Langit Meksiko malam itu menggantung pekat di atas gedung tua yang terletak di pinggiran kota, jauh dari keramaian. Udara lembap dan angin membawa aroma karat dari besi tua serta debu yang menumpuk di sudut-sudut bangunan terbengkalai itu.
Di dalamnya, lampu sorot tunggal menyala, menggantung dari langit-langit seperti titik terang terakhir di tengah kegelapan yang menyesakkan.
Felix berdiri di ambang pintu masuk dengan tubuh tegap, wajah tegang, dan mata tajam yang tak pernah lepas dari sosok pria tinggi di seberangnya. Marco.
Bekas tangan kanan Anthony Ricardo, ayahnya sendiri. Dan kini—musuh yang menyimpan dendam bertahun-tahun.
Di sudut ruangan, Davina duduk lemah di kursi dengan tangan masih terikat. Meski tubuhnya lelah dan wajahnya penuh luka, sorot matanya tetap kuat. Ia tidak berkata apa-apa, namun lirih memandang Felix, seolah ingin berteriak: Jangan terjebak.
"Sudah lama, Felix," sapa Marco, suaranya datar tapi beracun. "Kau datang sendirian. Cerdas... atau bodoh?"
Felix ti