Para manusia pengejar gembira di sana bukan tidak melihat, tetapi sudah tidak saling peduli. Toh niat mereka datang ke tempat seperti ini adalah sama-sama untuk menawar pilu hati yang goyah dan sedang tidak tentu arah. Intinya memburu senang dan gembira.
Apa yang sedang dilakukan Dimas dan Amira bukan hal baru yang mengherankan. Jika melihat pun mereka akan abai dan tidak berkepentingn mengusik. Toh tidak hanya mereka yang melakukan, bahkan kebanyakan mereka di sana juga sama. Mengumbar kemesraan, baik memang sudah pasangan sedari datang atau pasangan baru saling kenal.
Musik yang sekali waktu menghentak, seperti menyentak keras agar kesadaran Dimas kembali semula. Kesenangan raga yang sempat dinikmati, terpaksa harus disudahi.
“Maaf…,” ucap Amira dengan sisa napas yang terengah. Dimas sedikit kasar telah menolak dan menjauhkan tubuhnya.
Permintaan maaf Amira membuat Dimas enggan mengumpat. Menyadari bukan melulu salah Amira. Dirinya pun sempat terseret jauh bersamanya.
“Aku