Emily Charlotte Harland, wanita malang yang harus menjadi pengantin pengganti kakaknya sendiri mendapat perlakuan kejam dari sang suami--Felix Anthony. Pria kejam berusia tiga puluh tahun itu menjadikan Emily sebagai alat dendamnya pada keluarga Harland yang telah menipunya. Bahkan gadis berusia dua puluh tiga tahun itu dijadikan pemuas hasrat Felix. Antara amarah, dendam dan juga gairah yang tiba-tiba menggebu dalam diri Felix, mampukah Emily bertahan dalam rumah tangga yang tidak seharusnya ia jalani?
Voir plus"Pernikahan akan tetap dilaksanakan. Emily, anak bungsu si tua bangka itu, akan menjadi pengganti Marsha.”
Di tengah keramaian, Felix Anthony, pria tampan berusia tiga puluh tahun, seorang mafia yang terkenal kejam dan berkuasa di kota itu, dengan jas hitam elegan, berdiri tegak di depan altar.
Wajahnya terlihat dingin dan penuh amarah setelah mendengar pengakuan Marsha bahwa ia mencintai pria lain dan menolak melanjutkan pernikahan.
Felix mengarahkan pandangannya ke arah Emily, adik bungsu Marsha, yang berdiri tak jauh darinya. Emily, wanita berusia dua puluh tiga tahun itu, mengenakan gaun putih sederhana, awalnya hanya berniat hadir sebagai tamu. Namun, nasib berkata lain.
Emily sontak menoleh dengan mata membelalak. “Apa maksudmu?” tanyanya dengan nada tidak percaya. “Aku tidak mau menikah denganmu, Felix!”
Tatapan Felix semakin tajam. "Aku tidak memberi pilihan, Emily. Jika kau menolak, kau tahu apa yang akan terjadi pada keluargamu," desisnya pelan, tetapi cukup jelas untuk membuat Emily bergidik.
"Apa? Kau gila! Aku bukan barang yang bisa kau gunakan sesuka hati!"
Felix melangkah mendekat, ekspresinya tidak berubah sedikit pun. "Lagi pula," ujarnya sambil melirik gaun yang dikenakan Emily, "gaunmu sudah memperlihatkan bahwa kau bersedia menjadi pengantinku hari ini."
Emily menunduk, melihat gaunnya. Ia tidak pernah menyangka bahwa pakaian sederhana yang ia kenakan akan menjadi alasan bagi Felix untuk menyeretnya ke dalam mimpi buruk ini.
Harland, ayah tiri Emily, tiba-tiba menghampiri putri dari istri yang dia nikahi sepuluh tahun yang lalu. Wajahnya penuh kecemasan dan ketakutan.
"Emily, tolong," ucap Harland dengan suara bergetar. "Aku mohon, lakukan ini untuk keluarga kita. Perusahaan kita tidak akan bertahan jika kau tidak menikah dengannya."
"Tapi, Ayah…" Emily berbisik, suaranya nyaris tak terdengar. Air matanya mulai menggenang. Ia tidak percaya ayahnya memintanya untuk mengorbankan kebahagiaannya demi menyelamatkan perusahaan.
“Pendeta sudah tiba,” potong Felix tanpa memberi kesempatan Emily untuk membantah lebih jauh. Ia meraih tangan Emily dengan paksa dan membawanya ke altar.
Emily berusaha menarik tangannya. "Aku belum mengiyakan—"
“Kau ingin melihat keluargamu mati di tanganku?” bisik Felix dengan nada dingin, cukup dekat hingga hanya Emily yang mendengar.
Ancaman itu membuat tubuhnya kaku. Tangannya gemetar, dan napasnya tersengal. Ia tahu Felix bukan tipe pria yang hanya berbicara tanpa tindakan.
Semua mata tertuju pada mereka saat Felix dan Emily berdiri berdampingan di depan pendeta. Emily mencoba menahan tangis yang hampir pecah, tetapi matanya yang memerah menunjukkan betapa hancurnya hatinya.
Emily ingin berteriak, ingin melarikan diri dari tempat itu, tetapi ancaman Felix dan pandangan penuh permohonan dari ayahnya membuatnya tak berdaya.
Ketika pendeta menanyakan persetujuan, suara Felix terdengar tegas dan tanpa ragu, "Ya, saya bersedia."
Namun, saat giliran Emily, ada jeda panjang. Semua tamu menunggu dengan tegang. Bibir Emily bergetar, dan butiran air mata mulai jatuh di pipinya. Ia akhirnya berkata dengan suara yang hampir tak terdengar, "Ya, saya bersedia."
Pendeta pun melanjutkan prosesi. Beberapa saat kemudian, Felix dan Emily dinyatakan resmi sebagai suami istri.
Tepuk tangan menggema di aula, tetapi di hati Emily hanya ada kehancuran. Ia kini resmi menjadi Nyonya Anthony, istri dari pria yang sama sekali tidak ia cintai.
