sama sekali tidak menunjukkan simpati, apalagi rasa kasihan. Livia menggigit bibirnya, berusaha menahan isakan yang semakin memenuhi dadanya. “Tolong…” suara itu kembali keluar, lebih
last updateHuling Na-update : 2025-03-24
Magbasa pa
Bab 5
Livia menyesap coklat panasnya dengan penuh kebahagiaan, seolah dunia di sekitarnya tidak lagi penting. Aroma manis yang menguar dari cangkir di tangannya langsung membawa kehangatan ke dalam tubuhnya yang lelah.Ia menatap Zayn yang masih berdiri dengan ekspresi datar di seberang meja dapur. Pria itu tampak tidak terganggu dengan keberadaannya, meskipun sebenarnya dialah penyebab utama Livia ada di tempat ini sekarang.Merasa cukup puas, Livia menghela napas panjang dan berbalik, siap kembali ke kamar dan mencoba tidur.Namun…"GROOOOK!"Livia membeku.Zayn juga ikut membeku.Suasana yang semula tenang berubah hening total.Livia menunduk perlahan dan menatap perutnya sendiri yang baru saja mengeluarkan suara memalukan itu.Tidak… tidak mungkin!Muka Livia langsung memerah. Ia menggigit bibirnya, berharap bumi bisa membelah diri dan menelannya sekarang juga.Zayn, yang menyaksikan semuanya, menatapnya tanpa ekspresi. Namun, sudut bibir pria itu tampak sedikit terangkat."Perutmu baru
last updateHuling Na-update : 2025-03-24
Magbasa pa
Bab 6
Setelah selesai mandi, Livia berjalan ke ruang makan dengan langkah ringan. Rambutnya yang masih sedikit basah menjuntai di punggung, dan wajahnya terlihat lebih segar setelah air hangat membasuh kantuknya.Begitu sampai di ruang makan, matanya langsung berbinar melihat meja yang penuh dengan makanan. Ada roti panggang, telur, bacon, sosis, jus jeruk, dan berbagai menu sarapan mewah lainnya.Dan tentu saja, di ujung meja duduk seorang pria dengan ekspresi dingin dan tajam Zayn Vanderbilt.Livia mendengus dalam hati.Kenapa pria ini selalu terlihat seperti ingin membunuh seseorang?Tapi ah, itu bukan urusannya.Yang lebih penting sekarang adalah makan!Dengan semangat, Livia duduk di kursi di seberang Zayn dan mengambil piringnya sendiri. Matanya berbinar melihat makanan yang tampak lezat di depannya.Tapi saat ia hendak meraih sendok, tiba-tiba matanya menangkap sesuatu yang aneh.Atau lebih tepatnya… tidak menangkap sesuatu.Livia mengerutkan kening dan mulai mencari-cari ke sekelili
last updateHuling Na-update : 2025-03-24
Magbasa pa
Bab 7
Livia menempelkan ponsel Zayn ke telinganya dengan penuh semangat, jari kakinya berjinjit-jinjit tak sabar menunggu suara Eleanor di ujung sana.Tuuut… Tuuut…Tak lama kemudian, suara seorang wanita terdengar."Halo?""MAMA!" Livia langsung berteriak seperti anak hilang yang baru ketemu orang tuanya. "INI LIVIA! AKU BAIK-BAIK SAJA! JANGAN KHAWATIR!"Di seberang sana, Eleanor jelas hampir kena serangan jantung."Livia?! Sayang, kamu di mana?! Kamu kenapa pakai nomor orang lain?!"Livia menoleh ke Zayn dengan ekspresi dramatis. "Mama bertanya kenapa aku pakai nomor orang lain," bisiknya pelan, seolah sedang membisikkan rahasia negara.Zayn menatapnya malas. "Bilang saja ponselmu aku sita."Livia menempelkan ponsel lagi. "Mama, HP Livi disita!"Zayn nyaris tersedak napasnya sendiri."APA?! SIAPA YANG BERANI MENYITA PONSEL ANAKKU?! BIAR MAMA GUGAT!"Livia menoleh lagi ke Zayn. "Mama nanya siapa yang berani nyita HP-ku," katanya dengan wajah super polos.Zayn memijit pelipisnya. "Sialan, b