Perasaan terperangkap dan tak berdaya memenuhi dirinya. Felix, di sisi lain, tampak puas dengan hasilnya, seolah kemenangan telah ia raih tanpa peduli pada kehancuran yang ia tinggalkan di hati wanita yang kini menjadi istrinya.
**
“Lepaskan pakaianmu.”
Emily mendongak yang tengah duduk di tepi tempat tidur. Acara pernikahan sudah selesai dan kini mereka berdua sedang berada di dalam kamar hotel.
“A—apa maksudmu?” tanyanya dengan lirih. “Bukankah kau hanya ingin pernikahan ini tetap dilaksanakan?” sambungnya dengan mata menatap nanar wajah dingin Felix.
Pria itu menatap dingin wajah Emily yang tampak lebih cantik dari kakaknya yang sudah menipunya itu. Tidak terlalu buruk untuk dijadikan wanita penggantinya.
“Tidak usah pura-pura polos, Emily. Kau tahu apa yang akan dilakukan pasangan pengantin setelah resmi menjadi suami istri,” desisnya menatap tajam wajah Emily.
“Sekarang buka pakaianmu dan layani aku malam ini,” ucapnya membuat jantung Emily berdetak dengan sangat kencang.
Emily hanya bisa menelan ludah mendengar perintah dari suaminya itu. Ingin menolak, namun ia sadar jika Felix memang sudah menjadi suaminya.
Tidak ada perlawanan yang kuat dari Emily. Felix melihat Emily seperti mangsa yang siap disantap saat dirinya berhasil menanggalkan pakaian yang ada di tubuh Emily.
“Jangan bersikap seolah kau tidak pernah melakukannya, Emily,” desis Felix ketika melihat Emily yang membeku bagai robot.
“A—aku memang belum pernah melakukannya. Jadi, kumohon lakukan dengan hati-hati,” pinta Emily, matanya tertutup sangat rapat karena tidak mau melihat Felix yang akan menggagahinya.
Felix menyeringai menyeramkan. “Oh! Mainan yang sangat menyenangkan,” bisiknya kemudian melahap bibir wanita itu dengan rakus.
Emily kehabisan oksigen akibat ciuman panas yang dilakukan oleh Felix padanya. Tangannya memegang erat lengan berotot pria itu, menahan ciuman ganasnya.
“Akh! Aku mohon, lakukan dengan hati-hati. Ini sangat sakit,” lirih Emily sekali lagi memohon agar Felix bermain dengan hati.
“In your dream, Emily,” ucap Felix membuat kening Emily berkerut bingung.
“Memang ini yang harus dibayar atas apa yang telah kakakmu lakukan padaku,” ucapnya kemudian menyatukan tubuhnya kembali setelah berhasil membobol keperawanan Emily.
Sekali lagi Emily menjerit. Air mata akhirnya runtuh saat merasakan perih yang luar biasa menghantam tubuhnya.
“Dengar, Emily,” bisik Felix dengan suara beratnya. “Aku akan menciptakan neraka di hidupmu setelah ini. Bersiaplah menyambut amarahku atas apa yang telah keluargamu lakukan padaku!”
Cahaya senja membias di jendela kaca besar kantor pusat Felix Corporation.Di dalam ruangannya yang luas dan kini terasa jauh lebih tenang, Felix berdiri memandangi kota Meksiko yang tengah sibuk menjelang malam. Di tangan kirinya tergenggam selembar laporan penahanan atas nama Marsha Estrella Germain.Ia memejamkan mata sejenak, membiarkan udara masuk perlahan ke dalam paru-parunya. Semua terasa nyata—dan berakhir. Setelah berbulan-bulan permainan kotor dan manipulasi, akhirnya satu per satu kepingan masalah itu runtuh.Di sisi lain kota, Marsha baru saja dibawa menuju ruang tahanan wanita dengan wajah kusut dan rambut berantakan.Tuduhan atas pemalsuan identitas, pencemaran nama baik, serta keterlibatannya dalam konspirasi pemalsuan hasil DNA, kini resmi menjatuhkan vonis yang akan lama membelenggunya.Saat pintu sel tertutup di belakang punggungnya, Marsha terduduk di lantai. Ia memeluk lutut, matanya menatap kosong ke arah jeruji besi yang dingin. Tak ada lagi senyum licik, tak ad
Pagi yang biasanya penuh ketenangan di rumah besar keluarga Felix berubah menjadi hiruk-pikuk.Berita di layar televisi menampilkan laporan mendesak tentang proyek konstruksi milik Felix yang tiba-tiba dihentikan oleh pihak berwenang karena tuduhan pemalsuan dokumen legal dan ketidaksesuaian struktur bangunan.Emily yang tengah menyusui bayi mereka, Oliver, langsung menoleh pada Felix dengan wajah penuh tanya.“Ada apa ini, Lex?” tanyanya, suaranya serak karena cemas.Felix berdiri di tengah ruang keluarga, wajahnya tegang, jemarinya menggenggam ponsel erat.“Ini ulah Harland,” gumamnya lirih, namun penuh keyakinan.Emily berdiri perlahan, menggendong bayi mereka. “Dia belum selesai juga, ya?”Felix mengangguk, matanya penuh bara. “Dia tahu dia kalah dalam permainan sebelumnya. Sekarang dia mengincar reputasiku di mata publik.”Tak berselang lama, Axl masuk tergesa-gesa membawa se
Pagi itu, udara Meksiko berhembus sejuk ke halaman depan rumah Felix dan Emily. Burung-burung bernyanyi di kejauhan, dan aroma kopi segar memenuhi ruang makan tempat Emily duduk santai sambil memandangi halaman dari jendela kaca.Baru saja ia akan menyeruput minuman hangatnya, suara ketukan keras terdengar dari arah depan. Tak seperti biasanya—suara itu terdengar menantang, kasar, dan tidak sabar.Salah satu pelayan berlari masuk dan berkata pelan, “Nyonya... ada tamu di gerbang depan. Seorang wanita... menyebut namanya Marsha.”Emily meletakkan cangkir dengan tenang. Matanya menajam.Ia bangkit dan berjalan ke arah pintu depan. Tak lama, pintu utama terbuka, dan sosok yang sudah sangat dikenalnya berdiri di sana dengan senyum mengejek di wajahnya.Marsha mengenakan gaun putih elegan yang terlalu mencolok untuk pagi hari. Di gendongannya, seorang anak laki-laki duduk tenang, tak tahu apa-apa tentang badai yang sedang bergulir di a
Hujan turun lembut membasahi atap kantor Felix malam itu. Di dalam ruang kerjanya yang gelap dan hening, Felix menatap jendela kaca besar dengan pandangan kosong.Sudah lima hari sejak hasil tes DNA pertama keluar—dan ia masih tidak bisa mempercayainya. Ada yang janggal. Ada yang tidak bisa ia terima begitu saja.Namun di balik semua itu, ada seseorang yang bekerja diam-diam: Noah.Tanpa sepengetahuan siapapun, bahkan Felix, Noah telah membawa sampel DNA yang sama ke laboratorium independen lain. Ia tahu, kakaknya tidak akan pernah bisa tenang bila tidak menemukan kebenaran sejati.Dan sore itu, hasilnya datang.Noah langsung menjemput berkasnya sendiri, mengamankannya seperti harta karun.Ia membuka amplop itu dengan tangan dingin, membaca isinya cepat namun teliti. Begitu selesai, ia menghela napas panjang—antara lega dan marah.Hasilnya negatif. Anak itu bukan darah daging Felix.Di tempat lain, di sebuah apartemen mewah yang disediakan Harland, Marsha duduk bersandar di sofa denga
Langit Meksiko tampak cerah pagi itu, tetapi hati Emily sebaliknya—gelap, suram, dan penuh keraguan. Ia duduk diam di ruang kerja rumah mereka, menatap amplop putih di atas meja. Di sana tertulis dengan huruf tebal:“Hasil Pemeriksaan DNA – Confidential.”Jantungnya berdetak keras. Tangan Emily gemetar saat membuka amplop itu, dan begitu matanya membaca isi laporan laboratorium, tubuhnya seketika kaku.“Kecocokan DNA antara subjek A (Felix Ricardo) dan subjek B (anak laki-laki bernama Mateo): 99,98%. Kemungkinan sebagai ayah biologis: Sangat Tinggi.”Emily menatap lembaran itu lama. Satu per satu kata seakan membakar matanya. Sangat tinggi. Kata-kata itu menghujam seperti paku ke dalam hatinya.Saat Felix pulang tak lama kemudian, ia langsung menghampiri Emily yang masih duduk terpaku.“Sudah datang?” tanyanya sambil menunjuk amplop yang digenggam Emily.Emily mengangguk pelan. “Kau ingin membacanya sendiri?” tanyanya tanpa intonasi.Felix mengambil lembaran itu, membacanya cepat, lal
Dunia bisnis tidak pernah tidur. Begitu pula dengan ancaman yang bersembunyi di balik senyuman formal dan jabat tangan hangat. Hari itu, ruang rapat Ricardo Corporation lebih sunyi dari biasanya.Felix duduk di ujung meja besar berlapis kaca hitam, matanya menatap dokumen pembatalan kerja sama dari dua perusahaan Eropa yang selama ini menjadi klien utama.Felix mengernyit, lalu meletakkan kertas itu di atas meja dengan suara pelan namun tegas. “Ini yang kedua minggu ini,” gumamnya pelan.Noah, yang duduk di sebelahnya, menatap Felix dengan wajah tegang. “Kita dapat kabar bahwa beberapa mitra merasa reputasimu mulai dipertanyakan, Lex. Rumor di luar... menyebar cepat.”Felix mengangkat wajahnya, rahangnya mengeras. “Mereka bilang apa?” tanyanya ingin tahu.Noah menunduk sesaat sebelum berkata, “Bahwa kau telah menelantarkan anakmu, darah dagingmu sendiri. Bahwa kau tidak bertanggung jawab dengan apa yang telah kau lakukan pada Marsha.”Brak!Felix menghantam meja itu dengan keras. Ia k
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Commentaires