last updateHuling Na-update : 2025-03-24
Magbasa pa
Bab 8
Zayn menghela napas panjang saat duduk di dalam mobilnya. Ia pikir setelah meninggalkan rumah, ia bisa mendapatkan kedamaian sementara. Tapi ternyata tidak. Karena bahkan saat mobilnya melaju di jalanan kota, suara gadis polos itu masih terngiang di kepalanya. "Zayn! Aku mau HP-ku balik!" "Aku harus kirim emoji peluk!" "Kenapa kau tidak punya nomor Mamaku?!" Zayn memijat pelipisnya dengan frustrasi. Baru satu hari bersama Livia, dan ia sudah ingin menyerah. Ketika akhirnya sampai di gedung kantornya, para karyawan yang melihatnya langsung merasakan hawa dingin. Tuan Vanderbilt tampak lebih mengerikan dari biasanya. Tanpa sepatah kata pun, Zayn berjalan menuju ruangannya dengan langkah panjang. Namun, baru saja ia duduk dan membuka laptop, ponselnya bergetar. Melihat nama yang muncul di layar, Zayn langsung menegang. Eleanor Everleigh. Ibunya Livia. Astaga. Dengan sedikit enggan, Zayn mengangkat panggilan itu. "Ya?" Dan detik berikutnya.... "ZAYN VANDERBILT! DI MANA
last updateHuling Na-update : 2025-03-24
Magbasa pa
Bab 9
Langit malam tampak kelam, tanpa bintang yang berani menampakkan diri. Di sebuah gudang tua di pinggiran kota, suasana begitu mencekam. Bau besi dari darah yang mengering memenuhi udara. Sebuah kursi di tengah ruangan menjadi saksi bisu dari permainan kematian yang akan segera dimulai. Seseorang duduk di sana terikat, tubuhnya penuh luka, wajahnya lebam hingga sulit dikenali. Vincent Morelli. Pria yang cukup gila untuk menantang seorang Zayn Vanderbilt. Vincent pernah berpikir bahwa dia bisa menjatuhkan Zayn, mengambil bisnisnya, dan menguasai yang menjadi milik Zayn tapi sekarang? Dia hanya seseorang yang menunggu ajalnya datang. Pintu gudang terbuka. Zayn masuk. Dibalut setelan hitam sempurna, wajahnya tanpa ekspresi, matanya kosong seperti iblis tanpa hati. Di belakangnya, dua pria bertubuh besar mengikutinya, salah satunya membawa pisau kecil, yang lainnya membawa pistol. Vincent mendongak dengan sisa tenaga yang ia miliki, menatap Zayn dengan kebencian. "Bajingan..." sua
last updateHuling Na-update : 2025-03-24
Magbasa pa
Bab 10
Zayn menatap Livia yang masih duduk di lantai dengan wajah penuh harapan, matanya yang berbinar seperti anak kecil yang baru saja dijanjikan permen. Dia benar-benar tidak habis pikir. Dari semua masalah yang bisa terjadi dalam hidupnya, kini dia harus menangani seorang gadis dewasa yang menangis hanya karena boneka kelinci bernama Caca.Ponsel masih melekat di telinganya saat ia menghela napas panjang. "Ambil boneka kelinci di rumah keluarga Everleigh. Jangan ada yang melihatmu," ucapnya kepada orang di seberang telepon.Livia langsung bertepuk tangan girang. "Yay! Caca akan kembali!" Zayn menutup teleponnya lalu menatap Livia dengan tatapan datar. "Tapi semalam kau tidur baik-baik saja tanpa Caca sialanmu itu."Seharusnya itu pernyataan biasa. Seharusnya Livia hanya akan mengangguk atau mengucapkan terima kasih. Tapi tidak.Sebaliknya, Livia malah terdiam sesaat, sebelum wajahnya berubah merah padam seperti kepiting rebus. "A-Aku tidak tidur!" Livia buru-buru bangkit dari lantai,
last updateHuling Na-update : 2025-03-25
Magbasa pa
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status